Apakah Dampak Kematian Yesus bagi Kita? Bagian 2 (Selesai)

Kamis, 28 Maret 2013


Sikap Anda terhadap kematian akan menentukan sikap Anda terhadap kehidupan
Sangatlah penting bagi seorang Kristen untuk memahami apa yang akan terjadi saat mati. Cukup lama saya tidak memiliki petunjuk tentang apa yang terjadi pada saat mati. Saya tahu pada suatu hari, kita akan dibangkitkan. Akan tetapi apakah yang terjadi pada saat mati? Kemanakah kita pergi? Apakah kita akan masuk ke dalam tidur yang panjang? Kita akan hibernasi sampai dengan kedatangan Yesus. Orang-orang kudus yang mati sekitar 2.000 tahun yang lalu masih berhibernasi sampai kini, seperti beruang yang tidur panjang di musim dingin, menunggu datangnya musim semi. Sungguh tidak beruntung mereka yang harus tidur sampai 2.000 tahun. Kita sendiri mungkin hanya perlu berhibernasi selama 20, atau mungkin ada sebagian yang hanya 2 tahun. Jadi, ada satu masa penantian yang panjang! Apakah yang terjadi pada orang-orang kudus ketika mereka mati? Tahukah Anda apa jawaban untuk itu? Tahukah Anda bagaimana cara memahami kematian?

Mmengapa kita ingin mengurusi persoalan ini? Karena rasa takut mati adalah hal yang paling melumpuhkan di dalam kehidupan Kristen. Ingatkah Anda akan kutipan yang sedang kita bahas, yaitu Ibrani 2:14-15? Iblis mampu menjerat Anda melalui rasa takut akan maut ini. Takut mati bukan sekadar rasa takut akan saat-saat menjelang ajal. Sebagai contoh, mengapa kita menyimpan banyak uang? Karena kita takut akan kelaparan dan mati sebelum waktunya. Atau mungkin, kita ingin mati secara nikmat, bukannya dalam keadaan sengsara; mungkin Anda ingin mati di atas kasur air, mati dengan nyaman. Belakangan ini, ada kasur yang bisa melakukan banyak hal, dengan menekan tombol kasur itu akan mulai memijat. Mungkin itu cara yang nyaman untuk mati. Atau, mungkin Anda ingin mati dalam kehangatan, dan bukannya mati kedinginan. Anda lihat, rasa takut mati tidak hanya terbatas pada 'saat menjelang ajal'.

Kita harus siap untuk memahami bahwa sikap kita terhadap kematian sangat menentukan sikap kita terhadap kehidupan, apakah Anda menyadari hal itu? Cara Anda memahami kematian akan mempengaruhi cara Anda memahami kehidupan. Ada orang yang tidak mau melayani Tuhan, mengapa? Jika Anda telusuri lebih jauh, alasannya sama -  takut akan penderitaan, takut akan kematian yang bisa datang di saat sedang melayani Tuhan. Sungguh mengerikan. Demikianlah, cara kita memahami kematian akan mempengaruhi cara kita memahami kehidupan. 

Sering kali, Anda cukup melihat apa yang akan terjadi ketika seseorang tiba-tiba harus berhadapan dengan realitas kematian. Ketika dokter berkata kepada Anda, "Maafkan saya, ada yang harus saya sampaikan kepada Anda, Anda terkena kanker." Raut wajah orang itu akan memberitahu Anda tentang sikap orang tersebut pada kehidupan, karena kedua hal tersbut memang tidak terpisahkan. Dengan segera Anda akan tahu, pandangan tentang kehidupan yang bagaimana yang selama ini dijalani oleh orang tersebut. 

Dan yang paling penting bagi kita, sebagai orang Kristen, adalah bahwa sikap kita terhadap kematian secara total menpengaruhi kesaksian hidup kita. Kesaksian macam apa yang masih tersisa dari Anda jika pada waktu dokter berkata, bahwa Anda sedang menunggu ajal akibat kanker, lalu Anda gemetar dan keringat Anda bercucuran? Lalu orang yang melihat Anda berkata, "Hei, orang Kristen macam apa kamu? Kamu percaya pada kebangkitan, tapi seperti inikah sikap kamu? Kamu percaya bahwa Kristus mati untuk memusnahkan dia yang berkuasa atas maut dan untuk membebaskan kamu dari ketakutan terhadap maut, tetapi seperti inikah cara kamu bersikap? Haruskah mukamu pucat seperti itu? Beginikah cara kamu menyambut maut?" 

Anda lihat, segenap kesaksian hidup kita dipengaruhi oleh hal ini. Saya beritahu Anda, saya ragu bahwa orang akan mau percaya pada iman Anda. Apa pandangan mereka tentang kedalaman iman Anda dan tentang seberapa besar keyakinan Anda bahwa Yesus telah memenangkan peperangan atas maut -  jika mereka melihat cara kita bersikap dalam keadaan seperti itu. Bagaimana cara Anda akan bersikap?

Kita tidak perlu menanti sampai tiba saatnya di mana kita akan ditangkap dan dihukum mati karena Injil. Pada waktu si penganiaya berkata, "Kamu dihukum mati karena kamu orang Kristen," lalu kita jatuh pingsan. Apa-apaan ini? Kekristenan macam apa ini? Anda adalah orang yang percaya bahwa Yesus telah mati bagi dosa-dosa Anda dan membebaskan Anda dari belenggu maut, namun seperti inikah Anda akan bersikap? Di manakah kebenaran dari kesaksian Anda? Demikianlah, kita harus memahami bahwa sikap kita terhadap kematian adalah bagian dari segenap kesaksian kita.

Kita tidak bisa memilih bentuk kematian kita
Selanjutnya, bagaimana cara kita bersiap menghadapi kematian? Ya, jika kita ingin siap untuk mati, maka kita harus tahu pasti apa yang akan terjadi. Kita tidak bisa memilih bentuk kematian kita. Anda mungkin berkata, "Yah, saya harap saya bisa mati dengan cepat. Saya tidak mau berlama-lama. Baiklah, arahkan senjatamu, bidik dengan baik. Jangan sampai meleset! Aku takut dengan rasa sakit. Kursi listrik mungkin terlalu lama; aku tidak begitu suka terkena setrum." Kebanyakan orang siap untuk mati akibat serangan jantung -  sangat cepat dan tuntas. Dan lebih baik lagi jika Anda sedang tertidur ketika serangan jantung itu terjadi. Anda tidak pernah bangun lagi dan Anda tidak pernah tahu apa yang sedang terjadi. Kebanyakan orang begitu ketakutan memikirkan penyakit kanker, yang membunuh Anda secara perlahan. "Oh, aku tidak tahan memikirkannya. Dipersingkat saja. Kalau aku terkena kanker, masukkanlah racun yang cukup kuat di dalam air miumku di pagi hari, aku akan meminumnya, dan langsung mati, tanpa pernah bangun lagi." Celaka! Kita tidak bisa memilih bentuk kematian kita, kecuali, tentu saja, melainkan kita bunuh diri. Akan tetapi bunuh diri tidak bisa diterima di lingkungan Kristen. Mengapa? Karena bunuh diri berarti mencabut nyawa seseorang dari tangan Allah dan mengambil keputusan sendiri. Ini adalah suatu penyangkalan terhadap iman. Iman berarti percaya kepada Allah, dan mempercayai Allah dalam segala hal yang Dia nilai baik, dan kita menjalaninya. Banyak orang non-Kristen yang melakukan hal tersebut, akan tetapi sebagai orang Kristen, kita tidak bisa mengambil kebebasan semacam ini.

Dan mungkin, hal yang paling mengerikan bagi kita tentang maut adalah rasa sakitnya. Anda tahu bahwa tak ada kematian yang lebih kejam, lebih menyakitkan dan lebih menyeramkan daripada penyaliban. Semua pemerintah setuju bahwa penyaliban adalah cara yang paling tidak mausiawi untuk membunuh seseorang, orang yang tergantung di kayu salib selama sekitar tiga hari dan secara perlahan mengalami pendarahan sampai mati; sampai dia kehilangan banyak cairan tubuh. Sungguh suatu kematian yang sangat perlahan dan menyakitkan, lebih kejam dari segala sesuatu yang bisa dibayangkan oleh manusia pada zaman itu. Dan Yesus justru mengalami kematian yang semacam itu -  dia disalibkan. Jadi Dia tahu persis apa artinya mati, dan apa artinya mati dalam cara yang paling menyakitkan. 

Tetapi Allah menciptakan tubuh manusia sedemikian rupa, sehingga ada batas sampai di mana rasa sakit masih bisa ditanggung. Dan ketika rasa sakit sudah mencapai titik itu, tubuh Anda akan menjadi mati rasa. Anda jatuh pingsan. Dengan demikian, tubuh kita terlindungi dari keharusan untuk merasakan kesakitan yang lebih parah lagi. Rasa sakit bisa menjadi sangat menekan, sangat menyengsarakan, akan tetapi jika sudah melewati batas toleransi itu, otak kita menghentikan kepekaan itu. Dengan demikian, kita memiliki semacam perlindungan internal, oleh belas kasihan Allah. Bagi kebanyakan dari kita, rasa sakit sangat tidak mengenakkan. Titik batas itu mungkin jauh melampaui batas yang bersedia kita tanggung. Jika sudah berhubungan dengan rasa sakit, tak seorang pun dari antara kita yang menjadi pahlawan. Namun bolehkah kita, sebagai orang Kristen, tidak mempercayakan hal itu kepada Tuhan? Apakah kita sedang tidak melangkah dalam iman? Jika kita melangkah dengan iman, lalu mengapa kita melangkah dalam ketakutan?

Pada saat mati, seorang Kristen langsung berada bersama dengan Kristus
Selanjutnya, mari kita masuk ke dalam pertanyaan ini, "Apakah yang terjadi pada diri seorang Kristen ketika dia mati?" Ini adalah pertanyaan yang sangat penting. Tahukah Anda apa yang akan terjadi ketika mati? Apakah Anda akan masuk ke dalam tidur panjang? Apakah Anda akan menjadi hantu yang berterbangan? Apakah yang akan terjadi pada diri Anda? Jawaban dari Kitab Suci tidak kabur sama sekali, sangatlah jelas. Dan juga sangat mengherankan sehingga saya sendiri bingung mengapa ada orang Kristen yang takut mati? 

Jawaban dari Kitab Suci adalah bahwa, karena Yesus telah mati bagi kita, dan membebaskan kita dari kuasa dosa dan maut, maka ketika orang Kristen mati, secara jasmani, dia akan langsung berada bersama dengan Kristus. Dan saya pikir bagi kebanyakan orang Kristen yang tidak menunjukkan kesiapan untuk mati, bisa jadi karena mereka tidak suka berada bersama dengan Kristus, yang berarti bahwa segenap pengakuan mereka tentang kekristenan hanya merupakan suatu kemunafikan saja, atau mungkin, mereka tidak tahu bahwa mereka akan berada bersama dengan Kristus. Saya ingin memastikan bahwa Anda mengerti akan hal ini.

Paulus menyatakan hal ini dengan sama lugasnya seperti hal-hal yang lainnya di dalam Filipi 1:23 -  dan ini seharusnya merupakan ayat yang akrab di telinga orang Kristen: Aku didesak dari dua pihak (entah harus tinggal, yaitu tetap hidup atau harus mati): aku ingin pergi (kata lain untuk 'mati') dan diam bersama-sama dengan Kristus itu memang jauh lebih baik. Nah, apakah hal yang akan terjadi pada orang Kristen? Pada waktu dia mati, dia pergi untuk 'bersama-sama dengan' Kristus. Apakah ini merupakan prospek yang buruk? Saya pikir ini adalah suatu prospek yang sangat membahagiakan. Seperti yang bisa Anda lihat, jika Anda memang mengasihi Yesus, dengan siapa lagi Anda ingin berada jika bukan dengan dia yang Anda kasihi? 
 
Bagi Paulus, penentu keputusannya bukanlah mana yang lebih baik, karena bagi dia ini bukanlah suatu perbandingan. Jika Anda tanyakan kepadanya, "Apakah lebih baik tetap hidup di dunia ini atau pergi untuk bersama-sama dengan Kristus?" Jawabannya tidak ragu lagi, "Kalau kamu memberiku pilihan, aku ingin pergi sekarang juga. Aku ingin sekarang juga berada bersama-sama dengan Kristus, dia yang aku kasihi. Satu-satunya alasan mengapa aku tetap tinggal adalah", dia melanjutkan di dalam ayat 24, "tetapi lebih perlu untuk tinggal di dunia ini karena kamu. Kalau aku tetap tinggal, itu semua demi kamu, tetapi jika aku dapat memilih, percayalah, aku lebih suka pergi." Nah, ini adalah sikap yang sangat berbeda tentang kematian, jika dibandingkan dengan rata-rata orang Kristen, yang memohon, "Oh Tuhan, biarkan aku tetap hidup, aku tidak mau mati, aku takut menghadap ke hadirat-Mu." Kekristenan macam apa ini? 

Di manakah dasar dari ajaran Paulus ini? Apakah dia sengaja mengarang ajaran semacam ini? Tidak sama sekali. Dia mendasarkan pengajarannya, seperti biasanya, dari ajaran Yesus sendiri. Banyak dari antara kita yang tahu tentang Lukas 23:43, tentang ucapan Yesus kepada orang yang disalib bersama-nya. Apakah hal yang disampaikan oleh Yesus kepada orang ni? Dia bukanlah maling biasa, tentu saja, dia adalah seorang pemberontak. Maling tidak akan dihukum dengan penyaliban oleh penguasa Roma. Tak ada penjahat kelas teri yang dihukum dengan cara ini. Mereka yang dihukum mati dengan penyaliban adalah para pemberontak, yang menentang kekuasaan Roma. Itu adalah tindakan standar pemerintah Roma dalam menangani mereka yang memberontak, atau yang menghasut rakyat untuk memberontak di depan umum. Dan ketika pemberontak ini sedang sekarat di kayu salib ini mengungkapkan imannya kepada Yesus, Yesus berkata kepadanya, "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya hari ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus." Anda lihat kata-kata, "engkau akan ada bersama-sama dengan Aku," adalah kata-kata yang persis sama dengan yang disampaikan oleh Paulus, "aku ingin pergi dan diam bersama-sama dengan Kristus," Itulah yang sedang dia sampaikan.

Dan kalimat, "Hari ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di Firdaus", Paulus juga berbicara tentang seseorang yang benar-benar sampai ke Firdaus, bukan setelah mati, melainkan sebelum mati. Anda bisa menemukan ini di dalam 2 Korintus 12:4. Jadi, jika seseorang bisa sampai ke Firdaus dan berada bersama-sama dengan Kristus di sana, walau untuk sesaat tentunya dia akan lebih bisa menikmati hal itu setelah mati. Apakah bayangan tentang pergi untuk ada bersama-sama dengan Kristus di Firdaus benar-benar membuat Anda ketakutan? Atau, apakah kehidupan di dunia ini lebih berharga bagi Anda? Manakah yang menjadi pilihan Anda? Sebaiknya Anda bersikap jujur.
Sudah saya sampaikan bahwa sikap kita terhadap kematian tidak terpisahkan dari sikap kita terhadap kehidupan. Dapatkah Anda memahaminya? Orang yang mengaku mengasihi Yesus tetapi berkeras untuk tetap hidup di dunia ini adalah orang yang munafik. Dia tidak menyatakan kebenaran, bukankah demikian? Karena sudah tentu jika saya sangat mengasihi dia, saya pasti akan rindu untuk bertemu dengan Kristus. Itulah tepatnya sikap hati Paulus. Dia sangat rindu untuk pergi, bukannya bertekad untuk tetap tinggal di dunia.

Kitab Suci menyebut mati dengan istilah tidur
Kematian, dari sudut pandang jasmani, dalam Kitab Suci disebut dengan istilah tidur, jika ditujukan pada orang-orang Kristen. Apakah tertidur merupakan hal yang mengerikan? Mengapa Kitab Suci menyebut mati dengan istilah tidur? Ya, jika Anda amati orang yang sudah mati, Anda bisa lihat bahwa dia terbaring di sana. Dia terlihat sangat tenang, bukankah begitu? Saya yakin bahwa Anda tentu pernah melihat orang mati, mungkin salah satu dari kerabat, teman atau orang tua Anda. Saya teringat pertama kali saya melihat orang mati, saya diajak untuk melayat bibi-nenek saya. Dia adalah orang yang sangat saya kasihi. Dia sangat baik terhadap saya. Dan ketika dia meninggal, saya diajak untuk melayat. Dia terbaring di atas ranjang, di dalam kamarnya, dan dia terlihat begitu tenang dan damai, seolah-olah sedang tertidur. 

Di dalam Kitab Suci, orang Kristen tidak disebut mati, orang Kristen hanya dikatakan tidur. Dan penyebutan mati dengan istilah tidur dapat Anda temui di dalam Alkitab, misalnya, di dalam 1 Korintus 15:20 dan 51, 1 Tesalonika 4:14, dan sebagainya. Jadi, sama halnya dengan tidur, tubuh ini tidak lagi aktif secara sadar (consciously active). Jadi bagi orang Kristen, ketika dia mati, tubuhnya tidak lagi aktif.

Pikiran kita akan tetap aktif, baik secara rohani maupun secara intelektual
Namun perhatikanlah, gambaran tentang tidur sangatlah penting, karena di saat Anda tidur, tubuh Anda memang tidak aktif tetapi pikiran Anda masih sangat aktif. Anda bisa bermimpi. Malahan, beberapa orang mendapat pemecahan masalah ketika sedang tidur. Sebenarnya, dari hal-hal semacam inilah muncul istilah, "bawa tidur saja (sleep on it)." Jika Anda tidak bisa memecahkan suatu masalah, bawa tidur saja. Mungkin Anda bisa mendapatkan jawabannya ketika Anda bangun esok pagi. Saya seringkali mengalami hal seperti ini. Saya sedang bergumul untuk memahami ayat-ayat dalam Kitab Suci dan saya tidak bisa memahaminya, lalu saya tinggal tidur saja. Pagi harinya, tiba-tiba saja, "Ah, aku tahu!" Saya bisa memahami maksudnya, dan segera saja saya ambil pena serta buku catatan dan mulai menuliskan semua itu. Ini memang nyata. Penjelasannya adalah  mungkin karena pada waktu kita tertidur, pikiran kita menjadi lebih jernih, dan untuk alasan yang masih belum pasti, mungkin Allah telah membekali kita dengan semacam kemampuan berpikir yang lebih jernih di saat kita tertidur, sehingga ketika Anda terbangun esok paginya, jawaban itu sudah tersedia. 

Saya yakin bahwa banyak dari antara Anda yang pernah mengalami hal ini. Namun dalam ruang lingkup rohani, Alkitab memberitahu kita bahwa Allah berbicara kepada kita di dalam mimpi kita, dalam apa yang disebut sebagai 'penglihatan malam'. Jika Anda melangkah bersama Tuhan, sering kali Anda akan mendapati bahwa Tuhan telah menyampaikan sesuatu pada Anda. Jadi, bukannya menjadi tidak aktif, pikiran Anda malah menjadi sangat aktif di saat tidur, baik secara rohani mau pun secara intelektual. Ini hal yang sangat menarik. Saya akan bacakan ayat dari Ayub 33:14-15: Karena Allah berfirman dengan satu dua cara, tetapi orang tidak memperhatikannya. Dalam mimpi, dalam penglihatan waktu malam, bila orang nyenyak tidur, bila berbaring di atas tempat tidur, sementara di ayat 16, maka Ia membuka telinga manusia dan mengejutkan mereka dengan teguran-teguran (peringatan akan bahaya yang akan datang, peringatan akan adanya bencana. Dia memperingatkan Anda lewat mimpi-mimpi) (17) untuk menghalangi manusia dari pada perbuatannya, dan melenyapkan kesombongan orang,  (18) untuk menahan nyawanya dari pada liang kubur, dan hidupnya dari pada maut oleh lembing."

Anda tahu, pada masa ketika saya belum menjadi Kristen, dan saya bermaksud untuk melarikan diri dari China. Saat saya sedang berada di kota Guang zhou, dengan seorang teman, bersiap-siap untuk pergi ke Shenzhen esok harinya, untuk menyelundup pergi ke Hong Kong. Saya dan teman saya berangkat subuh-subuh. Dan pada malam itu, saya mendapatkan mimpi. Saya merasa sangat tidak enak. Sekalipun saya bukan orang Kristen -  namun seperti yang dikatakan dalam Ayub pasal 33 itu, Allah berkomunikasi dengan Anda, sekalipun Anda mungkin tidak memahaminya -  saya benar-benar menyadari pada malam itu, bahkan di dalam tidur saya, akan adanya hal yang tidak beres. Dan tentu saja, ternyata keesokan paginya, segera setelah kami sampai di Shenzhen, kami ditangkap dan dipenjarakan. Hidup saya nyaris berakhir saat itu, kalau saja Allah tidak menyelamatkan saya. Allah mengubah hidup saya di saat saya sedang berada di lapangan di dalam penjara. Di sini, kita bisa lihat hal semacam itu, bahwa sekalipun saya bukan orang Kristen, Allah tetap berbicara kepada saya pada malam itu. Bahkan di dalam tidur saya, Dia berkomunikasi dengan saya, mengingatkan saya akan hal-hal yang akan terjadi jika saya tetap berangkat. Yah, saya tidak pernah berpikir bahwa saya memiliki indera keenam, atau ESP, atau apapun itu. Akan tetapi, Allah memang berkomunikasi dengan kita. Ini bukanlah indera keenam atau apapun itu. Allah berbicara kepada kita. Jika kita tidak mendengarkan Dia di alam sadar kita, maka Dia akan berbicara kepada kita di alam bawah sadar kita, yaitu, ketika tubuh kita terlihat sedang tidak aktif sama sekali. Pikiran kita masih bekerja, akan tetapi kita tidak mengerti bahwa Allah sedang berbicara kepada kita, namun Dia memang berbicara kepada kita.

Tubuh kita menantikan saat dibangkitkan dalam tubuh yang tidak binasa pada Hari itu
Demikianlah, hal ini membawa kita pada pemahaman yang jelas tentang apa itu mati. Secara jasmani, kita akan terlihat seperti sedang tidur. Akan tetapi, secara rohani kita tetap hidup. Dan sama halnya dengan orang yang tidur, pikiran kita masihlah aktif, baik secara rohani maupun secara intelektual. Di sinilah kedua gambaran itu bisa disatukan. Saat kita pergi untuk ada bersama-sama dengan Kristus, kita menikmati manisnya persekutuan dengan dia, sekalipun tubuh kita, untuk sementara, jatuh tertidur. Dan tubuh kita sedang menanti fajar kebangkitan yang baru, ketika masa kejayaan dosa sudah berakhir, dan hari baru keselamatan Allah telah terbit. Tubuh kita akan dibangkitkan, tidak sama dengan yang sekarang, sebagaimana yang dikatakan oleh Paulus dalam 1 Korintus 15, "dibangkitkan dalam ketidakbinasaan". Kita mengenakan tubuh rohani yang baru, kita akan bangkit dengan tubuh baru yang tidak akan tunduk kepada maut. 

Tidak kira dari segi mana pun Anda menelitinya, prospek kita sangatlah mulia, sehingga sangatlah sulit memahami mengapa ada orang masih takut kepada maut, kecuali jika dia orang yang munafik atau orang yang masih belum mengerti apa itu mati. Seorang Kristen, sedikit pun,  tidak perlu takut pada maut. Kematian Kristus telah menyingkirkan semua alasan untuk menjadi takut pada maut. Demikianlah, kita memiliki masa depan yang sangat cemerlang.

Makna 'tidur': Menikmati secara penuh manisnya kebersamaan dengan Allah dan Yesus
Kita akan menutupnya dengan poin yang terakhir ini. Jika kita membandingkan gambaran tentang hidup dan keadaan terjaga, dan keadaan mati sebagai keadaan tidur, mungkin kita akan berkata, "Yah, sangatlah menyegarkan tidur itu, akan tetapi saya lebih suka terjaga. Jadi, jika dibandingkan, saya tetap lebih suka terjaga." Tidak. Perbandingan itu jelas tidak memadai. Perbandingan itu hanya untuk menunjukkan bahwa di saat kita tertidur, keaktifan kita secara mental atau rohani tidak berhenti. Ini tidak dimaksudkan untuk menjadi perbandingan secara menyeluruh, karena berada bersama-sama dengan Kristus tidak boleh dibayangkan hanya bisa terjadi di dalam mimpi, di dalam keberadaan yang tidak jelas. Berada bersama-sama dengan Kristus berarti, seperti yang Yesus katakan, "Ada bersama-sama dengan Aku di Firdaus", di dalam keberadaan yang sepenuhnya nyata. Mungkin dapat digambarkan bahwa saat kita secara jasmani tertidur, kita masuk ke dalam persekutuan yang manis dan akrab dengan Allah, perbandingan dengan mimpi hanya merupakan suatu perumpamaan saja. Sama sekali tidak bermakna bahwa persekutuan dengan Yesus itu terjadi dalam keberadaan yang kabur serta tidak jelas.

Di Filipi 1:23, Paulus malah berkata: pergi dan diam bersama-sama dengan Kristus itu memang jauh lebih baik. Bukan sekadar lebih baik saja, tetapi jauh lebih baik. Rex Zurich, dalam bukunya Analysis of The Greek New Testament (Analisa terhadap Perjanjian Baru berbahasa Yunani) menerjemahkan kata 'jauh lebih baik (far better, RSV)' dengan ungkapan 'tak terkirakan baiknya (infinitely better) untuk mengungkapkan penekanan makna di dalam bahasa Yunaninya. Memang tak terkirakan baiknya. Paulus berkata bahwa "bersama-sama dengan Kristus" -  sekali pun tubuh ini masih menantikan kebangkitan di saat tidurnya, akan tetapi ia benar-benar berada dalam kesadaran penuh saat berada 'bersama-sama dengan Kristus' di dalam kepenuhan sukacita dan kemanisannya di Firdaus -  itu jauh lebih baik daripada segala sesuatu yang bisa Anda nikmati di bumi ini sekarang.
Perhatikanlah penerapan dari makna ungkapan ini. Jelaslah jauh lebih baik berada bersam-sama dengan Kristus, Paulus berkata, "Aku tidak akan ragu-ragu memilih antara hidup di dunia ini [dengan bersam-sama dengan Kristus], walau dunia menawarkan segala-galanya," -  Anda bisa menikmati coklat, es krim, mengendarai mobil mewah dan bermain hujan. Segala hal-hal yang mungkin menyenangkan hati Anda - menikmati musik dan film di layar LCD -  Anda bisa isi terus daftar kesenangan itu, tetapi dia akan berkata, "Jauh lebih baik bersama-sama dengan Kristus. Kalau kamu berbicara tentang coklat dan sebagainya, aku tidak tertarik dengan itu semua." Ada bersama-sama dengan Kristus -  itulah perbandingannya. Mungkin Anda berkata, "Bagaimana jika dibandingkan dengan memenangkan Undian berhadiah? Anda bisa menikmati jutaan rupiah untuk dibelanjakan! Anda bisa pergi ke Monte Carlo, Acapulco, Anda bisa menikmati kapal pesiar Anda sambil dilayani para pelayan." Dan Paulus akan berkata, "Lupakan saja! Berada bersama-sama dengan Kristus jauh lebih baik." Lalu Anda berkata, "Coba saya pikirkan dulu sesuatu yang lain, mungkin ..." Dan dia akan tetap berkata, "Lupakan saja! Tidak perlu membuang-buang waktu dan tenaga. Bersama-sama dengan Kristus jauh lebih baik!" 

Anda mungkin berkata, "Paulus, Paulus, mungkin Anda belum mengerti kesenangan duniawi. Biar saya beritahu dulu tentang kesenangan dunia." Paulus sudah pernah menikmati hidup yang sangat menyenangkan. Dia akan berkata, "Aku pernah menikmati hidup dalam berkelimpahan harta, dan juga dalam kemelaratan." Dia juga pernah menikmati kemewahan. Paulus juga mengenal hidup mewah. Dia pernah berada dalam lingkungan kalangan atas pada zamannya, kalangan teratas di tengah-tengah masyarakatnya. Dia tahu apa itu hidup mewah. Jangan mengira bahwa dia berasal dari kalangan kelas bawah sehingga dia tidak mengerti apa itu hidup mewah. Namun dia akan berkata, "Setelah kamu menikmati semua itu, kamu akan berkata bahwa bersama-sama dengan Kristus jauh lebih baik."

Apakah pilihan Anda?
Perhatikanlah ucapan ini: Apakah pilihan Anda? Jika Anda memilih untuk berkata, "Yah, memang cukup menyenangkan bersama-sama dengan Kristus, tapi kupikir, aku masih lebih suka es krim. Tetapi aku masih suka untuk datang dan bertemu dengan saudara-saudari di gereja setiap hari Minggu. Benar, aku suka melihat mereka di gereja! Aku senang bertemu dengan Kristus, tapi itu bisa dilakukan nanti saja. Di masa kekal nanti, ada cukup banyak waktu untuk bertemu dengannya." Hal itu memperlihatkan seperti apa cara berpikir Anda, seperti apa kehidupan Kristen Anda. Jujur saja dengan diri Anda masing-masing, sudahkah kita dibebaskan dari belenggu ketakutan terhadap maut?
SELESAI

Sumber: Cahaya Pengharapan Ministries www.cahayapengharapan.org

Apakah Dampak Kematian Yesus bagi Kita? Bagian 1

Rabu, 27 Maret 2013

Kematian Kristus menghancurkan kuasa maut & ketakutan pada maut

Ibrani 2:14-15

Khotbah oleh Pendeta Eric Chang

Mari kita lanjutkan mempelajari Firman Allah di Surat Kepada Orang Ibrani, Ibr. 2:14-15. Kita mau lebih mendalami penerapan praktis dari kematian Yesus dan khususnya merenungkan sikap kita terhadap maut.
Karena anak-anak itu adalah anak-anak dari darah dan daging, maka Ia (yaitu Yesus sendiri) juga menjadi sama dengan mereka (yaitu menjadi darah dan daging) dan mendapat bagian dalam keadaan mereka, supaya oleh kematian-Nya Ia memusnahkan dia, yaitu Iblis, yang berkuasa atas maut; dan supaya dengan jalan demikian Ia membebaskan mereka yang seumur hidupnya berada dalam perhambaan oleh karena takutnya kepada maut.

Kematian Kristus telah melumpuhkan kuasa Iblis
Ayat-ayat ini memberitahu kita tentang alasan mendasar lainnya tentang mengapa Yesus mati. Seperti yang disampaikan di ayat 14, bahwa dengan kematiannya itu, dia memusnahkan iblis yang berkuasa atas maut, dan membebaskan mereka yang dibelenggu oleh ketakutan terhadap maut di sepanjang hidupnya. Karena anak-anak itu -  mengacu kepada mereka yang dianugerahkan hak istimewa oleh Allah untuk menjadi anak-anak-Nya melalui iman. Kita, dengan iman, menerima hak tertinggi untuk menjadi anak-anak Allah. Pembebasan disediakan bagi anak-anak itu. Kristus memang mati bagi semua orang, akan tetapi tidak semua orang menerima manfaat dari kematiannya karena tidak semua orang yang berdosa menjadi anak-anak Allah.

Hal lain yang perlu diperhatikan adalah, hanya melalui kematian Yesus dia yang berkuasa atas maut dapat dimusnahkan. Yesus tidak dapat menghindari, atau mengelakkan maut karena hanya melalui kematiannya Iblis dapat dimusnahkan. 

Apakah arti dari 'memusnahkan' di sini? Karena ternyata sejak kematian Yesus, Iblis masih ada. Sepertinya kematian Kristus tidak membuatnya 'musnah'. Iblis tetap ada. Kata yang diterjemahkan dengan 'memusnahkan' di sini di dalam bahasa Yunani secara harfiah berarti kuasa yang telah dilumpuhkan, yaitu, dijadikan tidak berarti, membuat sesuatu menjadi tidak berguna atau menghilangkan kekuatannya. Itulah ide dasar dari kata tersebut. Sama seperti sebuah tank yang sedang bergerak datang, dan ketika ia semakin dekat, siap menghancurkan Anda, kemudian datang seseorang dengan senjata anti tank, membidik tank tersebut, dan ketika tank itu tertembak, ia menjadi rusak dan tidak berdaya. Tank tersebut masih ada di sana, mungkin saja ia masih memiliki peluru meriam di dalamnya, akan tetapi ia sudah dilumpuhkan, sudah tidak bisa bergerak lagi dan ia sudah berhenti berfungsi. Demikian pula dengan Iblis, dia tidak hilang, akan tetapi ia dilumpuhkan oleh kematian Kristus -  lumpuh, yaitu, dalam kaitannya dengan [upaya dia menyerang] anak-anak Allah. Poin ini haruslah kita pahami baik-baik karena yang kita bicarakan bukanlah tentang pembinasaan Iblis, kita tidak berbicara tentang punahnya Iblis tetapi yang kita bicarakan adalah tentang pelumpuhan Iblis dalam kaitannya dengan kemampuannya untuk mengganggu anak-anak Allah.

Banyak orang Kristen yang tidak memakai kuasa Allah
Hal ini sangatlah penting bagi kita dalam lingkup kehidupan kita sehari-hari karena dari cara kebanyakan orang Kristen berperilaku, tentunya akan membuat Anda tidak yakin bahwa Iblis sudah dilumpuhkan. Saya sangat terusik melihat orang-orang Kristen terus saja jatuh ke dalam dosa, orang-orang Kristen selalu saja dilemahkan, dan tampaknya bukan Iblis yang dilumpuhkan melainkan justru orang-orang Kristenlah yang dilumpuhkan. Ini adalah hal yang sangat mengganggu.
Kematian Yesus seharusnya mempunyai dampak yang nyata dalam kehidupan sehari-hari kita. Tetapi apakah orang-orang Kristen yang terus saja jatuh ke dalam dosa itu benar-benar kenal siapa Yesus itu, dan apakah kematian Kristus benar-benar berdampak pada hidup mereka. Yang saya maksudkan bukannya jatuh ke dalam dosa besar, ke dalam percabulan atau perzinahan atau hal yang semacam itu, sekali pun, sayangnya, hal itu memang kadang terjadi di antara orang-orang Kristen atau mereka 'yang menyebut dirinya Kristen'. Akan tetapi yang saya maksudkan adalah, misalnya, ketidakmampuan untuk mengendalikan perilakunya sehari-hari, ketidakmampuan untuk berperilaku sebagaimana layaknya seorang Kristen yang normal, ketidakmampuan untuk bertenggang rasa, bersikap baik, dan cermat. Tampaknya kesaksian hidup orang-orang Kristen, sebagian besar tidak efektif, lumpuh sehingga orang bertanya-tanya siapakah, sebenarnya, yang dilumpuhkan. 

Ibliskah yang telah dilumpuhkan atau justru orang-orang Kristen yang dilumpuhkan. Sayang sekali, terlalu sering terlihat bahwa tampaknya justru orang Kristenlah yang telah dilumpuhkan. Akan tetapi, jika orang itu sampai bisa dilumpuhkan itu bukan karena Iblis masih memiliki kuasa untuk melumpuhkan dia, melainkan karena orang Kristen itu sendiri yang tidak menarik kuasa yang disediakan oleh Tuhan, kuasa dari hidup yang telah dibangkitkan. 

Saya tidak tahu kehidupan Kristen macam apa yang sedang Anda jalani sekarang. Dalam penilaian dan pengamatan saya, saya terus menerus merasa kecewa dengan prestasi orang-orang Kristen. Saya selalu kecewa dengan cara mereka berperilaku. Dan saya sendiri sering kecewa dengan diri saya sendiri, saya merasa kecewa karena saya sendiri, tanpa kecuali, tidak bisa selalu maju ke tingkat kesempurnaan yang telah menjadi panggilan Tuhan kepada saya. Mungkin saya terlalu keras terhadap diri saya sendiri, akan tetapi saya memang wajib untuk bersikap keras terhadap diri sendiri. Kita harus berjuang, kita harus berjuang lebih keras untuk maju. Mungkin sebagian dari masalah saya adalah bahwa kita cenderung terlalu lunak terhadap diri kita dan mencari-cari alasan untuk dosa-dosa kita, membenarkan perilaku kita yang tidak layak. Kita tidak mengambil tindakan apa-apa terhadap dosa, entah yang ada di dalam diri kita atau pun yang ada di dalam hidup orang lain. Kita mengira bahwa meremehkan dosa adalah tindakan amal yang penuh kasih, khususnya terhadap dosa kita sendiri, dan juga dosa orang lain. Hal ini tidak bisa diterima. Gereja harus disucikan. Kristus telah mati untuk melumpuhkan Iblis. Akan tetapi, Iblis tampaknya, terlihat begitu aktif di tengah jemaat dan di dalam kehidupan orang-orang Kristen.

Iblis membawa kita pada maut lewat dosa
Di sini kita diberitahu bahwa Iblis memiliki kuasa atas maut. Ini berarti bahwa setidaknya dia memiliki kekuasaan di dua tingkatan. Dia memiliki kuasa untuk membunuh kita secara jasmani, dan juga memiliki kuasa tertentu atas setiap orang. Kita tahu bahwa setiap orang yang mengambil senjata dan menembak kita tampaknya punya peluang yang bagus untuk membunuh kita. Dengan demikian, jika manusia memiliki kuasa untuk membunuh kita, tentunya Iblis memiliki kuasa lebih lagi untuk membunuh kita. Akan tetapi terbunuh secara jasmani masih bukan apa-apa. Yang jauh lebih berbahaya dari itu adalah kuasa maut dalam pengertian yang rohani. 

Dengan cara bagaimana Iblis menjalankan kuasa maut atas kita? Persisnya adalah dengan cara yang baru saja kami sampaikan -  dia menggoda kita untuk berbuat dosa. Dan dosa bisa terlihat sangat menggoda, sangat bisa diterima, sangat menyenangkan pada saat itu, dan dengan godaan ini, seperti yang pernah dia cobakan pada Yesus; Iblis menggoda kita sedemikian rupa untuk membawa kita masuk ke dalam maut. Sangatlah meresahkan melihat orang Kristen membiarkan Iblis menjalankan kuasa maut atas diri mereka. Karena setiap kali Anda berbuat dosa, berarti Anda membiarkan Iblis menjalankan kuasanya untuk membinasakan Anda. Dan sungguh mengejutkan bahwa, kadang kala, kita seperti orang yang dengan senyum di wajah, melangkah ke dalam maut. Kita melangkah ke sana, tampaknya dengan sukacita untuk dihancurkan karena kita tertarik dengan godaan dosa. Dan Kitab Suci menyatakan bahwa dosa itu sangatlah nikmat, ini harus Anda pahami. 

Dosa tidak tampil lewat penampilan yang mengerikan, buruk dan jorok, ia tidak tampil seperti itu. Dosa tampil begitu menarik, dengan minyak wangi yang harum, dan pakaian yang indah, segalanya terasa enak, manis dan menyenangkan. Begitulah cara dosa menampilkan diri dalam rangka menggoda kita untuk jatuh ke dalam jeratnya. Dan Iblis, di dalam menjalankan kuasa mautnya atas kita, memakai cara yang paling cerdik.

Dan satu aspek yang paling menakutkan dari kuasa dosa ini adalah bahwa ia bisa tampil begitu menipu sehingga kita maju tanpa mempertimbangkan tindakan kita dan berpikir, "Oh, tak ada yang salah dengan hal ini. Tak ada yang salah dalam hal ini." Ketika seseorang berkali-kali jatuh ke dalm dosa, dia memulai dengan berkata, "Apa salahnya? Ini kelihatannya bisa diterima." Dari sana, Anda bisa melihat kuasa tipu daya dosa mulai bekerja. Kuasa dosa melibatkan aspek yang menyesatkan ini, seperti alkohol, yang menumpulkan pikiran, yang mengacaukan pertimbangan, yang membuat Anda tidak tahu membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Sungguh menakutkan. Sekali Anda kehilangan pegangan tentang mana yang benar dan mana yang salah, berarti itu saatnya bagi Anda menilai kembali ke mana Anda sedang melangkah.

Hal ini juga terjadi dalam kehidupan orang-orang Kristen. Sampai pada poin tertentu, orang masih bisa menolerir perilaku berdosa orang Kristen. Tapi akan sampai pada satu titik di mana seseorang akan berkata, "Sudah cukup! Tidak boleh lagi! Tidak pantas orang Krsten berperilaku seperti ini dan ini harus dihentikan. Harus dihentikan!" Dan kadang kala, tibalah situasi yang sangat menyakitkan di mana pendeta harus menegakkan disiplin. Dia harus berkata kepada seorang Kristen di gereja, "Perilaku ini tidak bisa diterima dan harus dihentikan. Anda tidak boleh meneruskan hal ini." Dengan demikian, tindakan displin harus diterapkan. Dan jika orang tersebut tidak bisa menerima tindakan disiplin tersebut, tentu saja, dia bebas untuk meninggalkan gereja dan memisahkan dirinya dari jemaat. Kita tidak boleh terus menerus menolerir hal tersebut, karena dosa memang harus ditangani. Kristus telah mati untuk mengakhiri perilaku semacam ini dan kita harus memastikan bahwa hal tersebut memang telah berakhir. 

Tentu saja, terutama saat menangani seseorang, kita harus bertindak dengan sangat hati-hati, kita tidak boleh bertindak berat sebelah, supaya kita tidak mendasarkan penilaian kita pada perasaan dan hasil pengamatan kita saja, melainkan berdasarkan fakta-fakta yang nyata yang bisa kita dapatkan. Jadi, kita harus mengerti bahwa peperangan melawan dosa harus dijalankan, dan dijalankan dengan penuh tekad karena dosa akan membinasakan kita, jika tidak Iblis akan punya kesempatan untuk membinasakan kita.

Tidak takut pada kematian yang kedua

(1) Mati kepada dosa bersama Kristus
Bagaimana caranya agar kita dibebaskan dari kematian rohani? Bagi yang bukan Kristen, saya akan menguraikan dengan singkat tentang bagaimana Kitab Suci mengajarkan bahwa kita dibebaskan dari kuasa kematian rohani. Caranya adalah dengan membuat keputusan untuk mati bersama dengan Kristus. Jadi bukan hanya Kristus yang mati bagi kita, tetapi kita juga harus mati bagi dia. Dan ini berarti bahwa orang Kristen sudah mengalami dengan sesungguhnya seperti apa mati di dalam hidup ini. Jika Anda masih belum mengalami kematian itu, saya ragu apakah Anda tahu apa artinya menjadi orang Kristen. Mungkin penjelasan mengapa begitu banyak orang Kristen yang kalah dalam peperangan melawan dosa di dalam hidup ini adalah karena mereka belum benar-benar melewati pengalaman mati yang mendalam, atau, yang disebut oleh beberapa orang dengan istilah 'mati sepenuhnya (dying out)'; yaitu benar-benar mati terhadap cara hidup yang lama di dalam diri kita. Kita masih membawa cara hidup lama kita yang penuh dengan dosa, dan kita melangkah masuk ke dalam kehidupan Kristen yang baru tanpa menanggalkan manusia lama kita. 

Hidup lama ini kita baptiskan bersama dan kita hanya mengalami perubahan di luarnya saja. Jika Anda pelajari Matius pasal 23, Anda akan melihat bahayanya melakukan hal ini. Tidak ada perubahan yang terjadi di dalam, tapi hanya bagian luar yang dibersihkan oleh baptisan. Kita harus memahami apa makna mati bagi dosa. Kita perlu mengalami apa artinya sudah mati dan telah putus hubungan dengan dosa. 

Namun kekristenan kita sekarang ini sangatlah dangkal. Tahukah Anda bagaimana rasanya mati secara batiniah? Mengalami perasaan hancur lebur karena dosa? Merasa hina dan sakit karena dosa, sehingga pada tingkatan tertentu, Anda memahami seperti apa rasanya sekarat? Seringkali hal-hal ini tidak diajarkan sekarang. Kita mengira bahwa menjadi orang Kristen itu hanya sekadar datang, tersenyum di saat baptisan, dan berkata, "Aku mengakui dosa-dosaku". Lalu, Anda dibenamkan ke air, dan saat keluar Anda telah menjadi Kristen. Namun Anda tidak mengalami suatu kematian di dalam batin Anda yang membuat Anda mampu berkata, "Aku telah berpisah dari dosa, sekali untuk selamanya. Aku sudah muak dengan cara hidupku yang lama -  dengan kenikmatan dosa, dengan tipu dayanya, dengan belenggunya pada kecintaan akan uang, dengan segala hasratnya pada segala perkara duniawi -  aku telah berhenti dari semua itu."

Bukan berarti bahwa sekali Anda mengalami kematian itu maka itu sudah selesai. Kita akan terus menjalani peperangan melawan dosa di sepanjang kehidupan Kristen kita. Dan kekuatan kehidupan Kristen Anda akan bergantung kepada kedalaman pengalaman kematian di dalam diri Anda. Apakah artinya kebangkitan tanpa adanya kematian? Bagaimana mungkin Anda bisa bangkit menuju hidup yang baru jika sama sekali tidak mempunyai pengalaman akan kematian itu? Kematian Kristus harus menjadi realitas di dalam diri kita saat kita bergabung dengan dia di dalam kematian terhadap dosa, supaya kita bisa bangkit bersama-sama dengan dia. Itulah arti dari baptisan. Kematian ini adalah pengalaman rohani atau peristiwa di dalam batin, dan saya tidak takut berbicara tentang pengalaman rohani.  

Tentu saja, ada sebagian orang yang ingin menyingkirkan pengalaman rohani sebagai suatu kenyataan. Mereka tampaknya begitu takut dengan kata 'pengalaman', saya sendiri sama sekali tidak takut. Karena memang sangatlah penting bagi kita untuk memiliki pengalaman rohani agar bisa memiliki landasan kokoh yang bisa diandalkan dalam hidup kita, karena pengalaman itu menegaskan kepada kita tentang realitas dari Firman Allah. Bagaimana Anda bisa tahu bahwa Firman Allah itu nyata sebelum Anda mengalami sendiri realitasnya?

(2) Menaklukkan dosa di dalam kehidupan sehari-hari
Namun jika kita sudah melewati pengalaman mati bersama Kristus dan bangkit kembali, dan tetap di dalam kebangkitan itu dengan setia, maka Alkitab berkata bahwa kita tidak perlu takut pada kematian yang kedua. Kematian yang pertama adalah kematian jasmani kita -  Anda tidak perlu khawatir akan hal itu. Kematian yang kedua adalah kematian yang terakir. Inilah hal yang harus ditakuti. Dan di sini, saya bacakan kepada Anda Wahyu 2:10-11. Kitab Wahyu berbicara banyak tentang kematian yang kedua. Kebanyakan orang, mungkin bahkan semua orang, selain yang masih hidup pada saat kedatangan kembali Tuhan, akan mengalami kematian yang pertama. Akan tetapi kematian yang kedua sangatlah menentukan.
Di Wahyu 2:10-11, Tuhan berbicara kepada jemaat di Smirna. Dia berbicara kepada orang-orang Kristen: "Jangan takut terhadap apa yang harus engkau derita! Sesungguhnya Iblis akan melemparkan beberapa orang dari antaramu ke dalam penjara supaya kamu dicobai dan kamu akan beroleh kesusahan selama sepuluh hari. Hendaklah engkau setia sampai mati, dan Aku akan mengaruniakan kepadamu mahkota kehidupan. Siapa bertelinga, hendaklah ia mendengarkan apa yang dikatakan Roh kepada jemaat-jemaat: Barangsiapa menang, ia tidak akan menderita apa-apa oleh kematian yang kedua."

Ada dua hal yang perlu diperhatikan untuk terhindar dari kematian yang kedua: satu adalah menyamakan diri dengan Kristus dalam kematian-nya, untuk bisa menerima manfaat dari kematiannya bagi kita. Kedua adalah menaklukkan; menaklukkan dosa di dalam kehidupan kita sehari-hari. Kita tidak boleh kalah oleh dosa -  itulah makna dari kata 'menang (atau menaklukkan)' di dalam kitab Wahyu. Dan jika Anda dikalahkan oleh dosa, berarti Anda belum menaklukkan. 

Kita harus menjalani kehidupan Kristen yang berkemenangan sebagai syarat agar tidak terkena kematian yang kedua. Janji ini hanya disediakan bagi mereka yang menang -  'Jangan takut terhadap apa yang harus engkau derita! Sesungguhnya Iblis akan melemparkan beberapa orang dari antaramu ke dalam penjara supaya kamu dicobai dan kamu akan beroleh kesusahan selama sepuluh hari. Barangsiapa menang, ia tidak akan menderita.' 

Jika Anda ingin menghapuskan bagian Alkitab yang satu ini dan berkata bahwa mati di dalam Kristus tersedia bagi kita tanpa kita harus menjalani kehidupan yang menunjukkan bahwa kematiannya telah terwujud di dalam diri kita, maka Anda boleh membangun kekristenan milik Anda sendiri. Itu terserah Anda, akan tetapi itu tidak akan membuat Anda terhindar dari kematian yang kedua. 

Seseorang yang benar-benar telah dibebaskan oleh kematian Kristus akan mengalami apa yang disebut dengan kehidupan Kristen. Itu sebabnya mengapa saya berkata bahwa saya sangat prihatin jika melihat orang Kristen kalah di dalam kehidupan sehari-harinya. Mereka masih mudah tersinggung, tidak pernah puas, dan masih tidak punya tenggang rasa. Itu bukanlah pemenang, jika Alkitab yang dijadikan patokan. Menang berarti mampu menaklukkan dosa dengan darah Anak Domba, oleh kuasa Kristus yang hidup di dalam diri kita. 

Dan, perhatikan baik-baik, janji ini dibuat kepada -  Barangsiapa menang, ia tidak akan menderita apa-apa oleh kematian yang kedua. Menang atau kalah (to conquer or not to conquer) adalah persoalan yang sangat penting. "To be or not to be (jadi atau tidak jadi)", ini kata Shakespeare, dan hal ini tidak begitu penting dibandingkan dengan 'to conquer or not to conquer (menaklukkan atau tidak)' jika dikaitkan dengan masalah kematian kedua. Itulah persoalnnya. Menjalani hidup yang berkemenangan atau tidak menjalani hidup yang berkemenangan akan menentukan apakah Anda akan jadi atau tidak jadi. Ini adalah persoalan yang jauh lebih mendasar. Seperti yang bisa Anda lihat, di pesan ini, saya ingin menekankan aspek praktis dari kematian Kristus bagi kita.

Sudahkah Anda siap secara mental menghadapi maut?
Kebanyakan dari kita menghabiskan begitu banyak waktu kita di sekolah, dan sering kali kita kehilangan banyak tahun yang berharga di sekolah, belajar tentang pertambahan, pengurangan, pembagian, dan bahwa ibu kota Inggris adalah London, dan ibu kota Filipina adalah Manila berikut informasi-informasi semacam ini. Kemudian kita mempelajari sedikit tentang kimia, H2O adalah air dan H2SO4 [adalah belerang], dan berbagai hal-hal aneh lainnya, ketika kita mampu mengucapkannya lalu kita merasa sudah sangat terpelajar. Akan tetapi apakah sekolah, berikut tahun-tahun panjang masa belajar kita itu menyiapkan kita untuk menjalani kehidupan nyata yang serba rumit ini? Jika Anda menghadapi persoalan keseharian Anda -  saat Anda menghadapi masalah penyesuaian diri dengan orang lain di sekolah atau di kantor, saat Anda menghadapi masalah pertengkaran dengan saudara, ayah atau ibu Anda -  apakah semua hal yang diajarkan di sekolah itu bisa membantu Anda, setidaknya, di dalam situasi ini? Apakah pelajaran geometri Anda berguna? Apakah pelajaran fisika Anda berguna? 

Lalu bagian pelajaran yang mana yang akan menolong Anda menghadapi kehidupan ini? Itulah persoalannya. Anda akan berpikir bahwa pelajaran yang diperoleh dari pendidikan itu bisa membantu seseorang dalam menjalani kehidupan. Dan ternyata kita tidak diajari satu hal penting yang bisa membantu kita menghadapi kehidupan. Kita tidak dipersiapkan untuk menghadapi ujian kehidupan. Tak ada petunjuk sama sekali. Semua pelajaran, aljabar, geometri, fisika, kimia dan sejarah, apa pun itu, tidak sedikitpun membantu saya. Saya tidak bisa memanfaatkan semua pelajaran itu saat menghadapi kehidupan. Dan pada saat Anda lulus, Anda bahkan tidak ingat lagi pelajran kimia dan fisika yang pernah Anda pelajari kecuali jika Anda melanjutkan di bidang tersebut. Dan jika Anda tidak dipersiapkan dengan baik untuk menghadapi kehidupan ini, saya beritahu Anda, berarti kita lebih tidak siap lagi menghadapi kematian. Apakah Anda siap untuk mati?

Ini adalah persoalan yang secara khusus tidak suka kita pikirkan. Kita tidak suka berbicara tentang kematian. Mari kita bicara tentang sesuatu yang lebih ceria. Namun kematian adalah suatu kenyataan, kenyataan yang akan mendatangi kita cepat atau pun lambat, dan tak seorang pun dari kita yang bisa menghindarinya, kecuali sedikit orang yang mungkin masih hidup saat kedatangan kembali Tuhan. Faktanya adalah bahwa sebagian besar orang akan mati. Ibrani 9:27 berkata, "Dan sama seperti manusia ditetapkan untuk mati hanya satu kali saja, dan sesudah itu dihakimi." Kita akan mati, ada yang cepat, ada yang belakangan. Maut tidak mengincar kita berdasarkan usia. Dalam sekejap, ia tiba-tiba datang, atau mungkin, bisa juga melalui pergumulan yang panjang dan berat. Akan tetapi entah kita suka atau tidak, kita harus siap untuk mati jika kita ingin siap untuk memasuki kehidupan.
Tidak mau merenungkan hal kematian itu sama keadaannya seperti kita sedang menghadapi ujian, lalu Anda berkata, "Yah, ujian memang bukan bahan pembicaraan yang menyenangkan, lebih baik diacuhkan saja." Ya, Anda boleh saja menghadapi ujian dengan cara seperti itu, Anda tidak mau memikirkannya, namun sayang sekali, ujian itu tidak akan berlalu walaupun Anda menolak untuk memikirkannya. Realitas ujian tetap ada dan akan menghantui Anda. Anda tetap harus menghadapinya. Jika Anda memperlakukan ujian dengan cara ini, bisa jadi di hari ujian nanti Anda tidak siap. Dan itu akan membuat Anda tidak lulus ujian. Sebagian orang akan lulus ujian dan sebagian lagi gagal. Tetapi Anda tidak akan lulus ujian apapun tanpa adanya persiapan. 

Maut adalah sesuatu hal yang harus kita hadapi dengan persiapan yang matang. Dan jika Anda tanyakan pada orang-orang Kristen di zaman sekarang, Apakah yang terjadi pada waktu mati? Dia tidak akan tahu. Dia tidak tahu! Bagaimana Anda bisa mempersiapkan diri menghadapi kematian jika Anda tidak tahu apa yang terjadi saat itu? Bagaimana Anda bisa menjalani ujian jika Anda tidak tahu pelajaran apa yang akan diuji? Tak akan ada jalan untuk mempersiapkan diri!
.............Bersambung........

Sumber: Cahaya Pengharapan Ministries www.cahayapengharapan.org

Apakah tujuan kekal Yesus mati bagi kita? Bagian 2 (Selesai)


2. Roma 14:9 - Yesus mati untuk memperoleh kemilikan atas kita
· Yesus mati untuk memerdekakan kita dari kekuasaan dosa dan kematian rohani
Kita akan masuk ke ayat yang berikutnya. Roma 14:9 - Sebab untuk itulah Kristus telah mati dan hidup kembali, untuk apa? Supaya Kristus menjadi Tuhan (Lord), baik atas orang-orang mati, maupun atas orang-orang hidup. Ini bukanlah penjelasan yang ingin Anda dengar, bukankah begitu? Apakah rencana kekalnya? Dia mati supaya dia menjadi 'Tuhan (Lord, Tuan, Majikan, Penguasa)' bukan supaya dia menjadi Juruselamat. Perhatikan kata-kata tersebut. Jika Anda yang menuliskan ayat ini, Anda mungkin akan berkata supaya dia menjadi Juruselamat bagi yang hidup dan yang mati. Bukan itu yang dikatakan oleh Paulus, yang dikatakan Paulus adalah, "supaya Ia menjadi Tuan, baik atas orang-orang mati, maupun atas orang-orang hidup, jadi entah kita ini termasuk yang hidup atau pun yang mati (ay.8), tetap saja Kristuslah Penguasanya'. Sekarang Anda bisa melihat bahwa terdapat suatu rencana kekal; suatu rencana jangka panjang.

Kalimat yang diterjemahkan 'supaya Ia menjadi Tuhan(Lord)', adalah kata kerja di dalam bahasa aslinya. Di sini, Paulus berbicara tentang beberapa hal yang tadinya menjadi penguasa atas hidup kita sebelum Kristus membebaskan kita. Hal-hal apakah itu? Paulus berkata bahwa maut adalah tuan kita. Dia berkata bahwa dosa adalah tuan kita. Dan dia juga katakan bahwa hukum adalah tuan kita. Ketiga hal ini saling berkaitan: karena Anda telah melanggar hukum yang kekal, maka Anda masuk ke dalam penguasaan dosa dan maut. Dengan kata lain, begitulah kejadiannya sampai Anda menjadi budak. Kita menjadi budak maut. Bukankah kita ini memang budak dari maut? Adakah orang di sini yang tidak akan mati? Kita semua akan mati. Kita semua terkena hukuman mati. Kita adalah budak maut. Sadarkah Anda akan hal ini? Kita tidak suka memikirkan hal itu, akan tetapi kita memang sedang menanti ajal. Mungkin besok, mungkin tiga tahun lagi, tiga puluh tahun lagi, yang jelas kita semua akan mati. Yang tersisa bagi kita hanya masa depan yang gelap. Masa depan macam apakah yang Anda miliki?

Hal ini mengingatkan saya pada orang yang sedang menunggu gilirannya untuk dihukum mati. Saat dia sedang menunggu ajalnya, dia mempelajari hukum, dan mendapat gelar di bidang itu. Yah, ini memang pemanfaatan waktu yang positif. Sangat positif. Setidaknya dia memahami proses hukum, dan dia menulis buku tentang hukum, dalam upaya pembelaan dirinya berdasarkan hukum yang telah dia pelajari itu. Yang saya tahu, hal itu tidak mampu menyelamatkannya; dia tetap dihukum mati. Apakah gelar sarjana hukum itu nanti bisa memberi manfaat buatnya di alam maut sana, saya sangat meragukan hal itu. Namun setidaknya Anda bisa katakan bahwa dia telah berpikir positif - kekuatan dari pikiran yang positif. Jangan duduk saja dan mencemaskan kematian Anda. Raihlah beberapa gelar sebelum dieksekusi. Namun, jalan apapun yang kita pilih, bukankah keadaan kita sama saja dengan dia? Maksud saya, kita semua sedang menunggu ajal. Sungguh gelap. Memang tidak menyenangkan cara penyajian uraian semacam ini, akan tetapi kebenarannya memang tidak menyenangkan, tak peduli dengan cara apa pun Anda menjelaskannya. Itulah kebenarannya, bukankah begitu?

Dalam kehidupan jasmani, kita semua masih menjadi budak maut. Paulus berkata di 1 Korintus 15:53-54, sebelum kita mengenakan tubuh baru yang akan diberikan oleh Kristus kepada kita, maka kita ini masih menjadi budak maut. Maut masih akan mengklaim tubuh Anda dan saya. Namun syukur kepada Allah, karena maut tidak akan bisa mengklaim jiwa saya! Di bagian ini, Kristus telah menebus saya. Dan pada Hari itu, dia juga akan menebus kita dari kerusakan jasmani. Yang fana ini akan mengenakan yang tidak fana, yang dapat rusak ini akan mengenakan yang tidak akan rusak, dan selanjutnya kita bisa berkata, "Hai maut, di manakah sengatmu? Hai alam maut, di manakah kemenanganmu?" Namun sebelum Hari itu, Anda dan saya masih berada di bawah hukuman mati. Dan yang lebih buruk lagi, kita juga bisa jatuh ke dalam hukuman mati secara rohani. Mati secara jasmani saja sudah cukup buruk, mati secara rohani dan kekal seperti itu jelas lebih buruk lagi. Ketika Yesus berkata bahwa dia memberi kita hidup yang kekal, berarti dia sedang membebaskan roh kita. Penebusan masuk ke tahap yang lebih maju. Tahapan yang pertama adalah penebusan 'manusia batiniah'. Tahapan selanjutnya adalah penebusan 'manusia jasmaniah'.

Demikianlah, Yesus mati untuk bisa menjadi Tuan (Lord) kita. Anda mungkin berkata, "Wah! Dia senang memerintah orang lain. Dia mati supaya dia bisa menjadi Tuan di atas kita!" Tahukah Anda bahwa jika dia tidak menjadi Tuan Anda, Anda tidak punya pilihan lain kecuali menjadi budak dari hal-hal yang lain? Hari ini, Anda harus memilih, apakah Anda akan menjadikan Yesus sebagai Penguasa Anda, atau Anda memilih maut dan dosa sebagai Penguasa Anda? Anda harus memilih salah satu dari kedua hal itu. 

Umat manusia berharap untuk tidak tunduk pada kekuasaan siapapun. Namun ini jelas adalah hal yang mustahil. Anda akan selalu berada dalam kekuasaan pihak lain. Jika Anda di kampus, maka Anda berada di bawah kekuasaan profesor Anda. Jika Anda bekerja di perusahaan, Anda berada di bawah kekuasaan bos Anda. Jika Anda tinggal di bumi, maka Anda berada di bawah kekuasaan pemerintah Anda. Jika tidak ada kekuasaan, maka kita akan hidup dalam kekacauan. Pemerintah menjalankan kekuasaannya atas kita lewat berbagai cara, dan siapakah yang akan mengeluhkan hal ini? Mereka menarik pajak dari kita, beberapa dari antara kita membayar pajak dalam jumlah yang besar - pajak bangunan, pajak tanah, pungutan SPP, pajak ini dan itu. Dan Anda mungkin berkata, "Aku bekerja keras hanya untuk melihat uangku lenyap diambil petugas pajak." Dia memiliki kekuasaan itu, dan jika Anda bertengkar dengannya, maka Anda akan berada dalam masalah besar. Anda selalu berada di bawah kekuasaan seseorang. Tak ada tempat di mana Anda bisa hidup tanpa berada dalam kekuasaan orang lain. 

Dan tidak ada hal yang lebih buruk dari berada di bawah kekuasaan dosa serta maut. Jadi fakta bahwa Yesus telah mati untuk mengambil kepemilikan atas kita adalah satu-satunya jalan bagi dia untuk membebaskan kita dari kekuasaan dosa dan maut. Hanya itu jalannya. Itu sebabnya mengapa saya katakan bahwa jika Yesus bukan Tuan Anda, maka dia tidak bisa menjadi Juruselamat Anda. Tak ada jalan bagi dia untuk menjadi Juruselamat Anda jika tidak terlebih dahulu menjadi Tuan Anda.

Saya bersukacita berada di bawah kedaulatan Kristus. Sangatlah indah bisa berada di bawah kedaulatannya. Renungkanlah hal ini: seorang anak yang berada di bawah kekuasaan ayah dan ibunya. Apakah si anak itu berdukacita karena berada di bawah kekuasaan ayahnya? Tidak, jika ayahnya adalah ayah yang baik. Si anak bersukacita karena memiliki ayah seperti itu. Kekuasaan ini tidaklah mendukakan. Sebaliknya, berada di bawah kekuasaan orang tuanya merupakan sumber keselamatan, keamanan dan sukacitanya. Tanpa kekuasaan tersebut, si anak mungkin sudah kelaparan di jalanan. Tetapi karena dia memiliki ayah dan ibu, dan hidup di bawah kekuasaan mereka, keselamatannya terjamin. Sang ayah membela dan melindungi anaknya. Jika ada orang yang ingin menyakiti si anak, mereka akan berhadapan dengan kemarahan sang ayah. Jika dia bukan anak si ayah itu, maka ia harus melindungi dirinya sendiri menghadapi kekuasaan dan kekuatan-kekuatan yang lebih besar daripadanya. Saya bersukacita berada di bawah kedaulatan Kristus karena dia adalah Pribadi yang mengasihi saya, yang kepeduliannya terhadap saya jauh melebihi kepedulian orang lain terhadap saya. Kekuasaannya tidak menjadi beban, tidak mendukakan hati. Akan tetapi kekuasaan dunia ini sangatlah mendukakan hati. Kekuasaan dosa dan maut sangat menyedihkan.
Demikianlah, kita mendapati kebutuhan untuk melangkah lebih maju lagi dari pertanyaan ini, 'Jika dia adalah Tuan (Lord), lalu bagaimana kita seharusnya menjalani hidup?' Pertama-tama, mengapa dia Tuan atau Penguasa kita? Dia adalah Tuan kita karena dia telah membeli kita. Dia telah membeli kita dengan harga yang mahal, camkanlah hal ini! 1 Korintus 6:19-20, Rasul Paulus berkata kepada orang-orang Kristen di Korintus: kamu bukan milik kamu sendiri. Diri Anda bukan milik Anda sendiri. Mengapa? Sebab kamu telah dibeli dan harganya telah lunas dibayar: Karena itu muliakanlah Allah dengan tubuhmu

Anda sudah tidak memiliki hak atas diri Anda sendiri lagi. Jika Anda telah ditebus, berarti Yesus telah membeli Anda. Dia membeli Anda dengan darahnya. Jika dia telah membeli Anda, maka Anda bukan lagi milik Anda sendiri. Anda menjadi miliknya. 

Apakah Anda telah menjadi miliknya? Paulus menempatkan kita di dalam situasi yang bertentangan. Ada dua kedudukan yang saling bertentangan di sini. Anda menjadi milik Anda sendiri, dan itu berarti Anda tidak diselamatkan, atau Anda menjadi milik Kristus, dan dengan demikian Anda diselamatkan. Anda tidak bisa mempertahankan kepemilikan atas diri Anda sambil diselamatkan. Itulah kontradiksi yang terdapat di sini. Anda tidak bisa menjalani hidup bagi diri Anda sendiri dan tetap diselamatkan. Dapatkah Anda melihat apa yang dimaksudkan di sini? 
 
Jika Anda memahami ini, maka Anda akan memahami apa yang dikatakan oleh Paulus di dalam Roma 14:9. Apa yang dia katakan sebenarnya sangat sederhana dan mudah dipahami. Dia sedang berkata, "Kristus mati untuk memperoleh kepemilikan atas kita." Dengan cara itulah kita menjadi miliknya pribadi. Dia menjadi majikan kita. Kata 'Lord (Tuan, Majikan)' berarti 'pemilik', orang yang menjadi pemilik Anda. Apakah Anda tahu makna ini? Saat saya berkata, "Lord Jesus," saya tidak mengucapkan kata-kata tersebut sekadar untuk berbasa-basi. Maksud saya, Yesus Kristus adalah pemilik saya, dia memiliki saya. Dengan cara bagaimana dia memiliki saya? Dia telah membayar hidup saya dengan darahnya sendiri. Dia telah membeli saya. Saya menjadi miliknya. Saya tidak memiliki diri saya lagi. Dulunya saya mengikuti kemauan sendiri; menjadi milik pribadi saya sendiri. Dan hasil dari kepemilikan pribadi itu adalah saya ternyata membawa diri saya ke dalam penderitaan yang parah, ke dalam dosa, kerusakan, sifat efois dan keangkuhan. Ke arah sanalah kepemilikan pribadi ini menuntun saya. 

Tetapi sekarang, Kristuslah yang memiliki saya, dia menebus saya keluar dari keadaan itu. Jika dia telah memiliki saya, maka saya adalah budaknya. Paulus bermegah dengan sebutan: "Paulus, hamba Yesus Kristus", dia memulai setiap suratnya dengan penuh sukacita lewat pernyataan tentang kedaulatan Yesus dalam hidupnya, kepemilikan Yesus atas dirinya. "Paulus, hamba" - kata yang diterjemahkan dengan istilah 'hamba' sebenarnya adalah kata Yunani untuk istilah 'budak' - 'budak Yesus Kristus'. Dia tidak mau disebut rasul. Dia tidak mau dipanggil dengan berbagai sebutan yang megah. Dia hanya menginginkan panggilan ini, "budak Yesus Kristus". Yang lebih baik daripada itu tidak akan bisa Anda temukan.

· Yesus telah mati untuk memiliki Anda
Sekarang renungkan, apakah konsekuensi dari menjadi milik Yesus? Jika Anda menjadi milik Yesus, Anda tidak lagi hidup demi diri Anda sendiri. Seorang budak tidak hidup untuk dirinya sendiri. Seorang budak hidup untuk majikannya.
Apa konsekuensinya? Jika hari ini, Anda hidup untuk diri Anda sendiri, melakukan apa yang Anda kehendaki saja, maka Anda boleh melupakan keselamatan karena Anda tidak mendapat bagian di dalam keselamatan itu. Saya memohon kepada Allah agar para penginjil boleh memberitakan hal yang sebenarnya. Yesus menyelamatkan Anda bukan supaya Anda boleh bertindak sesuka hati Anda, supaya Anda bisa melanjutkan sikap egois dan angkuh yang lama; mengerjakan keinginan sendiri, tidak peduli dengan apa akibatnya pada orang lain. Yesus mati bukan untuk itu. Tidak! 

Jika Anda berharap untuk bisa diselamatkan oleh darahnya, maka Anda harus memahami bahwa itu akan berarti sejak saat ini Anda menjalani hidup hanya untuk dia. Itulah hal yang dia katakan. Ini bukan pendapat saya pribadi. Perhatikan kata-kata di Roma 14:7 - Sebab tidak ada seorangpun di antara kita yang hidup untuk dirinya sendiri, dan tidak ada seorangpun yang mati untuk dirinya sendiri. Tak satu pun! Dia mengucapkan kata-kata itu kepada orang-orang Kristen di Roma. Baik Anda atau pun saya, tak satu pun di antara kita yang hidup untuk diri sendiri lagi. Bahkan mati pun bukan demi diri kita sendiri, karena bahkan di saat mati pun, kita masih miliknya. Kita adalah miliknya, entah dalam keadaan hidup atau mati. Kita adalah kepunyaannya. Siapa bilang bahwa hidup sepenuhnya buat Kristus hanya berlaku bagi para pelayan Kristen yang full-time? Itu bukan ajaran yang alkitabiah. Yang diajarkan oleh Alkitab adalah bahwa tak peduli siapapun Anda, selama Anda adalah orang Kristen, Anda menjalani hidup hanya untuk dia. 

Saya mohon agar Anda bisa memahami hal ini dengan baik, karena memang untuk itulah Kristus mati! Jika Kristus mati bagi Anda, tetapi Anda masih hidup untuk diri Anda sendiri, maka dia tidak mati bagi Anda karena Anda tidak menjadi miliknya. Bukti bahwa Anda adalah miliknya terlihat dari kenyataan bahwa Anda hidup untuk dia hari lepas hari, entah di kampus, di kantor atau di mana pun.
Apakah arti dari hidup untuk Yesus? Paulus sudah menjelaskan hal ini. Artinya adalah hidup untuk kemuliaannya. Hidup untuk Tuhan bukan berarti bahwa Anda harus menjadi seorang penginjil. Anda bisa hidup untuk kemuliaan dia entah di rumah, di kantor atau pun di sekolah, di mana saja, itulah arti Anda hidup bagi kemuliaannya. Menginjil hanyalah satu sisi dari hidup bagi kemuliaannya, bidang yang kecil saja. 

Saya nyaris tergoda untuk berkata bahwa menginjil adalah bidang yang paling tidak penting. Yang paling penting adalah kehidupan sehari-hari yang dijalani demi kemuliaan Allah Bapa di surga. Menginjil adalah tindakan yang bisa Anda kerjakan beberapa kali dalam seminggu. Apakah Anda pikir bahwa Anda sedang menjalani hidup untuk Allah hanya pada jam-jam Anda sedang menginjil? Atau ketika Anda sedang mengikuti PA? Allah tidak menghendaki hal itu! Kita hidup untuk Allah di waktu kita terjaga mau pun tidur, dalam keadaan hidup atau pun mati. Kita adalah milik Kristus dan Bapa di surga!

Anda bisa hidup bagi Tuhan sebagai seorang ibu atau seorang istri. Bagaimana? Anak Anda selalu mengamati Anda. Entah Anda akan memuliakan Allah atau tidak di mata si anak, bergantung pada Anda. Sebagai seorang ibu, apakah Anda menjalani hidup bagi kemuliaan Allah? Tahukah Anda bagaimana John Wesley bisa menjadi penginjil besar. Tahukah Anda mengapa? Karena ibunya. Bukan karena ayahnya, melainkan karena ibunya. Ayahnya adalah seorang penginjil, akan tetapi Wesley malah berbicara tentang ibunya, bukan ayahnya. Pengaruh ibunya terhadap dialah yang membuat dia menjadi manusia Allah sebagaimana yang kita ketahui. Sang ibu memuliakan Allah dalam penilaian si anak.

Atau, katakanlah Anda sedang tinggal di apartemen. Bagaimana Anda bisa memuliakan Allah di hadapan penghuni apartemen yang lainnya? Anda memuliakan Allah dengan mengajak mereka makan bersama. Lalu, ketika mereka sedang menikmati hidangan, Anda berkata, "Alkitab berkata," dan Anda menceramahi mereka lewat cara ini. Itukah memuliakan Allah? Tidak sama sekali! Mungkin hal terbaik yang bisa Anda lakukan untuk memuliakan Allah adalah dengan menutup mulut. Karena saat Anda mulai membuka mulut, mungkin Anda malah merusak suasana. Cara untuk memuliakan Allah adalah dengan kepedulian: "Apakah Anda mau tambah nasi lagi?" Itulah yang memuliakan Allah. Anda berkata, "Apa? Kupikir seharusnya dia bisa mengambil sendiri nasi buatnya sementara aku menyampaikan isi Roma pasal 14 kepadanya." Tidak! Jika Anda sudah menawarkan tambahan nasi kepadanya, saat ia telah selesai menikmati hidangan, dan jika saatnya memang sudah tiba, saat dia memang ingin mendengar, maka Anda boleh menyampaikan Roma 14 kepadanya. Sebelum itu, yang bisa Anda lakukan untuk memuliakan Allah adalah dengan menunjukkan kepedulian kepadanya. Itulah yang disebut memuliakan Allah. Memuliakan Allah adalah semua tindakan yang akan membuat orang lain berkata, "Betapa indahnya karya Allah di dalam kehidupan orang ini! Sungguh indah!"

Tapi apa yang kita lihat di dalam gereja masa kini? Yang saya lihat adalah ketidakpedulian, keegoisan, pemaksaan kehendak pribadi. Kadang kala, cara orang tua mendisiplin anaknya justru membuat saya merasa ngeri. Gambaran tentang kemuliaan Allah macam apa yang akan didapatkan oleh anak-anak itu? Pandangan yang mereka dapatkan adalah, "Baik, karena engkau lebih besar daripadaku, dan kebetulan kamu adalah ibuku, ayahku, jika kamu menyuruhku melakukan ini, berarti aku harus mengerjakannya. Aku mau mengenakan baju yang ini, tetapi kamu berkata, 'Tidak! Inilah baju yang harus kau pakai.' Baik, kamu dua kali lebih besar daripadaku. Kamu akan memukulku kalau aku menolak, jadi aku harus memakai baju yang kau pilih untukku." Itu disebut sebagai disiplin. Bagi saya itu bukanlah disiplin. Anda bisa menanamkan disiplin, tapi lakukanlah dengan cara di mana si anak bisa melihat kemuliaan Allah di dalam hidup Anda - dan itulah hal yang penting.
Tanggung jawab menjadi seorang ayah sangatlah mengerikan. Tanggung jawab untuk merawat dan membesarkan anak saja sudah membuat kita berkeringat. Tahukah Anda mengapa? Anda hanya bertemu dengan saya sekali dalam seminggu di sini. Dengan begitu saya bisa menampilkan perilaku saya yang terbaik di hadapan Anda. Saya datang ke gereja, Anda bisa melihat dasi saya yang bagus, dan jaket saya juga. Anda menatap ke arah saya, si pendeta, dan melihat bahwa orang ini selalu ramah, rajin menggosok gigi, selalu tersenyum, selalu baik. Apakah Anda mengetahui siapa saya? Pernahkah Anda melihat saya di dalam rumah? Di sanalah anak-anak mengamati Anda. Hari demi hari, anak-anak Anda mengamati Anda. Tidak bisa memalsukan penampilan! Inilah ujiannya - ujian sepanjang hari. 

Saat orang lain hidup bersama Anda, mereka akan mengamati Anda. Mereka mengamati perilaku Anda. Mereka tahu siapa Anda sebenarnya. Tak ada kepura-puraan, tak ada sandiwara, semuanya asli. Itu sebabnya anak-anak bisa membuat Anda berkeringat dingin. Tahukah Anda mengapa? Karena seorang anak akan dengan jujur berkata, "Tahukah kamu, ayahku melakukan ini dan itu. Dan ibuku berbuat ini dan itu." Mereka seperti stasiun siaran radio. Apa yang perlu Anda ketahui? Tanyakan saja kepada anak kecil dan dia akan memberitahukan segalanya kepada Anda, hal-hal tentang ayah dan ibunya. Tak ada rahasia! Jika anak saya datang dan berkata kepada Anda, "Tahukah Anda, ayahku seorang pemarah," maka saya lebih baik menutup Alkitab dan pergi dari sini. Maksud saya, tak ada lagi hal yang layak untuk saya sampaikan, bukankah begitu? Anda akan berkata kepada saya, "Munafik! Di atas mimbar dia berkata tentang orang-orang yang disucikan bagi kemuliaan Allah. Perhatikan dia, bahkan anaknya sendiri berkata bahwa dia seorang pemarah." Saya tidak bisa menginjil lagi, tamat sudah riwayat saya! Inilah poinnya. Menjadi seorang Kristen dan memuliakan Allah, berarti menjalani hidup hari demi hari dengan mencerminkan kemuliaan Allah.

Jangan pernah berpikir bahwa jika masalahnya hanya di antara suami dan istri, maka tidak akan sampai meluas ke mana-mana. "Boleh saja kita saling bersikap kasar, saling berteriak. Lagi pula, kamu kan istriku, kamu kan suamiku. Untuk apa kita menikah? Supaya kita bisa saling membentak, bukankah begitu?" Bagi seorang istri Kristen, suami Anda setiap hari mengamati Anda. Apakah dia melihat kemuliaan Allah di dalam diri Anda? Penghargaan tertinggi yang bisa diberikan oleh seorang laki-laki kepada istrinya adalah dengan berkata, "Aku melihat kecantikan Kristus di dalam dirinya." Bukannya setebal apa bedak di wajahnya dan seberapa banyak rias mata yang dia pakai. Tahukah Anda bahwa Anda bisa menjadi batu sandungan bagi istri Anda? Tahukah Anda bahwa Anda bisa menjadi sandungan bagi suami Anda? Tahukah Anda bahwa Anda bisa melukai dia secara rohani?
Untuk apakah Yesus mati? Yesus mati untuk menguduskan buat dia suatu umat yang memancarkan kecantikan asli dari Kristus yang tidak merupakan sandiwara dan yang tidak mengandung kepura-puraan. Saat orang melihat, yang terlihat adalah pengungkapan kemuliaan Kristus. Untuk inilah Kristus telah mati. Dan hati saya sangat berduka, saudara-saudariku, sangat sedih hati saya jika melihat orang Kristen yang tidak bertenggang rasa, hal itu sesuatu yang sangat jahat. Saat orang Kristen bersikap kasar, hal itu merupakan kejahatan. Jika seorang Kristen tidak bisa bekerja dengan baik, apakah dia dapat memuliakan Allah di hadapan bosnya. Tentu saja tidak! Di dalam setiap bidang kita dipanggil untuk menyatakan kemuliaan Allah dengan menjadi terang dunia! Untuk itulah Kristus mati! Entah kita dalam keadaan hidup atau mati, kita jalani hidup ini demi Yesus. Jika kita tidak hidup seperti itu, maka Kristus telah mati secara sia-sia.

3. 2 Korintus 5:15 - Yesus mati supaya Anda hidup untuknya
Sisa dua ayat berikutnya sangatlah mirip dengan ini. Saya tidak akan mengambil banyak waktu untuk 2 Korintus 5:15 karena ayat ini menyatakan hal yang sangat mirip dengan Roma 14:9. Kita akan membacanya dari ayat 14 untuk mendapatkan konteksnya: Sebab kasih Kristus yang menguasai kami, karena kami telah mengerti, bahwa jika satu orang sudah mati untuk semua orang, maka mereka semua sudah mati. Dan Kristus telah mati untuk semua orang - untuk tujuan apa dia mati bagi semua orang? - supaya mereka yang hidup, tidak lagi hidup untuk dirinya sendiri, tetapi untuk Dia, yang telah mati dan telah dibangkitkan untuk mereka

Mengapa Yesus mati bagi Anda? Yesus mati bagi Anda supaya Anda tidak menjalani hidup demi diri Anda sendiri lagi. Paulus menyatakan apa yang sudah dia sampaikan di Roma 14 dengan sangat jelas. Sebelumnya, Anda hidup untuk diri Anda sendiri, namun sekarang, Anda tidak hidup untuk diri Anda sendiri lagi. Sebelumya, Anda mengerjakan apa yang Anda inginkan saja, tapi sekarang, Anda tidak lagi berbuat sesuka hati. Mungkin Anda tadinya seorang yang pemarah, tetapi sekarang Anda tidak mendapatkan kemewahan semacam itu lagi. Sejak saat ini, karena Kristus tidak suka Anda kehilangan kendali, dia lebih suka Anda menjadi baik, maka Anda menjadi baik demi dia. Dia mati untuk itu. Dapatkah Anda memahami mengapa dia mati? 
 
Saya meratap ketika melihat orang-orang Kristen, atau ketika diri saya sendiri, bersikap tidak tenggang rasa. Saya meratap karena, dengan demikian berarti, saya sedang menyatakan, "Kritus mati secara sia-sia. Dia mati supaya saya bisa terlihat indah, tetapi lihatlah sekarang, betapa buruknya saya! Dia mati supaya saya bisa memancarkan pujian dan kemuliaan bagi dia, menjadi rajin dan bergemar dalam perbuatan baik, tetapi lihatlah saya, saya tidak rajin mengerjakan hal-hal itu karena saya egois." Jika Anda egois, maka Anda tidak akan bergemar dalam mengerjakan apa yang baik karena melakukan perbuatan baik akan sangat melelahkan bagi Anda.

Sekarang, apakah Anda mengerti mengapa saya selalu saja berbicara tentang komitmen total? Karena itu semua adalah makna dari komitmen total. Makna dari komitmen total tidak lain adalah hidup demi Yesus setiap saat. Tak ada hal yang rumit untuk dipahami. Itulah alasan mengapa saya berkata bahwa tanpa komitmen total maka Anda tidak menjadi milik Kristus. Bukti dari kepemilikan Kristus adalah hidup buat Allah setiap hari.

4. 1 Tesalonika 5:10 - Yesus mati supaya 'kita hidup bersama-sama dengan dia'
Mari kita masuk ke kutipan yang terakhir di 1 Tesalonika 5:10. Perhatikan bahwa Paulus memberikan jawaban yang secara berimbang dan konsisten kepada setiap jemaat. 1 Tesalonika 5:10: Yang sudah mati untuk kita, supaya entah kita berjaga-jaga, entah kita tidur, kita hidup bersama-sama dengan Dia. Karena itu nasihatilah seorang akan yang lain dan saling membangunlah kamu seperti yang memang kamu lakukan. Yesus telah mati bagi kita, untuk tujuan apa? Supaya, entah kita mati atau hidup, entah kita sedang terjaga ataupun tidur, siang mau pun malam, kita menjalani hidup - dan inilah sedikit perbedaannya dengan ayat-ayat yang lain - tidak sekadar 'untuk dia' tetapi juga 'bersama-sama dengan dia'. Di sini, ada ungkapan 'hidup bersama-sama dengan dia'; berada di dalam persekutuan dengan dia. Ada perkembangan pemikiran di sini - kita 'hidup bersama-sama dengan dia'.

Tahukah Anda apa artinya 'hidup bersama-sama dengan Kristus'? Jika Anda tahu apa artinya hidup bersama dengan orang lain di dalam sebuah apartemen, maka Anda akan tahu apa artinya 'hidup bersama-sama dengan dia'. Anda bisa saja hidup untuk orang lain tanpa harus bersama-sama dengan dia. Sebagai contoh, Anda bekerja untuk bos Anda, akan tetapi Anda tidak tinggal bersama-sama dengan bos Anda. Hidup bersama dengan seseorang berarti suatu persekutuan, suatu kebersamaan dengan orang tersebut. Yesus telah mati supaya kita bisa bersekutu dengannya. Itulah yang disebut dengan doa! Doa tidak sekadar saat Anda berlutut selama dua atau lima menit. Doa berarti hidup bersama dengan Yesus. Itulah suatu cara menjalani kehidupan. Apakah Anda hidup bersama dengan Yesus? Menjalani hidup bersama-sama dengan Yesus, itulah doa. Ketika Anda menerapkan ajaran Yesus ke dalam hidup Anda setiap hari, menjalani hidup dengan dia, itulah doa. Doa bukanlah gumaman yang keluar dari mulut Anda. Doa adalah hal yang keluar dari dalam hati.

Seperti yang dikatakan di Matius 12:30, tidaklah cukup jika hanya menjadi orang yang mendukung dia, yang penting adalah bersama-sama dengan dia. Jadi, pertanyaannya bukanlah apakah Anda mendukung Yesus atau tidak, melainkan apakah Anda bersama dengan dia atau tidak. Sebagai contoh, katakanlah ada dua orang yang sedang bertinju di atas ring tinju, mereka bertinju dengan sangat seru, dan Anda mendukung salah satunya. Anda bersorak bagi orang ini, "Ayo! Pukul dia! Pukul lebih keras lagi! Tidak! Pakai upper cut dari sini! Sebelah kiri!" Anda berseru lantang karena Anda mendukung dia. Dan setiap kali orang itu terpukul, hati Anda terasa sakit. Setiap kali dia memukul lawannya, semangat Anda bangkit kembali. Demikianlah, semangat Anda jatuh dan bangun berulang kali. Anda berjingkrak-jingkrak di kursi Anda sepanjang waktu. Anda mendukung dia, sangat mendukung dia. Akan tetapi mendukung dia tidak sama dengan bersama-sama dengan dia karena sekadar mendukung tidak membantu orang itu menjatuhkan lawannya.

Bersama-sama dengan dia berarti Anda berada di atas ring tinju bersamanya. Sebagai contoh, Anda melihat ada orang yang sedang diserang di jalanan, dan Anda berkata, "Ayo! Ayo!" Anda menyemangati dia. Hal itu sama sekali tidak membantu dia. Dia tetap saja diserang. Tetapi bersama-sama dengan dia berarti Anda masuk ke gelanggang dan mendampinginya. Anda memberinya pertolongan. Itulah yang disebut bersama-sama dengan dia. Jika ada orang yang maju berperang, tidaklah cukup sekadar menyemangati dia, "Bagus! Aku akan memukul genderang! Kamu yang maju berperang! Aku akan menabuh genderang di sini!" Bersama-sama dengan dia berarti jika dia maju bertempur, maka Anda juga mengangkat bendera, senjata dan ikut melangkah di belakangnya, atau di sampingnya. Itulah artinya bersama-sama dengan dia. Kita selalu siap untuk menyemangati orang lain, selama tidak terlalu banyak menimbulkan pengorbanan bagi kita, bukankah begitu?

Demikianlah, Paulus melangkah lebih maju lagi, menutup jurang antara ajaran dengan kehidupan sehari-hari: Yang sudah mati untuk kita, supaya entah kita berjaga-jaga, entah kita tidur, kita hidup bersama-sama dengan Dia. Kita harus selalu berdiri di sisinya dan kita terus aktif ikut serta dalam melakukan segalanya demi kemuliaan Yesus dan Allah Bapa di surga.

Yesus mati untuk mewujudkan masyarakat yang baru!
Jadi, kita telah melihat jawaban atas pertanyaan tersebut. Mengapa Yesus mati? Saya harap jawaban ini jelas buat Anda. Janganlah sekadar berkata bahwa dia mati untuk menyelamatkan saya. Itu hanya satu bagian dari kebenarannya. Jangan sekadar berkata Yesus mati karena dia mengasihi saya. Itu juga hanya satu bagian dari motivasinya untuk mati. Jawaban lengkapnya tidak seperti itu. Yang kita bahas adalah mengapa dia mati, dalam pengertian, apakah rencana dan tujuan kekalnya? Dan kita mendapati bahwa jawaban untuk pertanyaan ini sangat jelas. Yesus mati untuk menguduskan baginya suatu umat kepunyaannya sendiri. Dan karena mereka adalah miliknya pribadi, maka mereka harus hidup bagi kemuliaan Allah Bapa setiap saat, setiap hari. Tantangan yang sungguh indah. Dan karena mereka hidup bagi kemuliaan Allah Bapa, maka orang lain akan tertarik datang kepada-Nya, orang lain bisa memperoleh hidup yang kekal. Mereka menemukan terang itu melalui kita. Orang lain tertarik untuk masuk ke dalam hidup yang baru ini. Hidup yang tidak harus diisi dengan keegoisan, keangkuhan, dan kebencian. Ini adalah hidup yang dijalani di mana akan terbentuk satu masyarakat yang saling menasehati, saling membangun dan yang saling peduli. Suatu masyarakat baru di mana kasih dan keadilan berdiam di dalamnya. Ini adalah visi yang sangat indah! 

Saat Yesus mati, saat dia menghembuskan nafas terakhirnya di atas kayu salib, saya yakin bahwa itu adalah saat bersukacita baginya karena visi ini telah meneguhkannya sampai dengan saat yang terakhir - yang dengan mengabaikan kehinaan tekun memikul salib ganti sukacita yang disediakan bagi Dia.

Kiranya hari ini saat kita merayakan Paskah, kita bisa memberi Yesus Kristus sukacita yang besar, bukannya hanya meneteskan air mata atas kematiannya, tapi bangkit dan berkata, "Tuhan, engkau telah mati untuk tujuan ini. Engkau telah menjadikan aku milikmu, membeliku dengan darahmu. Dengan kasih karuniamu, aku akan menjalani hidup demi kemuliaan Allah Bapa di surga. Aku akan menjalani hidup ini dengan cara yang menyenangkan Bapa, sehingga ketika engkau mengenangkan lagi kayu salib dan semua penderitaan yang telah kau lalui, engkau akan bersukacita. Engkau akan melihat hasil dari jerih payahmu dan bersukacita!"

SELESAI

Sumber: Cahaya Pengharapan Ministries www.cahayapengharapan.org
 
Support : Kidung Online | Debrian Ruhut Blog | IL Cantante Choir
Copyright © 2013. Catatan Dari Meja Pendeta - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger