Sikap Anda terhadap kematian akan menentukan sikap Anda terhadap
kehidupan
Sangatlah penting bagi seorang Kristen untuk memahami apa yang akan
terjadi saat mati. Cukup lama saya tidak memiliki petunjuk tentang apa
yang terjadi pada saat mati. Saya tahu pada suatu hari, kita akan
dibangkitkan. Akan tetapi apakah yang terjadi pada saat mati? Kemanakah
kita pergi? Apakah kita akan masuk ke dalam tidur yang panjang? Kita
akan hibernasi sampai dengan kedatangan Yesus. Orang-orang kudus yang
mati sekitar 2.000 tahun yang lalu masih berhibernasi sampai kini,
seperti beruang yang tidur panjang di musim dingin, menunggu datangnya
musim semi. Sungguh tidak beruntung mereka yang harus tidur sampai 2.000
tahun. Kita sendiri mungkin hanya perlu berhibernasi selama 20, atau
mungkin ada sebagian yang hanya 2 tahun. Jadi, ada satu masa penantian
yang panjang! Apakah yang terjadi pada orang-orang kudus ketika mereka
mati? Tahukah Anda apa jawaban untuk itu? Tahukah Anda bagaimana cara
memahami kematian?
Mmengapa kita ingin mengurusi persoalan ini? Karena rasa takut mati
adalah hal yang paling melumpuhkan di dalam kehidupan Kristen.
Ingatkah Anda akan kutipan yang sedang kita bahas, yaitu Ibrani 2:14-15?
Iblis mampu menjerat Anda melalui rasa takut akan maut ini. Takut mati
bukan sekadar rasa takut akan saat-saat menjelang ajal. Sebagai contoh,
mengapa kita menyimpan banyak uang? Karena kita takut akan kelaparan dan
mati sebelum waktunya. Atau mungkin, kita ingin mati secara nikmat,
bukannya dalam keadaan sengsara; mungkin Anda ingin mati di atas kasur
air, mati dengan nyaman. Belakangan ini, ada kasur yang bisa melakukan
banyak hal, dengan menekan tombol kasur itu akan mulai memijat. Mungkin
itu cara yang nyaman untuk mati. Atau, mungkin Anda ingin mati dalam
kehangatan, dan bukannya mati kedinginan. Anda lihat, rasa takut mati
tidak hanya terbatas pada 'saat menjelang ajal'.
Kita harus siap untuk memahami bahwa sikap kita terhadap kematian sangat
menentukan sikap kita terhadap kehidupan, apakah Anda menyadari hal itu?
Cara Anda memahami kematian akan mempengaruhi cara Anda memahami
kehidupan. Ada orang yang tidak mau melayani Tuhan, mengapa? Jika Anda
telusuri lebih jauh, alasannya sama - takut akan penderitaan, takut akan
kematian yang bisa datang di saat sedang melayani Tuhan. Sungguh
mengerikan. Demikianlah, cara kita memahami kematian akan mempengaruhi
cara kita memahami kehidupan.
Sering kali, Anda cukup melihat apa yang akan terjadi ketika seseorang
tiba-tiba harus berhadapan dengan realitas kematian. Ketika dokter
berkata kepada Anda, "Maafkan saya, ada yang harus saya sampaikan kepada
Anda, Anda terkena kanker." Raut wajah orang itu akan memberitahu Anda
tentang sikap orang tersebut pada kehidupan, karena kedua hal tersbut
memang tidak terpisahkan. Dengan segera Anda akan tahu, pandangan
tentang kehidupan yang bagaimana yang selama ini dijalani oleh orang
tersebut.
Dan yang paling penting bagi kita, sebagai orang Kristen, adalah bahwa
sikap kita terhadap kematian secara total menpengaruhi kesaksian hidup
kita. Kesaksian macam apa yang masih tersisa dari Anda jika pada waktu
dokter berkata, bahwa Anda sedang menunggu ajal akibat kanker, lalu Anda
gemetar dan keringat Anda bercucuran? Lalu orang yang melihat Anda
berkata, "Hei, orang Kristen macam apa kamu? Kamu percaya pada
kebangkitan, tapi seperti inikah sikap kamu? Kamu percaya bahwa
Kristus mati untuk memusnahkan dia yang berkuasa atas maut dan untuk
membebaskan kamu dari ketakutan terhadap maut, tetapi seperti inikah
cara kamu bersikap? Haruskah mukamu pucat seperti itu? Beginikah cara
kamu menyambut maut?"
Anda lihat, segenap kesaksian hidup kita dipengaruhi oleh hal ini. Saya
beritahu Anda, saya ragu bahwa orang akan mau percaya pada iman Anda.
Apa pandangan mereka tentang kedalaman iman Anda dan tentang seberapa
besar keyakinan Anda bahwa Yesus telah memenangkan peperangan atas maut
- jika mereka melihat cara kita bersikap dalam keadaan seperti itu.
Bagaimana cara Anda akan bersikap?
Kita tidak perlu menanti sampai tiba saatnya di mana kita akan ditangkap
dan dihukum mati karena Injil. Pada waktu si penganiaya berkata, "Kamu
dihukum mati karena kamu orang Kristen," lalu kita jatuh pingsan.
Apa-apaan ini? Kekristenan macam apa ini? Anda adalah orang yang percaya
bahwa Yesus telah mati bagi dosa-dosa Anda dan membebaskan Anda dari
belenggu maut, namun seperti inikah Anda akan bersikap? Di manakah
kebenaran dari kesaksian Anda? Demikianlah, kita harus memahami bahwa
sikap kita terhadap kematian adalah bagian dari segenap kesaksian kita.
Kita tidak bisa memilih bentuk kematian kita
Selanjutnya, bagaimana cara kita bersiap menghadapi kematian? Ya, jika
kita ingin siap untuk mati, maka kita harus tahu pasti apa yang akan
terjadi. Kita tidak bisa memilih bentuk kematian kita. Anda mungkin
berkata, "Yah, saya harap saya bisa mati dengan cepat. Saya tidak mau
berlama-lama. Baiklah, arahkan senjatamu, bidik dengan baik. Jangan
sampai meleset! Aku takut dengan rasa sakit. Kursi listrik mungkin
terlalu lama; aku tidak begitu suka terkena setrum." Kebanyakan orang
siap untuk mati akibat serangan jantung - sangat cepat dan tuntas. Dan
lebih baik lagi jika Anda sedang tertidur ketika serangan jantung itu
terjadi. Anda tidak pernah bangun lagi dan Anda tidak pernah tahu apa
yang sedang terjadi. Kebanyakan orang begitu ketakutan memikirkan
penyakit kanker, yang membunuh Anda secara perlahan. "Oh, aku tidak
tahan memikirkannya. Dipersingkat saja. Kalau aku terkena kanker,
masukkanlah racun yang cukup kuat di dalam air miumku di pagi hari, aku
akan meminumnya, dan langsung mati, tanpa pernah bangun lagi." Celaka!
Kita tidak bisa memilih bentuk kematian kita, kecuali, tentu saja,
melainkan kita bunuh diri. Akan tetapi bunuh diri tidak bisa diterima di
lingkungan Kristen. Mengapa? Karena bunuh diri berarti mencabut nyawa
seseorang dari tangan Allah dan mengambil keputusan sendiri. Ini adalah
suatu penyangkalan terhadap iman. Iman berarti percaya kepada Allah, dan
mempercayai Allah dalam segala hal yang Dia nilai baik, dan kita
menjalaninya. Banyak orang non-Kristen yang melakukan hal tersebut, akan
tetapi sebagai orang Kristen, kita tidak bisa mengambil kebebasan
semacam ini.
Dan mungkin, hal yang paling mengerikan bagi kita tentang maut adalah
rasa sakitnya. Anda tahu bahwa tak ada kematian yang lebih kejam, lebih
menyakitkan dan lebih menyeramkan daripada penyaliban. Semua pemerintah
setuju bahwa penyaliban adalah cara yang paling tidak mausiawi untuk
membunuh seseorang, orang yang tergantung di kayu salib selama sekitar
tiga hari dan secara perlahan mengalami pendarahan sampai mati; sampai
dia kehilangan banyak cairan tubuh. Sungguh suatu kematian yang sangat
perlahan dan menyakitkan, lebih kejam dari segala sesuatu yang bisa
dibayangkan oleh manusia pada zaman itu. Dan Yesus justru mengalami
kematian yang semacam itu - dia disalibkan. Jadi Dia tahu persis apa
artinya mati, dan apa artinya mati dalam cara yang paling menyakitkan.
Tetapi Allah menciptakan tubuh manusia sedemikian rupa, sehingga ada
batas sampai di mana rasa sakit masih bisa ditanggung. Dan ketika rasa
sakit sudah mencapai titik itu, tubuh Anda akan menjadi mati rasa. Anda
jatuh pingsan. Dengan demikian, tubuh kita terlindungi dari keharusan
untuk merasakan kesakitan yang lebih parah lagi. Rasa sakit bisa menjadi
sangat menekan, sangat menyengsarakan, akan tetapi jika sudah melewati
batas toleransi itu, otak kita menghentikan kepekaan itu. Dengan
demikian, kita memiliki semacam perlindungan internal, oleh belas
kasihan Allah. Bagi kebanyakan dari kita, rasa sakit sangat tidak
mengenakkan. Titik batas itu mungkin jauh melampaui batas yang bersedia
kita tanggung. Jika sudah berhubungan dengan rasa sakit, tak seorang pun
dari antara kita yang menjadi pahlawan. Namun bolehkah kita, sebagai
orang Kristen, tidak mempercayakan hal itu kepada Tuhan? Apakah kita
sedang tidak melangkah dalam iman? Jika kita melangkah dengan iman, lalu
mengapa kita melangkah dalam ketakutan?
Pada saat mati, seorang Kristen langsung berada bersama dengan Kristus
Selanjutnya, mari kita masuk ke dalam pertanyaan ini,
"Apakah yang
terjadi pada diri seorang Kristen ketika dia mati?" Ini adalah
pertanyaan yang sangat penting. Tahukah Anda apa yang akan terjadi
ketika mati? Apakah Anda akan masuk ke dalam tidur panjang? Apakah Anda
akan menjadi hantu yang berterbangan? Apakah yang akan terjadi pada diri
Anda? Jawaban dari Kitab Suci tidak kabur sama sekali, sangatlah jelas.
Dan juga sangat mengherankan sehingga saya sendiri bingung mengapa ada
orang Kristen yang takut mati?
Jawaban dari Kitab Suci adalah bahwa, karena Yesus telah mati bagi kita,
dan membebaskan kita dari kuasa dosa dan maut, maka ketika orang Kristen
mati, secara jasmani, dia akan langsung berada bersama dengan Kristus.
Dan saya pikir bagi kebanyakan orang Kristen yang tidak menunjukkan
kesiapan untuk mati, bisa jadi karena mereka tidak suka berada bersama
dengan Kristus, yang berarti bahwa segenap pengakuan mereka tentang
kekristenan hanya merupakan suatu kemunafikan saja, atau mungkin, mereka
tidak tahu bahwa mereka akan berada bersama dengan Kristus. Saya ingin
memastikan bahwa Anda mengerti akan hal ini.
Paulus menyatakan hal ini dengan sama lugasnya seperti hal-hal yang
lainnya di dalam Filipi 1:23 - dan ini seharusnya merupakan ayat yang
akrab di telinga orang Kristen: Aku didesak dari dua pihak (entah
harus tinggal, yaitu tetap hidup atau harus mati): aku ingin pergi
(kata lain untuk 'mati') dan diam bersama-sama dengan
Kristus itu memang jauh lebih baik. Nah, apakah hal yang akan
terjadi pada orang Kristen? Pada waktu dia mati, dia pergi untuk
'bersama-sama dengan' Kristus. Apakah ini merupakan prospek yang buruk?
Saya pikir ini adalah suatu prospek yang sangat membahagiakan. Seperti
yang bisa Anda lihat, jika Anda memang mengasihi Yesus, dengan siapa
lagi Anda ingin berada jika bukan dengan dia yang Anda kasihi?
Bagi Paulus, penentu keputusannya bukanlah mana yang lebih baik, karena
bagi dia ini bukanlah suatu perbandingan. Jika Anda tanyakan kepadanya,
"Apakah lebih baik tetap hidup di dunia ini atau pergi untuk
bersama-sama dengan Kristus?" Jawabannya tidak ragu lagi, "Kalau kamu
memberiku pilihan, aku ingin pergi sekarang juga. Aku ingin sekarang
juga berada bersama-sama dengan Kristus, dia yang aku kasihi.
Satu-satunya alasan mengapa aku tetap tinggal adalah", dia melanjutkan
di dalam ayat 24, "tetapi lebih perlu untuk tinggal di dunia ini
karena kamu. Kalau aku tetap tinggal, itu semua demi kamu, tetapi
jika aku dapat memilih, percayalah, aku lebih suka pergi." Nah, ini
adalah sikap yang sangat berbeda tentang kematian, jika dibandingkan
dengan rata-rata orang Kristen, yang memohon, "Oh Tuhan, biarkan aku
tetap hidup, aku tidak mau mati, aku takut menghadap ke hadirat-Mu."
Kekristenan macam apa ini?
Di manakah dasar dari ajaran Paulus
ini? Apakah dia sengaja mengarang ajaran semacam ini? Tidak sama sekali.
Dia mendasarkan pengajarannya, seperti biasanya, dari ajaran Yesus
sendiri. Banyak dari antara kita yang tahu tentang Lukas 23:43, tentang
ucapan Yesus kepada orang yang disalib bersama-nya. Apakah hal yang
disampaikan oleh Yesus kepada orang ni? Dia bukanlah maling biasa, tentu
saja, dia adalah seorang pemberontak. Maling tidak akan dihukum dengan
penyaliban oleh penguasa Roma. Tak ada penjahat kelas teri yang dihukum
dengan cara ini. Mereka yang dihukum mati dengan penyaliban adalah para
pemberontak, yang menentang kekuasaan Roma. Itu adalah tindakan standar
pemerintah Roma dalam menangani mereka yang memberontak, atau yang
menghasut rakyat untuk memberontak di depan umum. Dan ketika pemberontak
ini sedang sekarat di kayu salib ini mengungkapkan imannya kepada Yesus,
Yesus berkata kepadanya, "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya hari ini juga
engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus." Anda
lihat kata-kata, "engkau akan ada bersama-sama dengan Aku," adalah
kata-kata yang persis sama dengan yang disampaikan oleh Paulus, "aku
ingin pergi dan diam bersama-sama dengan Kristus," Itulah
yang sedang dia sampaikan.
Dan kalimat, "Hari ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di
Firdaus", Paulus juga berbicara tentang seseorang yang benar-benar
sampai ke Firdaus, bukan setelah mati, melainkan sebelum mati. Anda bisa
menemukan ini di dalam 2 Korintus 12:4. Jadi, jika seseorang bisa sampai
ke Firdaus dan berada bersama-sama dengan Kristus di sana, walau untuk
sesaat tentunya dia akan lebih bisa menikmati hal itu setelah mati.
Apakah bayangan tentang pergi untuk ada bersama-sama dengan Kristus di
Firdaus benar-benar membuat Anda ketakutan? Atau, apakah kehidupan di
dunia ini lebih berharga bagi Anda? Manakah yang menjadi pilihan Anda?
Sebaiknya Anda bersikap jujur.
Sudah saya sampaikan bahwa sikap kita terhadap kematian tidak
terpisahkan dari sikap kita terhadap kehidupan. Dapatkah Anda
memahaminya? Orang yang mengaku mengasihi Yesus tetapi berkeras untuk
tetap hidup di dunia ini adalah orang yang munafik. Dia tidak menyatakan
kebenaran, bukankah demikian? Karena sudah tentu jika saya sangat
mengasihi dia, saya pasti akan rindu untuk bertemu dengan Kristus.
Itulah tepatnya sikap hati Paulus. Dia sangat rindu untuk pergi,
bukannya bertekad untuk tetap tinggal di dunia.
Kitab Suci menyebut mati dengan istilah tidur
Kematian, dari sudut pandang jasmani, dalam Kitab Suci disebut dengan
istilah tidur, jika ditujukan pada orang-orang Kristen. Apakah tertidur
merupakan hal yang mengerikan? Mengapa Kitab Suci menyebut mati dengan
istilah tidur? Ya, jika Anda amati orang yang sudah mati, Anda bisa
lihat bahwa dia terbaring di sana. Dia terlihat sangat tenang, bukankah
begitu? Saya yakin bahwa Anda tentu pernah melihat orang mati, mungkin
salah satu dari kerabat, teman atau orang tua Anda. Saya teringat
pertama kali saya melihat orang mati, saya diajak untuk melayat
bibi-nenek saya. Dia adalah orang yang sangat saya kasihi. Dia sangat
baik terhadap saya. Dan ketika dia meninggal, saya diajak untuk melayat.
Dia terbaring di atas ranjang, di dalam kamarnya, dan dia terlihat
begitu tenang dan damai, seolah-olah sedang tertidur.
Di dalam Kitab Suci, orang Kristen tidak disebut mati, orang Kristen
hanya dikatakan tidur. Dan penyebutan mati dengan istilah tidur dapat
Anda temui di dalam Alkitab, misalnya, di dalam 1 Korintus 15:20 dan 51,
1 Tesalonika 4:14, dan sebagainya. Jadi, sama halnya dengan tidur, tubuh
ini tidak lagi aktif secara sadar (consciously active). Jadi bagi orang
Kristen, ketika dia mati, tubuhnya tidak lagi aktif.
Pikiran kita akan tetap aktif, baik secara rohani maupun secara
intelektual
Namun perhatikanlah, gambaran tentang tidur sangatlah penting, karena di
saat Anda tidur, tubuh Anda memang tidak aktif tetapi pikiran Anda masih
sangat aktif. Anda bisa bermimpi. Malahan, beberapa orang mendapat
pemecahan masalah ketika sedang tidur. Sebenarnya, dari hal-hal semacam
inilah muncul istilah, "bawa tidur saja (sleep on it)." Jika Anda
tidak bisa memecahkan suatu masalah, bawa tidur saja. Mungkin Anda bisa
mendapatkan jawabannya ketika Anda bangun esok pagi. Saya seringkali
mengalami hal seperti ini. Saya sedang bergumul untuk memahami ayat-ayat
dalam Kitab Suci dan saya tidak bisa memahaminya, lalu saya tinggal
tidur saja. Pagi harinya, tiba-tiba saja, "Ah, aku tahu!" Saya bisa
memahami maksudnya, dan segera saja saya ambil pena serta buku catatan
dan mulai menuliskan semua itu. Ini memang nyata. Penjelasannya adalah
mungkin karena pada waktu kita tertidur, pikiran kita menjadi lebih
jernih, dan untuk alasan yang masih belum pasti, mungkin Allah telah
membekali kita dengan semacam kemampuan berpikir yang lebih jernih di
saat kita tertidur, sehingga ketika Anda terbangun esok paginya, jawaban
itu sudah tersedia.
Saya yakin bahwa banyak dari antara Anda yang pernah mengalami hal ini.
Namun dalam ruang lingkup rohani, Alkitab memberitahu kita bahwa Allah
berbicara kepada kita di dalam mimpi kita, dalam apa yang disebut
sebagai 'penglihatan malam'. Jika Anda melangkah bersama Tuhan, sering
kali Anda akan mendapati bahwa Tuhan telah menyampaikan sesuatu pada
Anda. Jadi, bukannya menjadi tidak aktif, pikiran Anda malah menjadi
sangat aktif di saat tidur, baik secara rohani mau pun secara
intelektual. Ini hal yang sangat menarik. Saya akan bacakan ayat dari
Ayub 33:14-15: Karena Allah berfirman dengan satu dua cara, tetapi
orang tidak memperhatikannya. Dalam mimpi, dalam penglihatan waktu
malam, bila orang nyenyak tidur, bila berbaring di atas tempat tidur,
sementara di ayat 16, maka Ia membuka telinga manusia dan mengejutkan
mereka dengan teguran-teguran (peringatan akan bahaya yang akan
datang, peringatan akan adanya bencana. Dia memperingatkan Anda lewat
mimpi-mimpi) (17) untuk menghalangi manusia dari pada perbuatannya,
dan melenyapkan kesombongan orang, (18) untuk menahan nyawanya
dari pada liang kubur, dan hidupnya dari pada maut oleh lembing."
Anda tahu, pada masa ketika saya belum menjadi Kristen, dan saya
bermaksud untuk melarikan diri dari China. Saat saya sedang berada di
kota Guang zhou, dengan seorang teman, bersiap-siap untuk pergi ke
Shenzhen esok harinya, untuk menyelundup pergi ke Hong Kong. Saya dan
teman saya berangkat subuh-subuh. Dan pada malam itu, saya mendapatkan
mimpi. Saya merasa sangat tidak enak. Sekalipun saya bukan orang Kristen
- namun seperti yang dikatakan dalam Ayub pasal 33 itu, Allah
berkomunikasi dengan Anda, sekalipun Anda mungkin tidak memahaminya -
saya benar-benar menyadari pada malam itu, bahkan di dalam tidur saya,
akan adanya hal yang tidak beres. Dan tentu saja, ternyata keesokan
paginya, segera setelah kami sampai di Shenzhen, kami ditangkap dan
dipenjarakan. Hidup saya nyaris berakhir saat itu, kalau saja Allah
tidak menyelamatkan saya. Allah mengubah hidup saya di saat saya sedang
berada di lapangan di dalam penjara. Di sini, kita bisa lihat hal
semacam itu, bahwa sekalipun saya bukan orang Kristen, Allah tetap
berbicara kepada saya pada malam itu. Bahkan di dalam tidur saya, Dia
berkomunikasi dengan saya, mengingatkan saya akan hal-hal yang akan
terjadi jika saya tetap berangkat. Yah, saya tidak pernah berpikir bahwa
saya memiliki indera keenam, atau ESP, atau apapun itu. Akan tetapi,
Allah memang berkomunikasi dengan kita. Ini bukanlah indera keenam atau
apapun itu. Allah berbicara kepada kita. Jika kita tidak mendengarkan
Dia di alam sadar kita, maka Dia akan berbicara kepada kita di alam
bawah sadar kita, yaitu, ketika tubuh kita terlihat sedang tidak aktif
sama sekali. Pikiran kita masih bekerja, akan tetapi kita tidak mengerti
bahwa Allah sedang berbicara kepada kita, namun Dia memang berbicara
kepada kita.
Tubuh kita menantikan saat dibangkitkan dalam tubuh yang tidak binasa
pada Hari itu
Demikianlah, hal ini membawa kita pada pemahaman yang jelas tentang apa
itu mati. Secara jasmani, kita akan terlihat seperti sedang tidur. Akan
tetapi, secara rohani kita tetap hidup. Dan sama halnya dengan orang
yang tidur, pikiran kita masihlah aktif, baik secara rohani maupun
secara intelektual. Di sinilah kedua gambaran itu bisa disatukan. Saat
kita pergi untuk ada bersama-sama dengan Kristus, kita menikmati
manisnya persekutuan dengan dia, sekalipun tubuh kita, untuk sementara,
jatuh tertidur. Dan tubuh kita sedang menanti fajar kebangkitan yang
baru, ketika masa kejayaan dosa sudah berakhir, dan hari baru
keselamatan Allah telah terbit. Tubuh kita akan dibangkitkan, tidak sama
dengan yang sekarang, sebagaimana yang dikatakan oleh Paulus dalam 1
Korintus 15, "dibangkitkan dalam ketidakbinasaan". Kita mengenakan tubuh
rohani yang baru, kita akan bangkit dengan tubuh baru yang tidak akan
tunduk kepada maut.
Tidak kira dari segi mana pun Anda menelitinya, prospek kita sangatlah
mulia, sehingga sangatlah sulit memahami mengapa ada orang masih takut
kepada maut, kecuali jika dia orang yang munafik atau orang yang masih
belum mengerti apa itu mati. Seorang Kristen, sedikit pun, tidak perlu
takut pada maut. Kematian Kristus telah menyingkirkan semua alasan untuk
menjadi takut pada maut. Demikianlah, kita memiliki masa depan yang
sangat cemerlang.
Makna 'tidur': Menikmati secara penuh manisnya kebersamaan dengan Allah
dan Yesus
Kita akan menutupnya dengan poin yang terakhir ini. Jika kita
membandingkan gambaran tentang hidup dan keadaan terjaga, dan keadaan
mati sebagai keadaan tidur, mungkin kita akan berkata, "Yah, sangatlah
menyegarkan tidur itu, akan tetapi saya lebih suka terjaga. Jadi, jika
dibandingkan, saya tetap lebih suka terjaga." Tidak. Perbandingan itu
jelas tidak memadai. Perbandingan itu hanya untuk menunjukkan bahwa di
saat kita tertidur, keaktifan kita secara mental atau rohani tidak
berhenti. Ini tidak dimaksudkan untuk menjadi perbandingan secara
menyeluruh, karena berada bersama-sama dengan Kristus tidak boleh
dibayangkan hanya bisa terjadi di dalam mimpi, di dalam keberadaan yang
tidak jelas. Berada bersama-sama dengan Kristus berarti, seperti yang
Yesus katakan, "Ada bersama-sama dengan Aku di Firdaus", di dalam
keberadaan yang sepenuhnya nyata. Mungkin dapat digambarkan bahwa saat
kita secara jasmani tertidur, kita masuk ke dalam persekutuan yang manis
dan akrab dengan Allah, perbandingan dengan mimpi hanya merupakan suatu
perumpamaan saja. Sama sekali tidak bermakna bahwa persekutuan dengan
Yesus itu terjadi dalam keberadaan yang kabur serta tidak jelas.
Di Filipi 1:23, Paulus malah berkata: pergi dan diam bersama-sama
dengan Kristus itu memang jauh lebih baik. Bukan sekadar
lebih baik saja, tetapi jauh lebih baik. Rex Zurich, dalam
bukunya Analysis of The Greek New Testament (Analisa terhadap
Perjanjian Baru berbahasa Yunani) menerjemahkan kata 'jauh lebih baik
(far better, RSV)' dengan ungkapan 'tak terkirakan baiknya (infinitely
better) untuk mengungkapkan penekanan makna di dalam bahasa
Yunaninya. Memang tak terkirakan baiknya. Paulus berkata bahwa
"bersama-sama dengan Kristus" - sekali pun tubuh ini masih menantikan
kebangkitan di saat tidurnya, akan tetapi ia benar-benar berada dalam
kesadaran penuh saat berada 'bersama-sama dengan Kristus' di dalam
kepenuhan sukacita dan kemanisannya di Firdaus - itu jauh lebih baik
daripada segala sesuatu yang bisa Anda nikmati di bumi ini sekarang.
Perhatikanlah penerapan dari makna ungkapan ini. Jelaslah jauh
lebih baik berada bersam-sama dengan Kristus, Paulus berkata, "Aku
tidak
akan ragu-ragu memilih antara hidup di dunia ini [dengan bersam-sama
dengan Kristus], walau dunia menawarkan segala-galanya," - Anda bisa
menikmati coklat, es krim, mengendarai mobil mewah dan bermain hujan.
Segala hal-hal yang mungkin menyenangkan hati Anda - menikmati musik
dan
film di layar LCD - Anda bisa isi terus daftar kesenangan itu, tetapi
dia akan berkata, "Jauh lebih baik bersama-sama dengan Kristus. Kalau
kamu berbicara tentang coklat dan sebagainya, aku tidak tertarik
dengan
itu semua." Ada bersama-sama dengan Kristus - itulah perbandingannya.
Mungkin Anda berkata, "Bagaimana jika dibandingkan dengan memenangkan
Undian berhadiah? Anda bisa menikmati jutaan rupiah untuk
dibelanjakan!
Anda bisa pergi ke Monte Carlo, Acapulco, Anda bisa menikmati kapal
pesiar Anda sambil dilayani para pelayan." Dan Paulus akan berkata,
"Lupakan saja! Berada bersama-sama dengan Kristus jauh lebih baik." Lalu
Anda berkata, "Coba saya pikirkan dulu sesuatu yang lain, mungkin ..."
Dan
dia akan tetap berkata, "Lupakan saja! Tidak perlu membuang-buang
waktu
dan tenaga. Bersama-sama dengan Kristus jauh lebih baik!"
Anda mungkin berkata, "Paulus, Paulus, mungkin Anda belum mengerti
kesenangan duniawi. Biar saya beritahu dulu tentang kesenangan dunia."
Paulus sudah pernah menikmati hidup yang sangat menyenangkan. Dia akan
berkata, "Aku pernah menikmati hidup dalam berkelimpahan harta, dan juga
dalam kemelaratan." Dia juga pernah menikmati kemewahan. Paulus juga
mengenal hidup mewah. Dia pernah berada dalam lingkungan kalangan atas
pada zamannya, kalangan teratas di tengah-tengah masyarakatnya. Dia tahu
apa itu hidup mewah. Jangan mengira bahwa dia berasal dari kalangan
kelas bawah sehingga dia tidak mengerti apa itu hidup mewah. Namun dia
akan berkata, "Setelah kamu menikmati semua itu, kamu akan berkata bahwa
bersama-sama dengan Kristus jauh lebih baik."
Apakah pilihan Anda?
Perhatikanlah ucapan ini: Apakah pilihan Anda? Jika Anda memilih untuk
berkata, "Yah, memang cukup menyenangkan bersama-sama dengan Kristus,
tapi kupikir, aku masih lebih suka es krim. Tetapi aku masih suka untuk
datang dan bertemu dengan saudara-saudari di gereja setiap hari Minggu.
Benar, aku suka melihat mereka di gereja! Aku senang bertemu dengan
Kristus, tapi itu bisa dilakukan nanti saja. Di masa kekal nanti, ada
cukup banyak waktu untuk bertemu dengannya." Hal itu memperlihatkan
seperti apa cara berpikir Anda, seperti apa kehidupan Kristen Anda.
Jujur saja dengan diri Anda masing-masing, sudahkah kita dibebaskan dari
belenggu ketakutan terhadap maut?
SELESAI
Sumber: Cahaya Pengharapan Ministries www.cahayapengharapan.org
0 komentar:
Posting Komentar