Home » , » Apakah Dampak Kematian Yesus bagi Kita? Bagian 2 (Selesai)

Apakah Dampak Kematian Yesus bagi Kita? Bagian 2 (Selesai)

Ditulis Oleh Admin pada Kamis, 28 Maret 2013 | 10:30


Sikap Anda terhadap kematian akan menentukan sikap Anda terhadap kehidupan
Sangatlah penting bagi seorang Kristen untuk memahami apa yang akan terjadi saat mati. Cukup lama saya tidak memiliki petunjuk tentang apa yang terjadi pada saat mati. Saya tahu pada suatu hari, kita akan dibangkitkan. Akan tetapi apakah yang terjadi pada saat mati? Kemanakah kita pergi? Apakah kita akan masuk ke dalam tidur yang panjang? Kita akan hibernasi sampai dengan kedatangan Yesus. Orang-orang kudus yang mati sekitar 2.000 tahun yang lalu masih berhibernasi sampai kini, seperti beruang yang tidur panjang di musim dingin, menunggu datangnya musim semi. Sungguh tidak beruntung mereka yang harus tidur sampai 2.000 tahun. Kita sendiri mungkin hanya perlu berhibernasi selama 20, atau mungkin ada sebagian yang hanya 2 tahun. Jadi, ada satu masa penantian yang panjang! Apakah yang terjadi pada orang-orang kudus ketika mereka mati? Tahukah Anda apa jawaban untuk itu? Tahukah Anda bagaimana cara memahami kematian?

Mmengapa kita ingin mengurusi persoalan ini? Karena rasa takut mati adalah hal yang paling melumpuhkan di dalam kehidupan Kristen. Ingatkah Anda akan kutipan yang sedang kita bahas, yaitu Ibrani 2:14-15? Iblis mampu menjerat Anda melalui rasa takut akan maut ini. Takut mati bukan sekadar rasa takut akan saat-saat menjelang ajal. Sebagai contoh, mengapa kita menyimpan banyak uang? Karena kita takut akan kelaparan dan mati sebelum waktunya. Atau mungkin, kita ingin mati secara nikmat, bukannya dalam keadaan sengsara; mungkin Anda ingin mati di atas kasur air, mati dengan nyaman. Belakangan ini, ada kasur yang bisa melakukan banyak hal, dengan menekan tombol kasur itu akan mulai memijat. Mungkin itu cara yang nyaman untuk mati. Atau, mungkin Anda ingin mati dalam kehangatan, dan bukannya mati kedinginan. Anda lihat, rasa takut mati tidak hanya terbatas pada 'saat menjelang ajal'.

Kita harus siap untuk memahami bahwa sikap kita terhadap kematian sangat menentukan sikap kita terhadap kehidupan, apakah Anda menyadari hal itu? Cara Anda memahami kematian akan mempengaruhi cara Anda memahami kehidupan. Ada orang yang tidak mau melayani Tuhan, mengapa? Jika Anda telusuri lebih jauh, alasannya sama -  takut akan penderitaan, takut akan kematian yang bisa datang di saat sedang melayani Tuhan. Sungguh mengerikan. Demikianlah, cara kita memahami kematian akan mempengaruhi cara kita memahami kehidupan. 

Sering kali, Anda cukup melihat apa yang akan terjadi ketika seseorang tiba-tiba harus berhadapan dengan realitas kematian. Ketika dokter berkata kepada Anda, "Maafkan saya, ada yang harus saya sampaikan kepada Anda, Anda terkena kanker." Raut wajah orang itu akan memberitahu Anda tentang sikap orang tersebut pada kehidupan, karena kedua hal tersbut memang tidak terpisahkan. Dengan segera Anda akan tahu, pandangan tentang kehidupan yang bagaimana yang selama ini dijalani oleh orang tersebut. 

Dan yang paling penting bagi kita, sebagai orang Kristen, adalah bahwa sikap kita terhadap kematian secara total menpengaruhi kesaksian hidup kita. Kesaksian macam apa yang masih tersisa dari Anda jika pada waktu dokter berkata, bahwa Anda sedang menunggu ajal akibat kanker, lalu Anda gemetar dan keringat Anda bercucuran? Lalu orang yang melihat Anda berkata, "Hei, orang Kristen macam apa kamu? Kamu percaya pada kebangkitan, tapi seperti inikah sikap kamu? Kamu percaya bahwa Kristus mati untuk memusnahkan dia yang berkuasa atas maut dan untuk membebaskan kamu dari ketakutan terhadap maut, tetapi seperti inikah cara kamu bersikap? Haruskah mukamu pucat seperti itu? Beginikah cara kamu menyambut maut?" 

Anda lihat, segenap kesaksian hidup kita dipengaruhi oleh hal ini. Saya beritahu Anda, saya ragu bahwa orang akan mau percaya pada iman Anda. Apa pandangan mereka tentang kedalaman iman Anda dan tentang seberapa besar keyakinan Anda bahwa Yesus telah memenangkan peperangan atas maut -  jika mereka melihat cara kita bersikap dalam keadaan seperti itu. Bagaimana cara Anda akan bersikap?

Kita tidak perlu menanti sampai tiba saatnya di mana kita akan ditangkap dan dihukum mati karena Injil. Pada waktu si penganiaya berkata, "Kamu dihukum mati karena kamu orang Kristen," lalu kita jatuh pingsan. Apa-apaan ini? Kekristenan macam apa ini? Anda adalah orang yang percaya bahwa Yesus telah mati bagi dosa-dosa Anda dan membebaskan Anda dari belenggu maut, namun seperti inikah Anda akan bersikap? Di manakah kebenaran dari kesaksian Anda? Demikianlah, kita harus memahami bahwa sikap kita terhadap kematian adalah bagian dari segenap kesaksian kita.

Kita tidak bisa memilih bentuk kematian kita
Selanjutnya, bagaimana cara kita bersiap menghadapi kematian? Ya, jika kita ingin siap untuk mati, maka kita harus tahu pasti apa yang akan terjadi. Kita tidak bisa memilih bentuk kematian kita. Anda mungkin berkata, "Yah, saya harap saya bisa mati dengan cepat. Saya tidak mau berlama-lama. Baiklah, arahkan senjatamu, bidik dengan baik. Jangan sampai meleset! Aku takut dengan rasa sakit. Kursi listrik mungkin terlalu lama; aku tidak begitu suka terkena setrum." Kebanyakan orang siap untuk mati akibat serangan jantung -  sangat cepat dan tuntas. Dan lebih baik lagi jika Anda sedang tertidur ketika serangan jantung itu terjadi. Anda tidak pernah bangun lagi dan Anda tidak pernah tahu apa yang sedang terjadi. Kebanyakan orang begitu ketakutan memikirkan penyakit kanker, yang membunuh Anda secara perlahan. "Oh, aku tidak tahan memikirkannya. Dipersingkat saja. Kalau aku terkena kanker, masukkanlah racun yang cukup kuat di dalam air miumku di pagi hari, aku akan meminumnya, dan langsung mati, tanpa pernah bangun lagi." Celaka! Kita tidak bisa memilih bentuk kematian kita, kecuali, tentu saja, melainkan kita bunuh diri. Akan tetapi bunuh diri tidak bisa diterima di lingkungan Kristen. Mengapa? Karena bunuh diri berarti mencabut nyawa seseorang dari tangan Allah dan mengambil keputusan sendiri. Ini adalah suatu penyangkalan terhadap iman. Iman berarti percaya kepada Allah, dan mempercayai Allah dalam segala hal yang Dia nilai baik, dan kita menjalaninya. Banyak orang non-Kristen yang melakukan hal tersebut, akan tetapi sebagai orang Kristen, kita tidak bisa mengambil kebebasan semacam ini.

Dan mungkin, hal yang paling mengerikan bagi kita tentang maut adalah rasa sakitnya. Anda tahu bahwa tak ada kematian yang lebih kejam, lebih menyakitkan dan lebih menyeramkan daripada penyaliban. Semua pemerintah setuju bahwa penyaliban adalah cara yang paling tidak mausiawi untuk membunuh seseorang, orang yang tergantung di kayu salib selama sekitar tiga hari dan secara perlahan mengalami pendarahan sampai mati; sampai dia kehilangan banyak cairan tubuh. Sungguh suatu kematian yang sangat perlahan dan menyakitkan, lebih kejam dari segala sesuatu yang bisa dibayangkan oleh manusia pada zaman itu. Dan Yesus justru mengalami kematian yang semacam itu -  dia disalibkan. Jadi Dia tahu persis apa artinya mati, dan apa artinya mati dalam cara yang paling menyakitkan. 

Tetapi Allah menciptakan tubuh manusia sedemikian rupa, sehingga ada batas sampai di mana rasa sakit masih bisa ditanggung. Dan ketika rasa sakit sudah mencapai titik itu, tubuh Anda akan menjadi mati rasa. Anda jatuh pingsan. Dengan demikian, tubuh kita terlindungi dari keharusan untuk merasakan kesakitan yang lebih parah lagi. Rasa sakit bisa menjadi sangat menekan, sangat menyengsarakan, akan tetapi jika sudah melewati batas toleransi itu, otak kita menghentikan kepekaan itu. Dengan demikian, kita memiliki semacam perlindungan internal, oleh belas kasihan Allah. Bagi kebanyakan dari kita, rasa sakit sangat tidak mengenakkan. Titik batas itu mungkin jauh melampaui batas yang bersedia kita tanggung. Jika sudah berhubungan dengan rasa sakit, tak seorang pun dari antara kita yang menjadi pahlawan. Namun bolehkah kita, sebagai orang Kristen, tidak mempercayakan hal itu kepada Tuhan? Apakah kita sedang tidak melangkah dalam iman? Jika kita melangkah dengan iman, lalu mengapa kita melangkah dalam ketakutan?

Pada saat mati, seorang Kristen langsung berada bersama dengan Kristus
Selanjutnya, mari kita masuk ke dalam pertanyaan ini, "Apakah yang terjadi pada diri seorang Kristen ketika dia mati?" Ini adalah pertanyaan yang sangat penting. Tahukah Anda apa yang akan terjadi ketika mati? Apakah Anda akan masuk ke dalam tidur panjang? Apakah Anda akan menjadi hantu yang berterbangan? Apakah yang akan terjadi pada diri Anda? Jawaban dari Kitab Suci tidak kabur sama sekali, sangatlah jelas. Dan juga sangat mengherankan sehingga saya sendiri bingung mengapa ada orang Kristen yang takut mati? 

Jawaban dari Kitab Suci adalah bahwa, karena Yesus telah mati bagi kita, dan membebaskan kita dari kuasa dosa dan maut, maka ketika orang Kristen mati, secara jasmani, dia akan langsung berada bersama dengan Kristus. Dan saya pikir bagi kebanyakan orang Kristen yang tidak menunjukkan kesiapan untuk mati, bisa jadi karena mereka tidak suka berada bersama dengan Kristus, yang berarti bahwa segenap pengakuan mereka tentang kekristenan hanya merupakan suatu kemunafikan saja, atau mungkin, mereka tidak tahu bahwa mereka akan berada bersama dengan Kristus. Saya ingin memastikan bahwa Anda mengerti akan hal ini.

Paulus menyatakan hal ini dengan sama lugasnya seperti hal-hal yang lainnya di dalam Filipi 1:23 -  dan ini seharusnya merupakan ayat yang akrab di telinga orang Kristen: Aku didesak dari dua pihak (entah harus tinggal, yaitu tetap hidup atau harus mati): aku ingin pergi (kata lain untuk 'mati') dan diam bersama-sama dengan Kristus itu memang jauh lebih baik. Nah, apakah hal yang akan terjadi pada orang Kristen? Pada waktu dia mati, dia pergi untuk 'bersama-sama dengan' Kristus. Apakah ini merupakan prospek yang buruk? Saya pikir ini adalah suatu prospek yang sangat membahagiakan. Seperti yang bisa Anda lihat, jika Anda memang mengasihi Yesus, dengan siapa lagi Anda ingin berada jika bukan dengan dia yang Anda kasihi? 
 
Bagi Paulus, penentu keputusannya bukanlah mana yang lebih baik, karena bagi dia ini bukanlah suatu perbandingan. Jika Anda tanyakan kepadanya, "Apakah lebih baik tetap hidup di dunia ini atau pergi untuk bersama-sama dengan Kristus?" Jawabannya tidak ragu lagi, "Kalau kamu memberiku pilihan, aku ingin pergi sekarang juga. Aku ingin sekarang juga berada bersama-sama dengan Kristus, dia yang aku kasihi. Satu-satunya alasan mengapa aku tetap tinggal adalah", dia melanjutkan di dalam ayat 24, "tetapi lebih perlu untuk tinggal di dunia ini karena kamu. Kalau aku tetap tinggal, itu semua demi kamu, tetapi jika aku dapat memilih, percayalah, aku lebih suka pergi." Nah, ini adalah sikap yang sangat berbeda tentang kematian, jika dibandingkan dengan rata-rata orang Kristen, yang memohon, "Oh Tuhan, biarkan aku tetap hidup, aku tidak mau mati, aku takut menghadap ke hadirat-Mu." Kekristenan macam apa ini? 

Di manakah dasar dari ajaran Paulus ini? Apakah dia sengaja mengarang ajaran semacam ini? Tidak sama sekali. Dia mendasarkan pengajarannya, seperti biasanya, dari ajaran Yesus sendiri. Banyak dari antara kita yang tahu tentang Lukas 23:43, tentang ucapan Yesus kepada orang yang disalib bersama-nya. Apakah hal yang disampaikan oleh Yesus kepada orang ni? Dia bukanlah maling biasa, tentu saja, dia adalah seorang pemberontak. Maling tidak akan dihukum dengan penyaliban oleh penguasa Roma. Tak ada penjahat kelas teri yang dihukum dengan cara ini. Mereka yang dihukum mati dengan penyaliban adalah para pemberontak, yang menentang kekuasaan Roma. Itu adalah tindakan standar pemerintah Roma dalam menangani mereka yang memberontak, atau yang menghasut rakyat untuk memberontak di depan umum. Dan ketika pemberontak ini sedang sekarat di kayu salib ini mengungkapkan imannya kepada Yesus, Yesus berkata kepadanya, "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya hari ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus." Anda lihat kata-kata, "engkau akan ada bersama-sama dengan Aku," adalah kata-kata yang persis sama dengan yang disampaikan oleh Paulus, "aku ingin pergi dan diam bersama-sama dengan Kristus," Itulah yang sedang dia sampaikan.

Dan kalimat, "Hari ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di Firdaus", Paulus juga berbicara tentang seseorang yang benar-benar sampai ke Firdaus, bukan setelah mati, melainkan sebelum mati. Anda bisa menemukan ini di dalam 2 Korintus 12:4. Jadi, jika seseorang bisa sampai ke Firdaus dan berada bersama-sama dengan Kristus di sana, walau untuk sesaat tentunya dia akan lebih bisa menikmati hal itu setelah mati. Apakah bayangan tentang pergi untuk ada bersama-sama dengan Kristus di Firdaus benar-benar membuat Anda ketakutan? Atau, apakah kehidupan di dunia ini lebih berharga bagi Anda? Manakah yang menjadi pilihan Anda? Sebaiknya Anda bersikap jujur.
Sudah saya sampaikan bahwa sikap kita terhadap kematian tidak terpisahkan dari sikap kita terhadap kehidupan. Dapatkah Anda memahaminya? Orang yang mengaku mengasihi Yesus tetapi berkeras untuk tetap hidup di dunia ini adalah orang yang munafik. Dia tidak menyatakan kebenaran, bukankah demikian? Karena sudah tentu jika saya sangat mengasihi dia, saya pasti akan rindu untuk bertemu dengan Kristus. Itulah tepatnya sikap hati Paulus. Dia sangat rindu untuk pergi, bukannya bertekad untuk tetap tinggal di dunia.

Kitab Suci menyebut mati dengan istilah tidur
Kematian, dari sudut pandang jasmani, dalam Kitab Suci disebut dengan istilah tidur, jika ditujukan pada orang-orang Kristen. Apakah tertidur merupakan hal yang mengerikan? Mengapa Kitab Suci menyebut mati dengan istilah tidur? Ya, jika Anda amati orang yang sudah mati, Anda bisa lihat bahwa dia terbaring di sana. Dia terlihat sangat tenang, bukankah begitu? Saya yakin bahwa Anda tentu pernah melihat orang mati, mungkin salah satu dari kerabat, teman atau orang tua Anda. Saya teringat pertama kali saya melihat orang mati, saya diajak untuk melayat bibi-nenek saya. Dia adalah orang yang sangat saya kasihi. Dia sangat baik terhadap saya. Dan ketika dia meninggal, saya diajak untuk melayat. Dia terbaring di atas ranjang, di dalam kamarnya, dan dia terlihat begitu tenang dan damai, seolah-olah sedang tertidur. 

Di dalam Kitab Suci, orang Kristen tidak disebut mati, orang Kristen hanya dikatakan tidur. Dan penyebutan mati dengan istilah tidur dapat Anda temui di dalam Alkitab, misalnya, di dalam 1 Korintus 15:20 dan 51, 1 Tesalonika 4:14, dan sebagainya. Jadi, sama halnya dengan tidur, tubuh ini tidak lagi aktif secara sadar (consciously active). Jadi bagi orang Kristen, ketika dia mati, tubuhnya tidak lagi aktif.

Pikiran kita akan tetap aktif, baik secara rohani maupun secara intelektual
Namun perhatikanlah, gambaran tentang tidur sangatlah penting, karena di saat Anda tidur, tubuh Anda memang tidak aktif tetapi pikiran Anda masih sangat aktif. Anda bisa bermimpi. Malahan, beberapa orang mendapat pemecahan masalah ketika sedang tidur. Sebenarnya, dari hal-hal semacam inilah muncul istilah, "bawa tidur saja (sleep on it)." Jika Anda tidak bisa memecahkan suatu masalah, bawa tidur saja. Mungkin Anda bisa mendapatkan jawabannya ketika Anda bangun esok pagi. Saya seringkali mengalami hal seperti ini. Saya sedang bergumul untuk memahami ayat-ayat dalam Kitab Suci dan saya tidak bisa memahaminya, lalu saya tinggal tidur saja. Pagi harinya, tiba-tiba saja, "Ah, aku tahu!" Saya bisa memahami maksudnya, dan segera saja saya ambil pena serta buku catatan dan mulai menuliskan semua itu. Ini memang nyata. Penjelasannya adalah  mungkin karena pada waktu kita tertidur, pikiran kita menjadi lebih jernih, dan untuk alasan yang masih belum pasti, mungkin Allah telah membekali kita dengan semacam kemampuan berpikir yang lebih jernih di saat kita tertidur, sehingga ketika Anda terbangun esok paginya, jawaban itu sudah tersedia. 

Saya yakin bahwa banyak dari antara Anda yang pernah mengalami hal ini. Namun dalam ruang lingkup rohani, Alkitab memberitahu kita bahwa Allah berbicara kepada kita di dalam mimpi kita, dalam apa yang disebut sebagai 'penglihatan malam'. Jika Anda melangkah bersama Tuhan, sering kali Anda akan mendapati bahwa Tuhan telah menyampaikan sesuatu pada Anda. Jadi, bukannya menjadi tidak aktif, pikiran Anda malah menjadi sangat aktif di saat tidur, baik secara rohani mau pun secara intelektual. Ini hal yang sangat menarik. Saya akan bacakan ayat dari Ayub 33:14-15: Karena Allah berfirman dengan satu dua cara, tetapi orang tidak memperhatikannya. Dalam mimpi, dalam penglihatan waktu malam, bila orang nyenyak tidur, bila berbaring di atas tempat tidur, sementara di ayat 16, maka Ia membuka telinga manusia dan mengejutkan mereka dengan teguran-teguran (peringatan akan bahaya yang akan datang, peringatan akan adanya bencana. Dia memperingatkan Anda lewat mimpi-mimpi) (17) untuk menghalangi manusia dari pada perbuatannya, dan melenyapkan kesombongan orang,  (18) untuk menahan nyawanya dari pada liang kubur, dan hidupnya dari pada maut oleh lembing."

Anda tahu, pada masa ketika saya belum menjadi Kristen, dan saya bermaksud untuk melarikan diri dari China. Saat saya sedang berada di kota Guang zhou, dengan seorang teman, bersiap-siap untuk pergi ke Shenzhen esok harinya, untuk menyelundup pergi ke Hong Kong. Saya dan teman saya berangkat subuh-subuh. Dan pada malam itu, saya mendapatkan mimpi. Saya merasa sangat tidak enak. Sekalipun saya bukan orang Kristen -  namun seperti yang dikatakan dalam Ayub pasal 33 itu, Allah berkomunikasi dengan Anda, sekalipun Anda mungkin tidak memahaminya -  saya benar-benar menyadari pada malam itu, bahkan di dalam tidur saya, akan adanya hal yang tidak beres. Dan tentu saja, ternyata keesokan paginya, segera setelah kami sampai di Shenzhen, kami ditangkap dan dipenjarakan. Hidup saya nyaris berakhir saat itu, kalau saja Allah tidak menyelamatkan saya. Allah mengubah hidup saya di saat saya sedang berada di lapangan di dalam penjara. Di sini, kita bisa lihat hal semacam itu, bahwa sekalipun saya bukan orang Kristen, Allah tetap berbicara kepada saya pada malam itu. Bahkan di dalam tidur saya, Dia berkomunikasi dengan saya, mengingatkan saya akan hal-hal yang akan terjadi jika saya tetap berangkat. Yah, saya tidak pernah berpikir bahwa saya memiliki indera keenam, atau ESP, atau apapun itu. Akan tetapi, Allah memang berkomunikasi dengan kita. Ini bukanlah indera keenam atau apapun itu. Allah berbicara kepada kita. Jika kita tidak mendengarkan Dia di alam sadar kita, maka Dia akan berbicara kepada kita di alam bawah sadar kita, yaitu, ketika tubuh kita terlihat sedang tidak aktif sama sekali. Pikiran kita masih bekerja, akan tetapi kita tidak mengerti bahwa Allah sedang berbicara kepada kita, namun Dia memang berbicara kepada kita.

Tubuh kita menantikan saat dibangkitkan dalam tubuh yang tidak binasa pada Hari itu
Demikianlah, hal ini membawa kita pada pemahaman yang jelas tentang apa itu mati. Secara jasmani, kita akan terlihat seperti sedang tidur. Akan tetapi, secara rohani kita tetap hidup. Dan sama halnya dengan orang yang tidur, pikiran kita masihlah aktif, baik secara rohani maupun secara intelektual. Di sinilah kedua gambaran itu bisa disatukan. Saat kita pergi untuk ada bersama-sama dengan Kristus, kita menikmati manisnya persekutuan dengan dia, sekalipun tubuh kita, untuk sementara, jatuh tertidur. Dan tubuh kita sedang menanti fajar kebangkitan yang baru, ketika masa kejayaan dosa sudah berakhir, dan hari baru keselamatan Allah telah terbit. Tubuh kita akan dibangkitkan, tidak sama dengan yang sekarang, sebagaimana yang dikatakan oleh Paulus dalam 1 Korintus 15, "dibangkitkan dalam ketidakbinasaan". Kita mengenakan tubuh rohani yang baru, kita akan bangkit dengan tubuh baru yang tidak akan tunduk kepada maut. 

Tidak kira dari segi mana pun Anda menelitinya, prospek kita sangatlah mulia, sehingga sangatlah sulit memahami mengapa ada orang masih takut kepada maut, kecuali jika dia orang yang munafik atau orang yang masih belum mengerti apa itu mati. Seorang Kristen, sedikit pun,  tidak perlu takut pada maut. Kematian Kristus telah menyingkirkan semua alasan untuk menjadi takut pada maut. Demikianlah, kita memiliki masa depan yang sangat cemerlang.

Makna 'tidur': Menikmati secara penuh manisnya kebersamaan dengan Allah dan Yesus
Kita akan menutupnya dengan poin yang terakhir ini. Jika kita membandingkan gambaran tentang hidup dan keadaan terjaga, dan keadaan mati sebagai keadaan tidur, mungkin kita akan berkata, "Yah, sangatlah menyegarkan tidur itu, akan tetapi saya lebih suka terjaga. Jadi, jika dibandingkan, saya tetap lebih suka terjaga." Tidak. Perbandingan itu jelas tidak memadai. Perbandingan itu hanya untuk menunjukkan bahwa di saat kita tertidur, keaktifan kita secara mental atau rohani tidak berhenti. Ini tidak dimaksudkan untuk menjadi perbandingan secara menyeluruh, karena berada bersama-sama dengan Kristus tidak boleh dibayangkan hanya bisa terjadi di dalam mimpi, di dalam keberadaan yang tidak jelas. Berada bersama-sama dengan Kristus berarti, seperti yang Yesus katakan, "Ada bersama-sama dengan Aku di Firdaus", di dalam keberadaan yang sepenuhnya nyata. Mungkin dapat digambarkan bahwa saat kita secara jasmani tertidur, kita masuk ke dalam persekutuan yang manis dan akrab dengan Allah, perbandingan dengan mimpi hanya merupakan suatu perumpamaan saja. Sama sekali tidak bermakna bahwa persekutuan dengan Yesus itu terjadi dalam keberadaan yang kabur serta tidak jelas.

Di Filipi 1:23, Paulus malah berkata: pergi dan diam bersama-sama dengan Kristus itu memang jauh lebih baik. Bukan sekadar lebih baik saja, tetapi jauh lebih baik. Rex Zurich, dalam bukunya Analysis of The Greek New Testament (Analisa terhadap Perjanjian Baru berbahasa Yunani) menerjemahkan kata 'jauh lebih baik (far better, RSV)' dengan ungkapan 'tak terkirakan baiknya (infinitely better) untuk mengungkapkan penekanan makna di dalam bahasa Yunaninya. Memang tak terkirakan baiknya. Paulus berkata bahwa "bersama-sama dengan Kristus" -  sekali pun tubuh ini masih menantikan kebangkitan di saat tidurnya, akan tetapi ia benar-benar berada dalam kesadaran penuh saat berada 'bersama-sama dengan Kristus' di dalam kepenuhan sukacita dan kemanisannya di Firdaus -  itu jauh lebih baik daripada segala sesuatu yang bisa Anda nikmati di bumi ini sekarang.
Perhatikanlah penerapan dari makna ungkapan ini. Jelaslah jauh lebih baik berada bersam-sama dengan Kristus, Paulus berkata, "Aku tidak akan ragu-ragu memilih antara hidup di dunia ini [dengan bersam-sama dengan Kristus], walau dunia menawarkan segala-galanya," -  Anda bisa menikmati coklat, es krim, mengendarai mobil mewah dan bermain hujan. Segala hal-hal yang mungkin menyenangkan hati Anda - menikmati musik dan film di layar LCD -  Anda bisa isi terus daftar kesenangan itu, tetapi dia akan berkata, "Jauh lebih baik bersama-sama dengan Kristus. Kalau kamu berbicara tentang coklat dan sebagainya, aku tidak tertarik dengan itu semua." Ada bersama-sama dengan Kristus -  itulah perbandingannya. Mungkin Anda berkata, "Bagaimana jika dibandingkan dengan memenangkan Undian berhadiah? Anda bisa menikmati jutaan rupiah untuk dibelanjakan! Anda bisa pergi ke Monte Carlo, Acapulco, Anda bisa menikmati kapal pesiar Anda sambil dilayani para pelayan." Dan Paulus akan berkata, "Lupakan saja! Berada bersama-sama dengan Kristus jauh lebih baik." Lalu Anda berkata, "Coba saya pikirkan dulu sesuatu yang lain, mungkin ..." Dan dia akan tetap berkata, "Lupakan saja! Tidak perlu membuang-buang waktu dan tenaga. Bersama-sama dengan Kristus jauh lebih baik!" 

Anda mungkin berkata, "Paulus, Paulus, mungkin Anda belum mengerti kesenangan duniawi. Biar saya beritahu dulu tentang kesenangan dunia." Paulus sudah pernah menikmati hidup yang sangat menyenangkan. Dia akan berkata, "Aku pernah menikmati hidup dalam berkelimpahan harta, dan juga dalam kemelaratan." Dia juga pernah menikmati kemewahan. Paulus juga mengenal hidup mewah. Dia pernah berada dalam lingkungan kalangan atas pada zamannya, kalangan teratas di tengah-tengah masyarakatnya. Dia tahu apa itu hidup mewah. Jangan mengira bahwa dia berasal dari kalangan kelas bawah sehingga dia tidak mengerti apa itu hidup mewah. Namun dia akan berkata, "Setelah kamu menikmati semua itu, kamu akan berkata bahwa bersama-sama dengan Kristus jauh lebih baik."

Apakah pilihan Anda?
Perhatikanlah ucapan ini: Apakah pilihan Anda? Jika Anda memilih untuk berkata, "Yah, memang cukup menyenangkan bersama-sama dengan Kristus, tapi kupikir, aku masih lebih suka es krim. Tetapi aku masih suka untuk datang dan bertemu dengan saudara-saudari di gereja setiap hari Minggu. Benar, aku suka melihat mereka di gereja! Aku senang bertemu dengan Kristus, tapi itu bisa dilakukan nanti saja. Di masa kekal nanti, ada cukup banyak waktu untuk bertemu dengannya." Hal itu memperlihatkan seperti apa cara berpikir Anda, seperti apa kehidupan Kristen Anda. Jujur saja dengan diri Anda masing-masing, sudahkah kita dibebaskan dari belenggu ketakutan terhadap maut?
SELESAI

Sumber: Cahaya Pengharapan Ministries www.cahayapengharapan.org

0 komentar:

Posting Komentar

 
Support : Kidung Online | Debrian Ruhut Blog | IL Cantante Choir
Copyright © 2013. Catatan Dari Meja Pendeta - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger