Kemerdekaan Sejati

Senin, 20 April 2015

Shirly J. George
Melihat kembali ke dalam hidup saya, tidaklah mungkin untuk saya menemukan Tuhan, kalau Dia tidak berkarya dalam hidup saya.

Saya lahir di dalam keluarga yang beragama Buddha dan bersifat netral terhadap Keristenan. Sahabat baik saya sejak berusia 7 tahun adalah seorang Kristen. Sejak kecil sahabat ini tanpa henti-henti akan memberitahu saya tentang kebaikan Allah. Dia sering memberitahu saya bahwa saya harus percaya pada Yesus dan menerimanya sebagai Juruselamat. Karena hal ini dia lakukan secara terus menerus, saya mulai merasa jengkel. Makin dia memberitakan tentang Kekristenan kepada saya, semakin saya memberontak dan tidak senang dengan topik itu. Suatu hari, saya tidak dapat mengendalikan emosi saya dan meledak dalam amarah dan memberitahunya untuk tidak lagi membagikan dengan saya tentang agamanya. Saya berkata, "Saya orang Buddha, saya punya Tuhan saya sendiri, kenapa kamu terus memberitahu saya tentang Tuhan kamu?? Saya tidak berminat dengan Tuhan kamu!!"

Sejak itu, dia tidak lagi berusaha untuk membagikan dengan saya tentang Tuhannya. Namun, kami tetap bersahabat hanya saja topik agama merupakan topik yang sensitif. Kami bisa bercerita tentang apa saja kecuali masalah agama. Di tahun 2004, teman saya dibaptis dan saya berusia 18 tahun pada waktu itu. Dia mengundang saya ke gerejanya untuk menyaksikan acara baptisannya. Saat saya pertama kali menginjakkan kaki ke gedung gereja, saya hampir tersandung dan jatuh. Jadi kesimpulan saya adalah, Gereja itu tempat yang sial bagi saya, karena pertama kali masuk sudah hampir terjatuh. Tetapi sekarang saat saya memandang kembali, apakah mungkin sebenarnya saya sudah hampir jatuh tetapi Allah yang menopang saya dan mencegah saya dari jatuh?

Sekitar satu tahun setelah itu, sahabat baik saya ini memberikan kepada saya satu Alkitab. Ada orang yang membagi-bagikan secara gratis di depan sekolah. Sahabat saya mengambil beberapa dan memberikan satu kepada saya. Dengan nada keras saya memberitahunya untuk memberikan kepada orang lain saja karena saya tidak mungkin akan membacanya. Namun dia bersikeras saya harus mengambilnya dan meminta saya untuk membaca catatan yang dia tuliskan di halaman depan Alkitab itu. Dengan tulisannya yang cantik, dia menulis, "Di saat kesusahan, kebingungan dan apa saja, bukalah Alkitab dan Anda akan menemukan segala jawaban bagi persoalan Anda." Dia mencatatkan satu referensi ayat di situ. Saya bahkan tidak peduli untuk menyimak ayat tersebut. Saya terpaksa membawa pulang Alkitab itu tetapi saya dengan sengaja menempatkan di tempat yang paling tinggi di rak buku karena saya tahu saya tidak akan pernah membacanya.

Tetapi kehidupan tidak selalu berjalan sesuai dengan perkiraan kita. Sekitar satu setengah bulan setelah itu, sesuatu terjadi di dalam keluarga saya. Sebelum saya melanjutkan, biarlah saya menjelaskan tentang latar belakang keluarga saya. Keluarga saya sangat akrab dengan kuasa kegelapan karena kakek dan ayah saya mempraktikkan ilmu gelap. Mereka mengklaim ilmu yang mereka praktikkan itu dapat membantu dan menyembuhkan orang. Tentu saja, semua hal itu berhubungan dengan dunia roh. Selalu ada harga yang perlu dibayar saat kita memanfaatkan kekuatan dari roh-roh ini. Hari yang kami takuti di dalam keluarga kami adalah tanggal ke-15 setiap bulan menurut kalendar lunar. Di hari bulan purnama itu, Ayah saya itu tidak lagi ayah saya. Di luar hari itu, ayah saya seorang yang pengasih dan penyayang, tetapi khas untuk hari ke-15 setiap bulan, dia bukan dirinya sendiri. Semua anggota keluarga sangat takut akan tanggal ke-15 itu. Tetapi dengan berjalannya waktu, kami menjadi terbiasa, namun tentu saja kami masih agak ketakutan. Kami tahu kami tidak bisa berbuat apa-apa kecuali menerimanya saja. Jadi satu setengah bulan setelah saya menerima Alkitab dari sahabat saya, tanggal ke-15 menurut kalendar lunar itu tiba. Kali itu, lain dari biasa, ayah saya mengamuk besar. Ibu dan saudara saya semuanya dipukul kecuali saya. Bisa dikatakan saya aman dari kekerasan fisik tetapi siksaan emosional itu jauh lebih parah dari siksaan fisik. Setelah ayah saya selesai mengamuk, saya duduk di dalam kamar saya merasa sangat tidak berdaya dan tidak tahu apa yang dapat saya lakukan. Yang saya rasakan adalah saya sedang berada di bawah perbudakan, terpenjara di dalam rumah saya sendiri dan tidak ada apa-apa yang dapat saya lakukan melainkan untuk bertahan melewatinya. Saya lagi di SMA pada waktu itu dan saya tidak sabar untuk menyelesaikan sekolah saya dengan nilai yang bagus agar dapat melanjutkan kuliah ke tempat yang jauh dari keluarga saya. Saya tidak dapat melapor ke polisi atas kekerasan yang telah terjadi karena apa yang terjadi bukanlah sesungguhnya salah ayah saya. Dia sedang kerasukan oleh roh-roh jahat dan dia sendiri tidak dapat mengendalikan dirinya sendiri.

Saat saya sedang duduk sendirian di kamar, merasa putus asa tiba-tiba saya teringat dengan apa yang dituliskan oleh sahabat saya di Alkitab yang dia berikan kepada saya. Saya teringat pada kata-kata yang ditulisnya, tentang saya dapat menemukan jawaban kepada persoalan saya kalau saya membaca Alkitab. Jadi saya mengambil kursi dan mendiri di atasnya untuk mengambil Alkitab yang berada jauh di atas rak buku saya. Setelah memegang Alkitab di tangan saya, saya masih agak ragu-ragu apakah saya harus membacanya. Akhirnya saya memberanikan diri untuk membukanya dan membaca kembali tulisan sahabat saya dan kali ini saya menyimak ayat yang dituliskan di bawah. Ayat itu diambil dari Yeremia 33.3, “Berserulah kepada-Ku, maka Aku akan menjawab engkau dan akan memberitahukan kepadamu hal-hal yang besar dan yang tidak terpahami, yakni hal-hal yang tidak kauketahui." Ayat ini mendorong saya untuk terus membolak balik Alkitab. Sambil saya membolak balik halaman Alkitab itu, saya bertanya pada Tuhan asing ini di bagian mana saya dapat menemukan jawaban bagi persoalan saya.

Alkitab yang diberikan kepada saya itu mempunyai terjemahan Bahasa Inggris dan Indonesia. Saya membolak balik secara acak dan tangan saya terhenti di terjemahan bahasa Indonesia yang mempunyai kalimat "tidak ada lagi perhambaan". Kata perhambaan berarti tidak lagi diperbudak. Ayat itu di Galatia 4. Keempat kata itu membuat saya tersentak, karena itulah yang sedang saya cari. Saya mendambakan pelepasan dari perhambaan kepada siksaan emosional, dan sangat rindu untuk dilepaskan dari kehidupan yang dipenuhi oleh air mata.

Ternyata Tuhan sahabat saya ini dapat melepaskan saya dari ikatan yang membelenggu saya, dari ikatan yang sedang memperbudak saya. Saya tidak tahu apa yang terjadi, tetapi secara mendadak saya merasa bebas. Saya merasa sudah menemukan jawaban yang sedang saya cari. Saya berlutut di dalam kamar dan menangis. Buat pertama kali di dalam hidup, saya mencurahkan isi hati kepada Allah sahabat saya ini. Di waktu itu, saya tidak tahu bagaimana orang Kristen berdoa, yang terjadi adalah air mata saya mengalir terus dan saya berlutut di sana. Saya merasakan Tuhan telah melepaskan belenggu yang merantai saya dan ikatan yang saya rasakan dalam hati sudah dileraikan. Ayat itu yang menyentuh saya itu adalah ayat di Galatia 4.7, "Jadi kamu bukan lagi hamba, melainkan anak; jikalau kamu anak, maka kamu juga adalah ahli-ahli waris, oleh Allah." Saya menerima janji bahwa saya dapat menjadi anak Allah dan Allah akan melindungi saya. Saya tidak perlu takut lagi pada ayah saya saat dia kerasukan dan menyiksa kami. Terdapat suatu pelepasan yang sejati. Suatu kemerdekaan yang saya rasakan.

Keesokan harinya saya ke sekolah dan menceritakan pengalaman saya kepada sahabat saya. Sahabat saya sangat takjub dengan apa yang sudah Tuhan kerjakan. Di antara semua teman-teman yang dia mau jangkau, saya termasuk yang berada di akhir daftarnya. Dia telah mengenal saya selama 12 tahun dan dia sudah tahu cara saya berfungsi, jadi tak pernah terlintas di pikirannya saya akan tiba pada pengenalan akan Allah. Sahabat saya sangat terhibur dengan apa yang telah Tuhan kerjakan. Dia mulai membawa saya untuk ke gerejanya dan membantu saya untuk lebih mengenal Allah.

Satu setengah tahun setelah itu kami memulai kuliah di tempat yang sama dan tinggal bersama dua teman baru yang menghadiri gereja yang sama. Dua teman baru ini mengadakan studi Pendalaman Alkitab di rumah dan lewat studi itu, Firman Allah menjadi sangat jelas bagi saya. Mata saya seolah-olah dicelikkan untuk melihat bahwa Alkitab bukan hanya naskah dengan huruf-huruf yang tertulis tetapi terkandung di dalamnya kata-kata itu kehidupan. Buat pertama kali, saya melihat Alkitab seperti surat cinta dari Allah kepada kita. Saya sangat menghargai setiap pelajaran di dalam Pendalaman Alkitab itu. Firman saya terima membawa saya ke suatu titik balik dalam kehidupan saya. Saya menjadi mau mencari Allah dengan lebih intens dan serius. Lewat pencarian saya itu, Allah menjadi semakin nyata dalam kehidupan saya. Saya mulai melihat dosa-dosa saya.

Di saat saya membuka hati saya, Allah mulai mengubah saya. Sekalipun saya belum dengan total menyerahkan diri saya kepada-Nya, namun Allah mulai bekerja di dalam diri saya. Saya merasakan Allah memimpin saya langkah demi langkah namun di waktu yang bersamaan Dia memberikan saya kebebasan untuk membuat pilihan, apakah saya mau menyerahkan hidup saya kepada-Nya atau tidak.

Akhirnya di tahun 2011, saya tidak lagi dapat menyangkal kenyataan dan realitas Allah di dalam hidup saya. Saya menyerahkan hidup saya lewat baptisan kepada Allah. Tentu saja perjalanannya tidak sederhana; Allah banyak menginsafkan saya akan dosa-dosa saya dan terdapat bagian-bagian di dalam kehidupan saya yang harus saya tangani. Saya harus jujur di hadapan Tuhan untuk membereskan semua permasalahan saya. Tetapi di sepanjang proses itu saya mengalami kuasa Allah. Hal-hal yang saya pikir tidak dapat saya lakukan, hal yang bahkan saya rasakan mustahil itu, saya mampu melakukannya dengan kekuatan dan hikmat dari Allah.

Suatu hal yang terdengar sepele tetapi sebenarnya merupakan suatu masalah yang serius adalah saya tipe orang yang tidak suka ditegur. Kesombongan saya membuat saya tidak dapat menerima koreksi. Terdapat seorang teman yang akan menegur saya kalau saya berbuat salah. Namun sekalipun saya tahu saya salah tetapi saya tidak dapat menerimanya. Saya mulai jengkel dan kesal dengan teman ini. Saya tidak menerima opini dan pendapat dia. Orang lain bisa melihat sikap saya yang tidak mengasihi terhadap teman ini. Namun, entah bagaimana saat saya diinsafkan oleh Allah tentang masalah ini saya mendapat kekuatan untuk mengatasinya. Bukannya merasa jengkel, saya malah merasa bersyukur karena mempunyai teman seperti dia. Saya mulai bisa menerima, mengasihi dan mempedulikannya. Dulunya dia orang yang tidak saya senangi tetapi sekarang malah menjadi sahabat baik yang bisa saling membagi. Kami berdua sangat terkesan dengan apa yang telah Allah kerjakan dalam hati kami. Setelah baptisan, saya melihat dengan jelas bahwa semua tegurannya adalah demi kebaikan saya. Dia menegur saya demi kebaikan saya. Kawan memukul dengan cinta, tetapi musuh merangkul dengan bisa. (Ams 27:6 BIS). Tidak mudah untuk memberitahu seseorang kesalahannya. Walaupun sakit tetapi kebenaran tetap harus disampaikan demi kebaikan orang itu. Tergantung kita apakah mau mendengar kebenaran yang menyakitkan atau dusta yang menyenangkan. Persahabatan yang dibangun di dalam Tuhan sangatlah berbeda dari persahabatan dunia.

Menurut saya, hal ini walaupun terlihat sepele tetapi merupakan suatu transformasi hati yang nyata. Ini hanya mungkin karena Allah yang berkarya dalam hati saya. Allah mulai berkerja di dalam hidup saya. Yang saya alami bukan lagi persoalan agama, tetapi jauh lebih dari itu. Sekarang adalah persoalan mengenal Allah Yahweh dan mempunyai suatu hubungan dengan-Nya. Lewat hubungan yang hidup ini, saya diubahkan terus menerus. Kekuatan untuk mengatasi kelemahan menjadi semakin bertambah dan pribadi saya mulai diubahkan. Saya merasakan kebebasan untuk berbuat baik dan menginginkan yang baik. Berdasarkan pengalaman saya sendiri, saya ingin menghimbau orang yang sedang mencari untuk mempunyai keberanian untuk mengecapi dan melihat sendiri siapa Allah itu.

Setelah mengecapi dan Anda menemukan Allah itu tidak baik, Anda bisa saja melupakan semua urusan ini dan melanjutkan kehidupan Anda sesuai keinginan Anda. Setidaknya berikan Allah kesempatan dan Anda akan melihat betapa bedanya kehidupan Anda nanti. Saya mengalami transformasi. Barangsiapa yang telah menyerahkan hidup mereka kepada Allah, telah mengalami hal yang sama. Seolah-olah terjadi suatu kelahiran yang baru. (Jadi siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang – 2 Korintus 5:17 ITB) Hal ini dapat Anda alami sendiri. Berikan Allah kesempatan untuk menunjukkan bahwa Dia sangat mempedulikan Anda.

Saya bersyukur kepada Allah untuk penghargaan dan kesempatan untuk berjalan bersama Dia. Walaupun berjalan di jalan Allah tidak selalunya mudah, tetapi dengan penyertaan-Nya kita akan dapat bertahan sampai kesudahannya. Saya tinggalkan ayat ini untuk Anda: "Kecaplah dan lihatlah, betapa baiknya TUHAN itu! Berbahagialah orang yang berlindung pada-Nya! (Mzm 34:8 ITB)
Sumber: Cahaya Pengharapan Ministries www.cahayapengharapan.org

Pemberian Spesial dari Tuhan (Kesaksian Hidup)

Minggu, 21 September 2014

oleh Pearl B.
Saya bersama suami dan anak saya yang berumur 10 bulan berangkat meninggalkan Jakarta menuju Singapura pada bulan Juli 1990. Kami adalah orang asing di negara asing dan kami tidak mengenali siapa pun di sana. Tiga bulan setelah menetap di Singapura, saya menemukan diri saya hamil, suatu hal yang tidak kami rencanakan tetapi saya yakin itu rencana Tuhan bagi kami.

Mendekati bulan ketujuh, saya merasa tidak enak badan dan diberitahu doktor bahwa bayi saya akan dilahirkan lebih awal dari yang diperkirakan. Dan itulah yang terjadi, anak saya dilahirkan prematur. Saat dilahirkan, saya hampir tidak mendengar suara tangisannya. Doktor kemudian memberitahu kami bahwa paru-parunya belum berkembang sepenuhnya, dan terdapat infeksi di paru-parunya yang membuatnya tidak dapat bernapas dengan normal. Bayi itu harus dirawat secara khusus dan biayanya $1000 dolar per hari. Saat saya menjenguknya di ruangan perawatan intensif, kelihatan begitu banyak selang yang dipasang melalui hidung dan mulutnya, dan ia menangis dalam kesakitan. Saya begitu rindu untuk meggendong bayi itu tetapi saya hanya diizinkan untuk membelai kepalanya. Rasa takut mulai menghantui saya, dan saya mulai ragu, "Apakah anak saya akan bertahan melewati cobaan ini?"

Siang dan malam saya berseru kepada Tuhan, memohon agar Ia menyelamatkan bayi saya. Seminggu berlalu dan doktor akhirnya berhasil menyembuhkan infeksi di paru-parunya dan ia diizinkan untuk dipindahkan ke inkubator. Itulah pertama kali sejak ia dilahirkan saya dapat menggendong anak saya. Kata-kata tidak dapat menggambarkan betapa sukacitanya hati saya pada momen itu. Saya begitu yakin Tuhan mendengarkan seruan hati saya dan saya begitu bersyukur kepada Dia.

Pada waktu itu, kami masih belum menggabungkan diri dengan gereja lokal dan sedang mencari sebuah gereja di mana kami dapat bersekutu bersama jemaat Tuhan. Di samping itu, kami juga mencari kehendak Tuhan bagi kami di Singapura. Kami memang sering menghadiri sebuah gereja yang agak besar, dengan jemaat sekitar 400 orang, tetapi tidak ada yang mengenal kami di situ. Kami tidak mendapatkan dukungan dari gereja dan yang dapat kami lakukan hanyalah berdoa agar Tuhan akan berbelas kasihan kepada kami dan membantu kami melewati waktu-waktu sulit itu. Sesungguhnya Allah sangat baik kepada kami dan akhirnya setelah menunggu lama, harinya tiba di mana kami dapat membawa bayi kami pulang ke rumah. 

Pada waktu itu ia kelihatan begitu kecil. Tubuhnya kurus sekali, yang kelihatan hanyalah tulang-tulang yang dibaluti kulit. Hati saya begitu terguris melihat penderitaan dan rasa sakit yang harus ia alami. Bagaimanapun saya bersyukur kepada Tuhan karena mengizinkan dia untuk hidup. Tuhan tahu sebanyak mana yang dapat saya tanggung dan Ia tidak akan membiarkan saya diuji melampaui apa yang dapat saya tanggung. Bayi itu memberikan begitu banyak sukacita kepada kami sekeluarga dan saya bersyukur kepada Tuhan karena mengizinkan saya untuk mengalami kasih-Nya.

Kami menamainya "Brendon", anak yang sangat lucu, manis dan matanya sangat besar. Kebanyakan orang yang memandangnya pasti akan mengagumi wajah yang begitu lucu. Brendon anak yang pendiam dan jarang memberikan kami masalah. Pada ulang tahunnya yang ketiga, sesuatu hal yang tak diduga terjadi. Saya bersyukur kepada Tuhan untuk campurtangan-Nya di waktu yang tepat, kami menemukan anak kami sepertinya tidak seperti anak-anak yang lain. Seorang psikolog mengkofirmasikan kepada kami bahwa Brendon mempunyai masalah psikologis yang disebut autisme. Sebelum itu kami belum pernah mendengar tentang penyakit ini. Setelah menerima banyak penjelasan kami terkejut saat mengetahui bahwa penyakit ini tidak dapat diobati. Seorang autis hidup di dalam dunianya sendiri; ia tidak dapat bersosialisasi dengan orang lain dan mungkin juga tidak akan dapat berkomunikasi dengan orang lain. Kami diberitahu bahwa ia mungkin harus mendaftar di sekolah khusus untuk mengikuti program interventif, yang biayanya mencapai $1600 dolar per bulan.
Seolah-olah satu mimpi yang indah tiba-tiba ambruk hancur berkecai. Pada saat itu saya langsung menangis, momen yang paling hitam dalam hidup saya. Saya pulang dalam keadaan hancur, untuk waktu yang lama, saya terus menatapi wajah anak saya, tidak saya temukan sedikit pun tanda bahwa ia abnormal. Brendon anak yang sangat cakap dan roman wajahnya tidak ada yang kelihatan tidak normal. Tidaklah mungkin anak saya autis. Saya menangis di hadapan Tuhan. Saya tidak dapat menerima fakta bahwa anak saya autis. Begitu banyak pertanyaan dan keraguan yang timbul di dalam benak saya. Selama dua minggu saya resah dan tidak dapat makan. Saya masih ingat, suami saya juga mengalami depresi. Anak perempuan kami, Sharon, waktu itu berumur 5 tahun dan masih terlalu muda untuk mengetahui apa yang sedang terjadi.

Bagaimanapun, saya bersyukur kepada Tuhan bahwa saya menemukan gereja Christian Disciples Church pada tahun itu (1994). Saya sedang mengalami pergumulan yang sangat berat, bergulat di antara kehendak Tuhan dan kehendak saya sendiri, dan saya tidak dapat memahami mengapa Tuhan memberikan saya tiga tahun yang sangat indah membesarkan anak saya yang lucu, dan kemudian menemukan bahwa ia bukan anak yang normal. Terlalu sakit bagi saya untuk menerima hal yang sedang terjadi. Saya tidak dapat tunduk kepada kehendak Tuhan pada waktu itu karena saya tidak memahami kehendak Tuhan bagi saya. Saya mau meninggalkan iman Kristen saya dan kembali ke cara hidup lama saya. Saya menyalahkan diri saya atas apa yang terjadi kepada Brendom karena saya melahirkan dia. Di sisi yang lain, saya tidak mengerti mengapa Allah yang Pengasih akan mendatangkan begitu banyak penderitaan ke atas umat yang Ia kasihi. Terlalu sulit untuk melihat bahwa Ia Tuhan yang Pengasih yang tidak akan menelantarkan kami.

Saya dengan sungguh-sungguh berdoa kepada Tuhan untuk menyingkapkan kehendak-Nya kepada saya dan Ia melakukannya. Saya membaca sebuah artikel di dalam satu buletin, yang menulis tentang satu kisah mengenai para malaikat Tuhan berdiskusi dengan Tuhan tentang kepada siapa yang harus diberikan bayi yang spesial ini? Jawaban Tuhan adalah bayi yang spesial ini harus diberikan kepada orang yang dapat menghujaninya dengan kasih dan yang kepedulian yang spesial. Pada saat itu juga, saya mengerti bahwa Brendon adalah pemberian yang spesial dari Tuhan dan Ia akan memampukan saya dan suami saya untuk membesarkan dia sesuai dengan kehendak Dia. Roh Tuhan memimpin saya untuk mempelajari kisah kehidupan Ayub. Ayub menderita bukan karena ia berbuat dosa, tetapi semua hal yang jahat yang terjadi di atas hidupnya berada di dalam pengendalian Tuhan. Walaupun ia menderita, tetapi ia tidak menyalahkan Tuhan. firman Tuhan berbicara langsung ke dalam hati saya pada waktu itu dan saya diangkat oleh kuasa kasih Tuhan. Saya begitu terharu dengan kepedulian Tuhan ke atas keadaan saya dan saya tahu bahwa Ia begitu memedulikan saya. Seperti kata-kata-Nya di Roma 8:28, "Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka ...yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah."

Saya bersyukur kepada Tuhan karena memberikan saya pencerahan. Saya memutuskan untuk mengikut Tuhan tidak kira apa yang terjadi. Jauh di dalam lubuk hati saya, saya percaya bahwa kasih karunia Tuhan, kuasa dan kekuatan-Nya akan memampukan saya untuk terus maju. Seperti yang Paulus katakan di Fil. 4,13, "Segala sesuatu dapat kulakukan melalui Kristus yang menopangku." Saya bertekad untuk menjalani hidup yang berkemenangan dengan kekuatan-Nya. Tetapi, saya belum sepenuhnya mematikan manusia lama dan saya terus menerus bergumul dengan pemikiran bahwa penyakit autis Brendon adalah karena saya telah berbuat dosa. Saya dengan penuh kesungguhan berdoa untuk mendapatkan kepastian dari Tuhan. Sekali lagi Tuhan mendengar seruan hati saya dan Ia mengutus seorang hamba-Nya ke rumah saya pada suatu hari. Ia adalah seorang misionaris dan ia mendoakan seluruh keluarga kami pada kunjungan itu. Lewat doa itu, saya dan suami saya memperoleh kepastian dari Tuhan bahwa bukanlah kesalahan kami bahwa kami diberikan anak yang autis. Seolah-olah kami sedang mendengarkan suara Tuhan berbicara langsung ke dalam hati kami dan kami begitu terharu saat Roh Kudus menjamah hati kami. Itulah pertama kali saya melihat suami saya menangis. Kami bersyukur kepada Tuhan untuk jaminan  atas kasih-Nya bagi kami dan bahwa Ia akan menopang kami dan menuntun kami melewati setiap badai dalam kehidupan kami.

Setelah doa itu saya dapat merasakan bahwa Tuhan telah mengangkat semua beban saya. Ia telah mengubah tangisan saya menjadi sukacita; terdapat damai di dalam batin saya, hal yang sudah lama tidak saya alami. Saya berulang kali menaikkan pujian dan syukur kepada Dia. Ia adalah Gembala baik yang telah menuntun saya keluar dari lembah kekelaman. Saya dapat merasakan kasih Allah menyelubungi saya. Walaupun hati saya masih tidak pasti bagaimana membesarkan anak ini, tetapi saya bertekad untuk menyerahkan seluruh keluarga saya kepada Tuhan. Saya tahu Tuhan yang sedang memegang kendali dan hanya Dia yang tahu apa yang ada di depan kami, karena masa depan kami di tangan-Nya. Saya tahu bahwa jalan di depan tidaklah mudah, tetapi jauh di dalam lubuk hati saya, saya yakin bahwa kasih karunia dan kekuatan Tuhan cukup untuk membawa saya melewatinya. Seperti yang dijanjikan di 2 Ko. 12:9, "Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna."

Kami dengan segera mendaftarkan anak kami ke sekolah khusus. Pada waktu itu, ia sama sekali tidak dapat berbicara dan mempunyai masalah perilaku sangat parah. Di beberapa bulan yang pertama, gurunya harus secara pribadi melatihnya untuk duduk dan memberi perhatian pada pelajaran yang diberikan. Brendon  mempunyai rentang waktu perhatian yang sangat singkat dan ia akan terlena dalam dunianya sendiri dan tidak dapat memahami satu pun kata yang diajarkan guru. Ia bahkan tidak tahu namanya sendiri. Kami berusaha dengan keras untuk mengajarkan kepadanya kata "tunggu" dan berbulan-bulan diperlukan sebelum ia memahami arti kata itu. Saya teringat perasaan frustrasi dan amarah saat ia bertingkah di tempat-tempat umum. Mata dari semua arah terarah pada kami seolah-olah kami orang tua yang sama sekali tidak tahu bagaimana mendisplin anak kami. Setiap saat anak saya tidak dapat menunggu dan tak terkendali, saya berseru kepada Tuhan, tetapi Tuhan kelihatannya begitu jauh and Ia tidak datang membantu saya. Saya begitu penuh dengan amarah karena saya merasa saya diuji melampaui kemampuan saya untuk menanggungnya namun firman Tuhan berkata bahwa kita tidak akan diuji melampaui kemampuan kita dan Ia akan memberikan jalan keluar. ( 1 Ko. 10:13) Tetapi di manakah pertolongan-Nya? Di manakah jalan keluarnya? Saya sama sekali tidak dapat mengucap syukur kepada Tuhan. Setiap kali hal itu terjadi, hati saya berdosa, saya menjadi marah dengan Tuhan. Saya telah gagal dalam memahami apa yang sedang Tuhan ajarkan pada saya.

Dalam banyak keadaan, saya kehilangan kendali dan saya tidak dapat menerima peri laku anak saya yang bermasalah itu. Saya hilang kesabaran dalam berhubungan dengan dia karena ia tidak dapat memahami bahkan sepatah pun dari perkataan saya. Disebabkan ketidak-mampuan dia dalam memahami, ia sama sekali tidak dapat menurut perintah. Pernah sekali saya begitu marah sehingga saya merotannya: Saya melempar kursi kecil ke lantai sehingga kursi itu hancur berkecai. Saya masih ingat, Brendon menangis karena kesakitan. Saya merangkulnya dan saya juga menangis bersama-sama dengannya. Saya memberitahu Tuhan bahwa saat saya merotan anak saya, secara fisik ia sakit tetapi rasa sakit saya bahkan jauh lebih lagi, seolah-olah ada pisau tajam yang menusuk menembusi hati saya. Saya tahu saya sudah gagal dan telah jatuh ke dalam pencobaan. Saya berulang kali memohon pengampunan dari Tuhan.

Melalui pimpinan Roh Kudus, saya ikut serta dalam program pelatihan di gereja. Saya mulai memahami apa artinya komitmen. Saya mempelajari tentang pentingnya komitmen total dan tentang bagaimana saya harus menjalani satu kehidupan di mana saya berdiam di dalam Kristus setiap waktu (Yoh. 15), karena di luar Kristus kita tidak dapat berbuat apa-apa (Yoh.15:5). Saya tahu saya sedang menelusuri satu jalan  yang sangat sukar dan saya harus berani. Dengan kekuatan saya sendiri, tidak mungkin saya dapat melakukan apa-apa. Hanya oleh kekuatan Tuhan saya mampu menang di atas setiap pergumulan rohani. Saya bertekad untuk mencari Tuhan sekali pun saya telah berulang kali gagal dalam pencobaan. Ia adalah penguasa dan kita adalah hamba-Nya. Saya berhenti menuntut bahwa Tuhan harus seolah-olah menjadi hamba saya dan melakukan apa saja buat saya.

Seperti yang saya katakan tadi, anak saya sama sekali tidak dapat berbicara. Kami berkonsultasi kepada seorang ahli terapi wicara. Kami meminta bantuan dari ahli ilmu jiwa dan banyak lagi konsultan pakar dalam banyak bidang. Akhirnya saya menyadari bahwa saya sedang mencari ke merata tempat di dunia untuk mendapatkan solusi bagi masalah anak saya. Kami sudah mengeluarkan biaya yang begitu tinggi untuk mendapatkan sedikit penghiburan bahwa kami sedang berbuat sesuatu untuk anak kami. Saya berkonsultasi kepada begitu banyak guru tentang cara yang terbaik untuk mengajar anak saya dan saya meluangkan hampir seluruh waktu saya untuk menyiapkan materi untuk mengajarnya. Yang saya harapkan adalah saya dapat membuat ia "normal". Kami mengalami begitu banyak kekecewaan karena anak kami masih sama sekali tidak dapat berbicara dan tidak ada perkembangan yang berarti.  Pada saat itulah Tuhan menyingkapkan Diri-Nya kepada saya sekali lagi. Tuhan bertanya kepada saya, "Mengapa kamu mencari mukjizat penyembuhan bagi anak kamu di dalam dunia ini? Akulah jawabannya." Saya tersentak. Sesungguhnya, saya telah ditarik ke dalam dunia, berpikir bahwa penyelesaian kepada masalah saya dapat ditemukan di dunia. Pada kenyataannya, jawaban itu ada di dalam Dia, karena masa depan ada di tangan-Nya dan Ia-lah yang memegang kendali ke atas segala sesuatu.

Sesungguhnya, Tuhan senantiasa baik.  Ia tahu keadaan rohani saya pada saat itu. Saya secara pelahan-lahan sedang dibawa arus dunia dan semakin menjauh dari Dia, namun pada saat yang bersamaan saya pikir saya sedang berada di jalur yang  benar. Bagaimanapun Tuhan tidak meninggalkan saya. Ia memampukan saya melihat bahwa saya harus menyerahkan segalanya kepada Dia dan sepenuhnya berkomitmen kepada Dia. Saya menyadari bahwa komitmen saya kepada Dia harus 100%; tidak ada komitmen yang sebagian yang akan dapat menyelamatkan saya. Saya menyesali segala yang telah saya lakukan dan saya bertobat di hadapan Tuhan sekali lagi. Saya mulai mengalami transformasi yang dihasilkan dari kuasa Tuhan. Yang saya maukan pada waktu itu adalah semakin mengenal Dia dan memahami kehendak-Nya yang sempurna dalam hidup saya. Saya menyerahkan anak dan keluarga saya ke dalam tangan-Nya, saya tahu Tuhan akan menyediakan segala kebutuhan sesuai dengan kehendak dan waktu-Nya.

Saya telah belajar pentingnya kejujuran yang total di hadapan Tuhan. Saya memberitahu Tuhan bahwa adalah di luar kemampuan saya untuk memahami anak saya. Saya memohon kepada Tuhan untuk menunjukkan kepada saya bagaimana berkomunikasi dengan dia. Secara ajaib, anak saya tiba-tiba mengerti apa artinya kata "tunggu" dan ia mengenal namanya sendiri. Hati saya begitu dipenuhi sukacita walaupun yang ia tahu hanya satu kata. Bagi saya itu sudah cukup untuk menyakinkan saya bahwa Allah itu mampu. Itu satu mukjizat! Sejak dari waktu itu, saya tidak lagi meluangkan semua waktu saya menyediakan materi pengajaran dan saya mengakui di hadapan Tuhan bahwa saya tidak mempunyai kemampuan untuk mengajar anak saya. Saya meminta Tuhanlah yang mengajar anak saya.

Dengan berjalannya waktu, kami diberitahu bahwa adalah tidak mungkin bagi dia untuk dapat berbicara, dan kami harus mengajarnya bahasa isyarat agar kami dapat berkomunikasi dengan dia. Sejak saya mempercayakan anak saya kepada Tuhan, saya tidak lagi mendengarkan pendapat orang lain dan memutuskan untuk mengikuti arahan dari Tuhan. Pada tahun 1996, Tuhan mempersiapkan anak saya untuk perawatan spesial yang dipanggil "Tomatis Treatment" yang membantunya untuk dapat mengucapkan kata-kata. Ada orang tua yang mendaftarkan anak mereka untuk perawatan ini dan hasilnya nol. Sangatlah ajaib melihat satu lagi mukjizat dalam kehidupan anak saya. Ia mulai dapat mengucapkan kata-kata walaupun masih belum jelas. Pada bulan Mei, 1997, ia buat pertama kalinya dapat menyebut kata "Mami". Saya begitu terharu; saya menangis di depan Tuhan karena terlalu sukacita. Itulah hadiah Hari Bunda yang paling berharga pada tahun itu. Sekali lagi, Tuhan telah mengubah duka saya menjadi sukacita. Tak terucapkan perasaan saya pada waktu itu.

Buat pertama kali pada tahun itu juga anak saya mulai makan bersama kami. Selama bertahun-tahun ia hanya mau makan kentang. Ia hanya akan makan kentang goreng dan itu saja, makanan yang lain ditolaknya. Tuhan sangat bermurah hati karena Ia melindunginya. Walaupun hanya makan kentang, Brendon sehat dan kuat. Teman-teman dan keluarga kami tertanya-tanya apa yang dimakannya karena ia terlihat sangat sehat dan kuat. Kami tahu itu hanya karena kasih karunia, cinta dan rahmat Tuhan ke atas anak saya, karena sekalipun dietnya tidak seimbang ia sehat. Pada tahun itu, Tuhan menghapuskan takutnya akan makanan baru dan ia mulai dapat duduk di meja makan dan makan bersama kami. Saya menanti selama empat tahun untuk saat di mana anak kami dapat duduk dan makan bersama kami.  Itu satu lagi mukjizat! Wow! Saya sesungguhnya bersyukur kepada Tuhan karena akhirnya kami sekeluarga dapat duduk bersama dan makan bersama.

Sepanjang tahun itu, saya dapat melihat bagaimana Tuhan menyediakan guru-guru untuk memenuhi kebutuhan anak saya. Beberapa kali kami menemukan guru-guru yang tidak mampu mengajarnya. Di situlah iman kami diuji. Kami harus memandang pada Tuhan untuk pertolongan-Nya dan Ia tidak gagal menunjukkan kasih dan kesetiaan-Nya. Ia mengeluarkan guru-guru itu dan menugaskan guru yang baru untuk mengajar dia. Kami melihat tangan Tuhan bekerja.  Ia mengerjakan segala sesuatu dengan begitu indah. Lebih dari itu, saya melihat bahwa anak saya berkembang dengan baik tanpa saya harus meluangkan waktu untuk mengajar dia. Itu sesungguhnya sesuatu yang luar biasa! Lewat cara yang berbeda-beda, Tuhan mengajarnya.

Tidak lama setelah itu kami melihat bagaimana Tuhan memampukan anak saya untuk berkomunikasi kepada kami melalui tulisan. Pada tahun 1999, kami menemukan bahwa Brendon memiliki karunia ingatan yang luar biasa (photographic memory) terhadap kata-kata. Hanya dengan sekilas pandang ia dapat mencetak kembali kata yang dilihatnya, tidak kira seberapa panjang kata itu. Walaupun ia hanya dapat mengucapkan beberapa kata tetapi ia dapat berkomunikasi dengan kami lewat tulisan. Kami bersyukur kepada Tuhan untuk karunia yang diberikan kepada anak kami. Ia sangat berbakat dalam melukis. Ia akan dengan teliti mencermati lingkungannya dan melukiskan apa yang dilihatnya dengan jelas. Sekalipun secara mental ia punya kekurangan tetapi Tuhan sangatlah baik kepadanya.

Satu tahun setelah itu, Tuhan membuka pita suaranya dan ia dapat berbicara. Ia dengan jelas dapat merangkai satu kalimat pendek. Kami mengajarnya berdoa dan memuji Tuhan. Keinginan hati saya adalah agar anak saya akan tahu bahwa terdapat seorang Pribadi yang telah selama ini secara terus menerus membantunya, memampukan dia untuk melakukan hal-hal yang tidak mungkin di mata dunia. Saya berdoa juga pada hari di mana ia dapat menyaksikan dengan mulutnya sendiri bahwa Tuhan itu nyata.

Sudah hampir 7 tahun sejak kami menemukan masalah psikologis anak saya. Kehidupan rumah tangga kami tidaklah mudah. Saya dan suami mengalami kasih yang sangat unik dan khusus dari Tuhan, yang mendorong kami untuk mengasihi anak kami. Kami telah menjadi saluran kasih Tuhan kepada anak kami. Tanpa kasih karunia dan kekuatan dari Tuhan, kami tidak akan mampu melewati semua kesusahan selama 7 tahun ini. Kami juga bersyukur karena Tuhan memberikan kepada kami seorang putri yang dapat setiap waktu bersabar dengan adiknya. Walaupun ia harus banyak berkorban dan tidak dapat menikmati masa kecil seperti teman-temannya yang lain, namun ia tidak pernah mengeluh dan menyalahkan adiknya. Saya kagum melihat pekerjaan Tuhan di dalam hatinya. Sekalipun ia masih begitu muda tetapi ia dapat memahami dan menanggung semuanya. Saya dapat melihat karya Tuhan dalam hidupnya juga.

Setelah mengalami realitas Tuhan dalam begitu banyak kesempatan, saya memahami mengapa Tuhan menempatkan saya dalam situasi yang sulit ini. Saya mengalami bagaimana Tuhan menguatkan iman saya lewat setiap pencobaan. Secara rohani saya sangat bertumbuh. Jika masalah psikologis anak saya dapat disembuhkan melalui cara dunia, saya pasti sudah menyelesaikan semua masalah saya dengan kekuatan saya sendiri. Sangatlah benar firman Tuhan, seperti yang dikatakan Paulus di 2 Ko.12:9, "karena kekuatan disempurnakan dalam kelemahan... Sebab itu terlebih suka aku bermegah atas kelemahanku, supaya kuasa Kristus turun menaungi aku." Di saat kita lemahlah kita menjadi saluran kuasa Tuhan, di mana kuasa-Nya dapat dimanifestasi melalui kita agar dunia tahu bahwa Ia adalah Tuhan yang nyata dan hidup.

Dalam menutup sharing ini, saya dan suami saya mau memberikan segala kemuliaan, hormat dan pujian kepada Tuhan kami yang adalah Raja segala raja dan Tuhan segala tuhan. Amin.

Sumber: Cahaya Pengharapan Ministries www.cahayapengharapan.org

Apakah tujuan kekal Yesus mati bagi kita? Bagian 2 (Selesai)

Rabu, 27 Maret 2013


2. Roma 14:9 - Yesus mati untuk memperoleh kemilikan atas kita
· Yesus mati untuk memerdekakan kita dari kekuasaan dosa dan kematian rohani
Kita akan masuk ke ayat yang berikutnya. Roma 14:9 - Sebab untuk itulah Kristus telah mati dan hidup kembali, untuk apa? Supaya Kristus menjadi Tuhan (Lord), baik atas orang-orang mati, maupun atas orang-orang hidup. Ini bukanlah penjelasan yang ingin Anda dengar, bukankah begitu? Apakah rencana kekalnya? Dia mati supaya dia menjadi 'Tuhan (Lord, Tuan, Majikan, Penguasa)' bukan supaya dia menjadi Juruselamat. Perhatikan kata-kata tersebut. Jika Anda yang menuliskan ayat ini, Anda mungkin akan berkata supaya dia menjadi Juruselamat bagi yang hidup dan yang mati. Bukan itu yang dikatakan oleh Paulus, yang dikatakan Paulus adalah, "supaya Ia menjadi Tuan, baik atas orang-orang mati, maupun atas orang-orang hidup, jadi entah kita ini termasuk yang hidup atau pun yang mati (ay.8), tetap saja Kristuslah Penguasanya'. Sekarang Anda bisa melihat bahwa terdapat suatu rencana kekal; suatu rencana jangka panjang.

Kalimat yang diterjemahkan 'supaya Ia menjadi Tuhan(Lord)', adalah kata kerja di dalam bahasa aslinya. Di sini, Paulus berbicara tentang beberapa hal yang tadinya menjadi penguasa atas hidup kita sebelum Kristus membebaskan kita. Hal-hal apakah itu? Paulus berkata bahwa maut adalah tuan kita. Dia berkata bahwa dosa adalah tuan kita. Dan dia juga katakan bahwa hukum adalah tuan kita. Ketiga hal ini saling berkaitan: karena Anda telah melanggar hukum yang kekal, maka Anda masuk ke dalam penguasaan dosa dan maut. Dengan kata lain, begitulah kejadiannya sampai Anda menjadi budak. Kita menjadi budak maut. Bukankah kita ini memang budak dari maut? Adakah orang di sini yang tidak akan mati? Kita semua akan mati. Kita semua terkena hukuman mati. Kita adalah budak maut. Sadarkah Anda akan hal ini? Kita tidak suka memikirkan hal itu, akan tetapi kita memang sedang menanti ajal. Mungkin besok, mungkin tiga tahun lagi, tiga puluh tahun lagi, yang jelas kita semua akan mati. Yang tersisa bagi kita hanya masa depan yang gelap. Masa depan macam apakah yang Anda miliki?

Hal ini mengingatkan saya pada orang yang sedang menunggu gilirannya untuk dihukum mati. Saat dia sedang menunggu ajalnya, dia mempelajari hukum, dan mendapat gelar di bidang itu. Yah, ini memang pemanfaatan waktu yang positif. Sangat positif. Setidaknya dia memahami proses hukum, dan dia menulis buku tentang hukum, dalam upaya pembelaan dirinya berdasarkan hukum yang telah dia pelajari itu. Yang saya tahu, hal itu tidak mampu menyelamatkannya; dia tetap dihukum mati. Apakah gelar sarjana hukum itu nanti bisa memberi manfaat buatnya di alam maut sana, saya sangat meragukan hal itu. Namun setidaknya Anda bisa katakan bahwa dia telah berpikir positif - kekuatan dari pikiran yang positif. Jangan duduk saja dan mencemaskan kematian Anda. Raihlah beberapa gelar sebelum dieksekusi. Namun, jalan apapun yang kita pilih, bukankah keadaan kita sama saja dengan dia? Maksud saya, kita semua sedang menunggu ajal. Sungguh gelap. Memang tidak menyenangkan cara penyajian uraian semacam ini, akan tetapi kebenarannya memang tidak menyenangkan, tak peduli dengan cara apa pun Anda menjelaskannya. Itulah kebenarannya, bukankah begitu?

Dalam kehidupan jasmani, kita semua masih menjadi budak maut. Paulus berkata di 1 Korintus 15:53-54, sebelum kita mengenakan tubuh baru yang akan diberikan oleh Kristus kepada kita, maka kita ini masih menjadi budak maut. Maut masih akan mengklaim tubuh Anda dan saya. Namun syukur kepada Allah, karena maut tidak akan bisa mengklaim jiwa saya! Di bagian ini, Kristus telah menebus saya. Dan pada Hari itu, dia juga akan menebus kita dari kerusakan jasmani. Yang fana ini akan mengenakan yang tidak fana, yang dapat rusak ini akan mengenakan yang tidak akan rusak, dan selanjutnya kita bisa berkata, "Hai maut, di manakah sengatmu? Hai alam maut, di manakah kemenanganmu?" Namun sebelum Hari itu, Anda dan saya masih berada di bawah hukuman mati. Dan yang lebih buruk lagi, kita juga bisa jatuh ke dalam hukuman mati secara rohani. Mati secara jasmani saja sudah cukup buruk, mati secara rohani dan kekal seperti itu jelas lebih buruk lagi. Ketika Yesus berkata bahwa dia memberi kita hidup yang kekal, berarti dia sedang membebaskan roh kita. Penebusan masuk ke tahap yang lebih maju. Tahapan yang pertama adalah penebusan 'manusia batiniah'. Tahapan selanjutnya adalah penebusan 'manusia jasmaniah'.

Demikianlah, Yesus mati untuk bisa menjadi Tuan (Lord) kita. Anda mungkin berkata, "Wah! Dia senang memerintah orang lain. Dia mati supaya dia bisa menjadi Tuan di atas kita!" Tahukah Anda bahwa jika dia tidak menjadi Tuan Anda, Anda tidak punya pilihan lain kecuali menjadi budak dari hal-hal yang lain? Hari ini, Anda harus memilih, apakah Anda akan menjadikan Yesus sebagai Penguasa Anda, atau Anda memilih maut dan dosa sebagai Penguasa Anda? Anda harus memilih salah satu dari kedua hal itu. 

Umat manusia berharap untuk tidak tunduk pada kekuasaan siapapun. Namun ini jelas adalah hal yang mustahil. Anda akan selalu berada dalam kekuasaan pihak lain. Jika Anda di kampus, maka Anda berada di bawah kekuasaan profesor Anda. Jika Anda bekerja di perusahaan, Anda berada di bawah kekuasaan bos Anda. Jika Anda tinggal di bumi, maka Anda berada di bawah kekuasaan pemerintah Anda. Jika tidak ada kekuasaan, maka kita akan hidup dalam kekacauan. Pemerintah menjalankan kekuasaannya atas kita lewat berbagai cara, dan siapakah yang akan mengeluhkan hal ini? Mereka menarik pajak dari kita, beberapa dari antara kita membayar pajak dalam jumlah yang besar - pajak bangunan, pajak tanah, pungutan SPP, pajak ini dan itu. Dan Anda mungkin berkata, "Aku bekerja keras hanya untuk melihat uangku lenyap diambil petugas pajak." Dia memiliki kekuasaan itu, dan jika Anda bertengkar dengannya, maka Anda akan berada dalam masalah besar. Anda selalu berada di bawah kekuasaan seseorang. Tak ada tempat di mana Anda bisa hidup tanpa berada dalam kekuasaan orang lain. 

Dan tidak ada hal yang lebih buruk dari berada di bawah kekuasaan dosa serta maut. Jadi fakta bahwa Yesus telah mati untuk mengambil kepemilikan atas kita adalah satu-satunya jalan bagi dia untuk membebaskan kita dari kekuasaan dosa dan maut. Hanya itu jalannya. Itu sebabnya mengapa saya katakan bahwa jika Yesus bukan Tuan Anda, maka dia tidak bisa menjadi Juruselamat Anda. Tak ada jalan bagi dia untuk menjadi Juruselamat Anda jika tidak terlebih dahulu menjadi Tuan Anda.

Saya bersukacita berada di bawah kedaulatan Kristus. Sangatlah indah bisa berada di bawah kedaulatannya. Renungkanlah hal ini: seorang anak yang berada di bawah kekuasaan ayah dan ibunya. Apakah si anak itu berdukacita karena berada di bawah kekuasaan ayahnya? Tidak, jika ayahnya adalah ayah yang baik. Si anak bersukacita karena memiliki ayah seperti itu. Kekuasaan ini tidaklah mendukakan. Sebaliknya, berada di bawah kekuasaan orang tuanya merupakan sumber keselamatan, keamanan dan sukacitanya. Tanpa kekuasaan tersebut, si anak mungkin sudah kelaparan di jalanan. Tetapi karena dia memiliki ayah dan ibu, dan hidup di bawah kekuasaan mereka, keselamatannya terjamin. Sang ayah membela dan melindungi anaknya. Jika ada orang yang ingin menyakiti si anak, mereka akan berhadapan dengan kemarahan sang ayah. Jika dia bukan anak si ayah itu, maka ia harus melindungi dirinya sendiri menghadapi kekuasaan dan kekuatan-kekuatan yang lebih besar daripadanya. Saya bersukacita berada di bawah kedaulatan Kristus karena dia adalah Pribadi yang mengasihi saya, yang kepeduliannya terhadap saya jauh melebihi kepedulian orang lain terhadap saya. Kekuasaannya tidak menjadi beban, tidak mendukakan hati. Akan tetapi kekuasaan dunia ini sangatlah mendukakan hati. Kekuasaan dosa dan maut sangat menyedihkan.
Demikianlah, kita mendapati kebutuhan untuk melangkah lebih maju lagi dari pertanyaan ini, 'Jika dia adalah Tuan (Lord), lalu bagaimana kita seharusnya menjalani hidup?' Pertama-tama, mengapa dia Tuan atau Penguasa kita? Dia adalah Tuan kita karena dia telah membeli kita. Dia telah membeli kita dengan harga yang mahal, camkanlah hal ini! 1 Korintus 6:19-20, Rasul Paulus berkata kepada orang-orang Kristen di Korintus: kamu bukan milik kamu sendiri. Diri Anda bukan milik Anda sendiri. Mengapa? Sebab kamu telah dibeli dan harganya telah lunas dibayar: Karena itu muliakanlah Allah dengan tubuhmu

Anda sudah tidak memiliki hak atas diri Anda sendiri lagi. Jika Anda telah ditebus, berarti Yesus telah membeli Anda. Dia membeli Anda dengan darahnya. Jika dia telah membeli Anda, maka Anda bukan lagi milik Anda sendiri. Anda menjadi miliknya. 

Apakah Anda telah menjadi miliknya? Paulus menempatkan kita di dalam situasi yang bertentangan. Ada dua kedudukan yang saling bertentangan di sini. Anda menjadi milik Anda sendiri, dan itu berarti Anda tidak diselamatkan, atau Anda menjadi milik Kristus, dan dengan demikian Anda diselamatkan. Anda tidak bisa mempertahankan kepemilikan atas diri Anda sambil diselamatkan. Itulah kontradiksi yang terdapat di sini. Anda tidak bisa menjalani hidup bagi diri Anda sendiri dan tetap diselamatkan. Dapatkah Anda melihat apa yang dimaksudkan di sini? 
 
Jika Anda memahami ini, maka Anda akan memahami apa yang dikatakan oleh Paulus di dalam Roma 14:9. Apa yang dia katakan sebenarnya sangat sederhana dan mudah dipahami. Dia sedang berkata, "Kristus mati untuk memperoleh kepemilikan atas kita." Dengan cara itulah kita menjadi miliknya pribadi. Dia menjadi majikan kita. Kata 'Lord (Tuan, Majikan)' berarti 'pemilik', orang yang menjadi pemilik Anda. Apakah Anda tahu makna ini? Saat saya berkata, "Lord Jesus," saya tidak mengucapkan kata-kata tersebut sekadar untuk berbasa-basi. Maksud saya, Yesus Kristus adalah pemilik saya, dia memiliki saya. Dengan cara bagaimana dia memiliki saya? Dia telah membayar hidup saya dengan darahnya sendiri. Dia telah membeli saya. Saya menjadi miliknya. Saya tidak memiliki diri saya lagi. Dulunya saya mengikuti kemauan sendiri; menjadi milik pribadi saya sendiri. Dan hasil dari kepemilikan pribadi itu adalah saya ternyata membawa diri saya ke dalam penderitaan yang parah, ke dalam dosa, kerusakan, sifat efois dan keangkuhan. Ke arah sanalah kepemilikan pribadi ini menuntun saya. 

Tetapi sekarang, Kristuslah yang memiliki saya, dia menebus saya keluar dari keadaan itu. Jika dia telah memiliki saya, maka saya adalah budaknya. Paulus bermegah dengan sebutan: "Paulus, hamba Yesus Kristus", dia memulai setiap suratnya dengan penuh sukacita lewat pernyataan tentang kedaulatan Yesus dalam hidupnya, kepemilikan Yesus atas dirinya. "Paulus, hamba" - kata yang diterjemahkan dengan istilah 'hamba' sebenarnya adalah kata Yunani untuk istilah 'budak' - 'budak Yesus Kristus'. Dia tidak mau disebut rasul. Dia tidak mau dipanggil dengan berbagai sebutan yang megah. Dia hanya menginginkan panggilan ini, "budak Yesus Kristus". Yang lebih baik daripada itu tidak akan bisa Anda temukan.

· Yesus telah mati untuk memiliki Anda
Sekarang renungkan, apakah konsekuensi dari menjadi milik Yesus? Jika Anda menjadi milik Yesus, Anda tidak lagi hidup demi diri Anda sendiri. Seorang budak tidak hidup untuk dirinya sendiri. Seorang budak hidup untuk majikannya.
Apa konsekuensinya? Jika hari ini, Anda hidup untuk diri Anda sendiri, melakukan apa yang Anda kehendaki saja, maka Anda boleh melupakan keselamatan karena Anda tidak mendapat bagian di dalam keselamatan itu. Saya memohon kepada Allah agar para penginjil boleh memberitakan hal yang sebenarnya. Yesus menyelamatkan Anda bukan supaya Anda boleh bertindak sesuka hati Anda, supaya Anda bisa melanjutkan sikap egois dan angkuh yang lama; mengerjakan keinginan sendiri, tidak peduli dengan apa akibatnya pada orang lain. Yesus mati bukan untuk itu. Tidak! 

Jika Anda berharap untuk bisa diselamatkan oleh darahnya, maka Anda harus memahami bahwa itu akan berarti sejak saat ini Anda menjalani hidup hanya untuk dia. Itulah hal yang dia katakan. Ini bukan pendapat saya pribadi. Perhatikan kata-kata di Roma 14:7 - Sebab tidak ada seorangpun di antara kita yang hidup untuk dirinya sendiri, dan tidak ada seorangpun yang mati untuk dirinya sendiri. Tak satu pun! Dia mengucapkan kata-kata itu kepada orang-orang Kristen di Roma. Baik Anda atau pun saya, tak satu pun di antara kita yang hidup untuk diri sendiri lagi. Bahkan mati pun bukan demi diri kita sendiri, karena bahkan di saat mati pun, kita masih miliknya. Kita adalah miliknya, entah dalam keadaan hidup atau mati. Kita adalah kepunyaannya. Siapa bilang bahwa hidup sepenuhnya buat Kristus hanya berlaku bagi para pelayan Kristen yang full-time? Itu bukan ajaran yang alkitabiah. Yang diajarkan oleh Alkitab adalah bahwa tak peduli siapapun Anda, selama Anda adalah orang Kristen, Anda menjalani hidup hanya untuk dia. 

Saya mohon agar Anda bisa memahami hal ini dengan baik, karena memang untuk itulah Kristus mati! Jika Kristus mati bagi Anda, tetapi Anda masih hidup untuk diri Anda sendiri, maka dia tidak mati bagi Anda karena Anda tidak menjadi miliknya. Bukti bahwa Anda adalah miliknya terlihat dari kenyataan bahwa Anda hidup untuk dia hari lepas hari, entah di kampus, di kantor atau di mana pun.
Apakah arti dari hidup untuk Yesus? Paulus sudah menjelaskan hal ini. Artinya adalah hidup untuk kemuliaannya. Hidup untuk Tuhan bukan berarti bahwa Anda harus menjadi seorang penginjil. Anda bisa hidup untuk kemuliaan dia entah di rumah, di kantor atau pun di sekolah, di mana saja, itulah arti Anda hidup bagi kemuliaannya. Menginjil hanyalah satu sisi dari hidup bagi kemuliaannya, bidang yang kecil saja. 

Saya nyaris tergoda untuk berkata bahwa menginjil adalah bidang yang paling tidak penting. Yang paling penting adalah kehidupan sehari-hari yang dijalani demi kemuliaan Allah Bapa di surga. Menginjil adalah tindakan yang bisa Anda kerjakan beberapa kali dalam seminggu. Apakah Anda pikir bahwa Anda sedang menjalani hidup untuk Allah hanya pada jam-jam Anda sedang menginjil? Atau ketika Anda sedang mengikuti PA? Allah tidak menghendaki hal itu! Kita hidup untuk Allah di waktu kita terjaga mau pun tidur, dalam keadaan hidup atau pun mati. Kita adalah milik Kristus dan Bapa di surga!

Anda bisa hidup bagi Tuhan sebagai seorang ibu atau seorang istri. Bagaimana? Anak Anda selalu mengamati Anda. Entah Anda akan memuliakan Allah atau tidak di mata si anak, bergantung pada Anda. Sebagai seorang ibu, apakah Anda menjalani hidup bagi kemuliaan Allah? Tahukah Anda bagaimana John Wesley bisa menjadi penginjil besar. Tahukah Anda mengapa? Karena ibunya. Bukan karena ayahnya, melainkan karena ibunya. Ayahnya adalah seorang penginjil, akan tetapi Wesley malah berbicara tentang ibunya, bukan ayahnya. Pengaruh ibunya terhadap dialah yang membuat dia menjadi manusia Allah sebagaimana yang kita ketahui. Sang ibu memuliakan Allah dalam penilaian si anak.

Atau, katakanlah Anda sedang tinggal di apartemen. Bagaimana Anda bisa memuliakan Allah di hadapan penghuni apartemen yang lainnya? Anda memuliakan Allah dengan mengajak mereka makan bersama. Lalu, ketika mereka sedang menikmati hidangan, Anda berkata, "Alkitab berkata," dan Anda menceramahi mereka lewat cara ini. Itukah memuliakan Allah? Tidak sama sekali! Mungkin hal terbaik yang bisa Anda lakukan untuk memuliakan Allah adalah dengan menutup mulut. Karena saat Anda mulai membuka mulut, mungkin Anda malah merusak suasana. Cara untuk memuliakan Allah adalah dengan kepedulian: "Apakah Anda mau tambah nasi lagi?" Itulah yang memuliakan Allah. Anda berkata, "Apa? Kupikir seharusnya dia bisa mengambil sendiri nasi buatnya sementara aku menyampaikan isi Roma pasal 14 kepadanya." Tidak! Jika Anda sudah menawarkan tambahan nasi kepadanya, saat ia telah selesai menikmati hidangan, dan jika saatnya memang sudah tiba, saat dia memang ingin mendengar, maka Anda boleh menyampaikan Roma 14 kepadanya. Sebelum itu, yang bisa Anda lakukan untuk memuliakan Allah adalah dengan menunjukkan kepedulian kepadanya. Itulah yang disebut memuliakan Allah. Memuliakan Allah adalah semua tindakan yang akan membuat orang lain berkata, "Betapa indahnya karya Allah di dalam kehidupan orang ini! Sungguh indah!"

Tapi apa yang kita lihat di dalam gereja masa kini? Yang saya lihat adalah ketidakpedulian, keegoisan, pemaksaan kehendak pribadi. Kadang kala, cara orang tua mendisiplin anaknya justru membuat saya merasa ngeri. Gambaran tentang kemuliaan Allah macam apa yang akan didapatkan oleh anak-anak itu? Pandangan yang mereka dapatkan adalah, "Baik, karena engkau lebih besar daripadaku, dan kebetulan kamu adalah ibuku, ayahku, jika kamu menyuruhku melakukan ini, berarti aku harus mengerjakannya. Aku mau mengenakan baju yang ini, tetapi kamu berkata, 'Tidak! Inilah baju yang harus kau pakai.' Baik, kamu dua kali lebih besar daripadaku. Kamu akan memukulku kalau aku menolak, jadi aku harus memakai baju yang kau pilih untukku." Itu disebut sebagai disiplin. Bagi saya itu bukanlah disiplin. Anda bisa menanamkan disiplin, tapi lakukanlah dengan cara di mana si anak bisa melihat kemuliaan Allah di dalam hidup Anda - dan itulah hal yang penting.
Tanggung jawab menjadi seorang ayah sangatlah mengerikan. Tanggung jawab untuk merawat dan membesarkan anak saja sudah membuat kita berkeringat. Tahukah Anda mengapa? Anda hanya bertemu dengan saya sekali dalam seminggu di sini. Dengan begitu saya bisa menampilkan perilaku saya yang terbaik di hadapan Anda. Saya datang ke gereja, Anda bisa melihat dasi saya yang bagus, dan jaket saya juga. Anda menatap ke arah saya, si pendeta, dan melihat bahwa orang ini selalu ramah, rajin menggosok gigi, selalu tersenyum, selalu baik. Apakah Anda mengetahui siapa saya? Pernahkah Anda melihat saya di dalam rumah? Di sanalah anak-anak mengamati Anda. Hari demi hari, anak-anak Anda mengamati Anda. Tidak bisa memalsukan penampilan! Inilah ujiannya - ujian sepanjang hari. 

Saat orang lain hidup bersama Anda, mereka akan mengamati Anda. Mereka mengamati perilaku Anda. Mereka tahu siapa Anda sebenarnya. Tak ada kepura-puraan, tak ada sandiwara, semuanya asli. Itu sebabnya anak-anak bisa membuat Anda berkeringat dingin. Tahukah Anda mengapa? Karena seorang anak akan dengan jujur berkata, "Tahukah kamu, ayahku melakukan ini dan itu. Dan ibuku berbuat ini dan itu." Mereka seperti stasiun siaran radio. Apa yang perlu Anda ketahui? Tanyakan saja kepada anak kecil dan dia akan memberitahukan segalanya kepada Anda, hal-hal tentang ayah dan ibunya. Tak ada rahasia! Jika anak saya datang dan berkata kepada Anda, "Tahukah Anda, ayahku seorang pemarah," maka saya lebih baik menutup Alkitab dan pergi dari sini. Maksud saya, tak ada lagi hal yang layak untuk saya sampaikan, bukankah begitu? Anda akan berkata kepada saya, "Munafik! Di atas mimbar dia berkata tentang orang-orang yang disucikan bagi kemuliaan Allah. Perhatikan dia, bahkan anaknya sendiri berkata bahwa dia seorang pemarah." Saya tidak bisa menginjil lagi, tamat sudah riwayat saya! Inilah poinnya. Menjadi seorang Kristen dan memuliakan Allah, berarti menjalani hidup hari demi hari dengan mencerminkan kemuliaan Allah.

Jangan pernah berpikir bahwa jika masalahnya hanya di antara suami dan istri, maka tidak akan sampai meluas ke mana-mana. "Boleh saja kita saling bersikap kasar, saling berteriak. Lagi pula, kamu kan istriku, kamu kan suamiku. Untuk apa kita menikah? Supaya kita bisa saling membentak, bukankah begitu?" Bagi seorang istri Kristen, suami Anda setiap hari mengamati Anda. Apakah dia melihat kemuliaan Allah di dalam diri Anda? Penghargaan tertinggi yang bisa diberikan oleh seorang laki-laki kepada istrinya adalah dengan berkata, "Aku melihat kecantikan Kristus di dalam dirinya." Bukannya setebal apa bedak di wajahnya dan seberapa banyak rias mata yang dia pakai. Tahukah Anda bahwa Anda bisa menjadi batu sandungan bagi istri Anda? Tahukah Anda bahwa Anda bisa menjadi sandungan bagi suami Anda? Tahukah Anda bahwa Anda bisa melukai dia secara rohani?
Untuk apakah Yesus mati? Yesus mati untuk menguduskan buat dia suatu umat yang memancarkan kecantikan asli dari Kristus yang tidak merupakan sandiwara dan yang tidak mengandung kepura-puraan. Saat orang melihat, yang terlihat adalah pengungkapan kemuliaan Kristus. Untuk inilah Kristus telah mati. Dan hati saya sangat berduka, saudara-saudariku, sangat sedih hati saya jika melihat orang Kristen yang tidak bertenggang rasa, hal itu sesuatu yang sangat jahat. Saat orang Kristen bersikap kasar, hal itu merupakan kejahatan. Jika seorang Kristen tidak bisa bekerja dengan baik, apakah dia dapat memuliakan Allah di hadapan bosnya. Tentu saja tidak! Di dalam setiap bidang kita dipanggil untuk menyatakan kemuliaan Allah dengan menjadi terang dunia! Untuk itulah Kristus mati! Entah kita dalam keadaan hidup atau mati, kita jalani hidup ini demi Yesus. Jika kita tidak hidup seperti itu, maka Kristus telah mati secara sia-sia.

3. 2 Korintus 5:15 - Yesus mati supaya Anda hidup untuknya
Sisa dua ayat berikutnya sangatlah mirip dengan ini. Saya tidak akan mengambil banyak waktu untuk 2 Korintus 5:15 karena ayat ini menyatakan hal yang sangat mirip dengan Roma 14:9. Kita akan membacanya dari ayat 14 untuk mendapatkan konteksnya: Sebab kasih Kristus yang menguasai kami, karena kami telah mengerti, bahwa jika satu orang sudah mati untuk semua orang, maka mereka semua sudah mati. Dan Kristus telah mati untuk semua orang - untuk tujuan apa dia mati bagi semua orang? - supaya mereka yang hidup, tidak lagi hidup untuk dirinya sendiri, tetapi untuk Dia, yang telah mati dan telah dibangkitkan untuk mereka

Mengapa Yesus mati bagi Anda? Yesus mati bagi Anda supaya Anda tidak menjalani hidup demi diri Anda sendiri lagi. Paulus menyatakan apa yang sudah dia sampaikan di Roma 14 dengan sangat jelas. Sebelumnya, Anda hidup untuk diri Anda sendiri, namun sekarang, Anda tidak hidup untuk diri Anda sendiri lagi. Sebelumya, Anda mengerjakan apa yang Anda inginkan saja, tapi sekarang, Anda tidak lagi berbuat sesuka hati. Mungkin Anda tadinya seorang yang pemarah, tetapi sekarang Anda tidak mendapatkan kemewahan semacam itu lagi. Sejak saat ini, karena Kristus tidak suka Anda kehilangan kendali, dia lebih suka Anda menjadi baik, maka Anda menjadi baik demi dia. Dia mati untuk itu. Dapatkah Anda memahami mengapa dia mati? 
 
Saya meratap ketika melihat orang-orang Kristen, atau ketika diri saya sendiri, bersikap tidak tenggang rasa. Saya meratap karena, dengan demikian berarti, saya sedang menyatakan, "Kritus mati secara sia-sia. Dia mati supaya saya bisa terlihat indah, tetapi lihatlah sekarang, betapa buruknya saya! Dia mati supaya saya bisa memancarkan pujian dan kemuliaan bagi dia, menjadi rajin dan bergemar dalam perbuatan baik, tetapi lihatlah saya, saya tidak rajin mengerjakan hal-hal itu karena saya egois." Jika Anda egois, maka Anda tidak akan bergemar dalam mengerjakan apa yang baik karena melakukan perbuatan baik akan sangat melelahkan bagi Anda.

Sekarang, apakah Anda mengerti mengapa saya selalu saja berbicara tentang komitmen total? Karena itu semua adalah makna dari komitmen total. Makna dari komitmen total tidak lain adalah hidup demi Yesus setiap saat. Tak ada hal yang rumit untuk dipahami. Itulah alasan mengapa saya berkata bahwa tanpa komitmen total maka Anda tidak menjadi milik Kristus. Bukti dari kepemilikan Kristus adalah hidup buat Allah setiap hari.

4. 1 Tesalonika 5:10 - Yesus mati supaya 'kita hidup bersama-sama dengan dia'
Mari kita masuk ke kutipan yang terakhir di 1 Tesalonika 5:10. Perhatikan bahwa Paulus memberikan jawaban yang secara berimbang dan konsisten kepada setiap jemaat. 1 Tesalonika 5:10: Yang sudah mati untuk kita, supaya entah kita berjaga-jaga, entah kita tidur, kita hidup bersama-sama dengan Dia. Karena itu nasihatilah seorang akan yang lain dan saling membangunlah kamu seperti yang memang kamu lakukan. Yesus telah mati bagi kita, untuk tujuan apa? Supaya, entah kita mati atau hidup, entah kita sedang terjaga ataupun tidur, siang mau pun malam, kita menjalani hidup - dan inilah sedikit perbedaannya dengan ayat-ayat yang lain - tidak sekadar 'untuk dia' tetapi juga 'bersama-sama dengan dia'. Di sini, ada ungkapan 'hidup bersama-sama dengan dia'; berada di dalam persekutuan dengan dia. Ada perkembangan pemikiran di sini - kita 'hidup bersama-sama dengan dia'.

Tahukah Anda apa artinya 'hidup bersama-sama dengan Kristus'? Jika Anda tahu apa artinya hidup bersama dengan orang lain di dalam sebuah apartemen, maka Anda akan tahu apa artinya 'hidup bersama-sama dengan dia'. Anda bisa saja hidup untuk orang lain tanpa harus bersama-sama dengan dia. Sebagai contoh, Anda bekerja untuk bos Anda, akan tetapi Anda tidak tinggal bersama-sama dengan bos Anda. Hidup bersama dengan seseorang berarti suatu persekutuan, suatu kebersamaan dengan orang tersebut. Yesus telah mati supaya kita bisa bersekutu dengannya. Itulah yang disebut dengan doa! Doa tidak sekadar saat Anda berlutut selama dua atau lima menit. Doa berarti hidup bersama dengan Yesus. Itulah suatu cara menjalani kehidupan. Apakah Anda hidup bersama dengan Yesus? Menjalani hidup bersama-sama dengan Yesus, itulah doa. Ketika Anda menerapkan ajaran Yesus ke dalam hidup Anda setiap hari, menjalani hidup dengan dia, itulah doa. Doa bukanlah gumaman yang keluar dari mulut Anda. Doa adalah hal yang keluar dari dalam hati.

Seperti yang dikatakan di Matius 12:30, tidaklah cukup jika hanya menjadi orang yang mendukung dia, yang penting adalah bersama-sama dengan dia. Jadi, pertanyaannya bukanlah apakah Anda mendukung Yesus atau tidak, melainkan apakah Anda bersama dengan dia atau tidak. Sebagai contoh, katakanlah ada dua orang yang sedang bertinju di atas ring tinju, mereka bertinju dengan sangat seru, dan Anda mendukung salah satunya. Anda bersorak bagi orang ini, "Ayo! Pukul dia! Pukul lebih keras lagi! Tidak! Pakai upper cut dari sini! Sebelah kiri!" Anda berseru lantang karena Anda mendukung dia. Dan setiap kali orang itu terpukul, hati Anda terasa sakit. Setiap kali dia memukul lawannya, semangat Anda bangkit kembali. Demikianlah, semangat Anda jatuh dan bangun berulang kali. Anda berjingkrak-jingkrak di kursi Anda sepanjang waktu. Anda mendukung dia, sangat mendukung dia. Akan tetapi mendukung dia tidak sama dengan bersama-sama dengan dia karena sekadar mendukung tidak membantu orang itu menjatuhkan lawannya.

Bersama-sama dengan dia berarti Anda berada di atas ring tinju bersamanya. Sebagai contoh, Anda melihat ada orang yang sedang diserang di jalanan, dan Anda berkata, "Ayo! Ayo!" Anda menyemangati dia. Hal itu sama sekali tidak membantu dia. Dia tetap saja diserang. Tetapi bersama-sama dengan dia berarti Anda masuk ke gelanggang dan mendampinginya. Anda memberinya pertolongan. Itulah yang disebut bersama-sama dengan dia. Jika ada orang yang maju berperang, tidaklah cukup sekadar menyemangati dia, "Bagus! Aku akan memukul genderang! Kamu yang maju berperang! Aku akan menabuh genderang di sini!" Bersama-sama dengan dia berarti jika dia maju bertempur, maka Anda juga mengangkat bendera, senjata dan ikut melangkah di belakangnya, atau di sampingnya. Itulah artinya bersama-sama dengan dia. Kita selalu siap untuk menyemangati orang lain, selama tidak terlalu banyak menimbulkan pengorbanan bagi kita, bukankah begitu?

Demikianlah, Paulus melangkah lebih maju lagi, menutup jurang antara ajaran dengan kehidupan sehari-hari: Yang sudah mati untuk kita, supaya entah kita berjaga-jaga, entah kita tidur, kita hidup bersama-sama dengan Dia. Kita harus selalu berdiri di sisinya dan kita terus aktif ikut serta dalam melakukan segalanya demi kemuliaan Yesus dan Allah Bapa di surga.

Yesus mati untuk mewujudkan masyarakat yang baru!
Jadi, kita telah melihat jawaban atas pertanyaan tersebut. Mengapa Yesus mati? Saya harap jawaban ini jelas buat Anda. Janganlah sekadar berkata bahwa dia mati untuk menyelamatkan saya. Itu hanya satu bagian dari kebenarannya. Jangan sekadar berkata Yesus mati karena dia mengasihi saya. Itu juga hanya satu bagian dari motivasinya untuk mati. Jawaban lengkapnya tidak seperti itu. Yang kita bahas adalah mengapa dia mati, dalam pengertian, apakah rencana dan tujuan kekalnya? Dan kita mendapati bahwa jawaban untuk pertanyaan ini sangat jelas. Yesus mati untuk menguduskan baginya suatu umat kepunyaannya sendiri. Dan karena mereka adalah miliknya pribadi, maka mereka harus hidup bagi kemuliaan Allah Bapa setiap saat, setiap hari. Tantangan yang sungguh indah. Dan karena mereka hidup bagi kemuliaan Allah Bapa, maka orang lain akan tertarik datang kepada-Nya, orang lain bisa memperoleh hidup yang kekal. Mereka menemukan terang itu melalui kita. Orang lain tertarik untuk masuk ke dalam hidup yang baru ini. Hidup yang tidak harus diisi dengan keegoisan, keangkuhan, dan kebencian. Ini adalah hidup yang dijalani di mana akan terbentuk satu masyarakat yang saling menasehati, saling membangun dan yang saling peduli. Suatu masyarakat baru di mana kasih dan keadilan berdiam di dalamnya. Ini adalah visi yang sangat indah! 

Saat Yesus mati, saat dia menghembuskan nafas terakhirnya di atas kayu salib, saya yakin bahwa itu adalah saat bersukacita baginya karena visi ini telah meneguhkannya sampai dengan saat yang terakhir - yang dengan mengabaikan kehinaan tekun memikul salib ganti sukacita yang disediakan bagi Dia.

Kiranya hari ini saat kita merayakan Paskah, kita bisa memberi Yesus Kristus sukacita yang besar, bukannya hanya meneteskan air mata atas kematiannya, tapi bangkit dan berkata, "Tuhan, engkau telah mati untuk tujuan ini. Engkau telah menjadikan aku milikmu, membeliku dengan darahmu. Dengan kasih karuniamu, aku akan menjalani hidup demi kemuliaan Allah Bapa di surga. Aku akan menjalani hidup ini dengan cara yang menyenangkan Bapa, sehingga ketika engkau mengenangkan lagi kayu salib dan semua penderitaan yang telah kau lalui, engkau akan bersukacita. Engkau akan melihat hasil dari jerih payahmu dan bersukacita!"

SELESAI

Sumber: Cahaya Pengharapan Ministries www.cahayapengharapan.org

Apakah tujuan kekal Yesus mati bagi kita? Bagian 1

Selasa, 26 Maret 2013


Khotbah oleh Pendeta Eric Chang

Kita akan membahas tentang mengapa Kristus harus mati. Mengapa Yesus memberikan dirinya kepada kita? Anda mungkin akan segera menjawab, "Mudah saja. Saya tahu jawabannya. Yesus mati untuk menyelamatkan kita." Ini adalah jawaban yang sederhana untuk persoalan yang sangat penting ini. Benar, memang benar Yesus mati untuk menyelamatkan kita, tetapi itu hanya sebagian dari kebenaran. Anda mungkin berkata, "Kristus mati karena dia mengasihi kita!" Ini juga merupakan jawaban yang sering kita dengar. Apakah ini salah? Tidak, jawaban ini benar, tetapi juga masih belum kebenaran yang seluruhnya. 

Wujudkan tujuan dari kematian Yesus, bukan hanya menangisi kematiannya!
Jadi, mengapa Yesus mati? Apa rencana kekal Allah lewat kematian AnakNya Yesus Kristus? Apakah Allah mempunyai suatu tujuan? Jika kita berkata bahwa Yesus mati karena dia mengasihi kita, yang sedang kita gambarkan sebenarnya adalah niat atau motivasi hati. Akan tetapi jawaban itu tidak menjelaskan untuk apa Yesus mati. Jika saya bertanya, "Mengapa Yesus mati?" yang sedang ditanyakan bukanlah motivasinya atau hal yang mendorong dia untuk melakukan itu. Yang sedang saya tanyakan adalah apa rencana kekal Allah lewat kematian AnakNya? Apa rencana kekal itu memang ada? Jadi, pertanyaan tentang motivasi kematian Yesus berbeda dengan tujuannya. Motivasinya memang kasih. Tapi apakah tujuan dari kematiannya? 

Saat saya berbicara tentang salib, saya tidak akan mencoba untuk menggambarkan bagaimana mereka menancapkan paku ke tangan dan kaki Yesus dan tentang rasa sakit dan penderitaan yang dialaminya. Anda bisa merenungkannya sendiri. Namun perlu diketahui bahwa penderitaan jasmani bukanlah pokok yang utama. Dan jika saya ingin berbicara tentang penderitaan rohani, saya juga tidak bisa menggambarkannya karena saya sendiri tidak memahaminya! Siapa di antara kita yang bisa memahami penderitaan rohani Kristus? Kita tidak berada dalam posisi mampu memahaminya karena kita ini sangat tidak peka terhadap dosa. Dosa tidak membuat kita merasa risih. Lalu, bagaimana kita bisa memahami orang yang merasa risih dengan dosa? Yang hatinya hancur melihat dosa? Kita tidak bisa memahaminya!  

Sebagai contoh, jika Anda bertumbuh dengan kebiasaan hidup bersih, Anda tidak akan dapat memahami perilaku anak-anak yang senang bermain di lumpur. Sangat menyenangkan buat dia saat melumuri wajahnya dengan lumpur. Tapi bagi Anda hal itu sangat jorok. Akan tetapi anak yang terbiasa bermain dengan lumpur tidak merasa bahwa itu jorok. Anda berbicara dalam bahasa yang tidak dipahaminya karena dia tidak merasa bahwa lumpur itu jijik. Bagi dia, "Ini sangat menyenangkan! Senang sekali bisa bermain dengan lumpur." Demikianlah, Anda mungkin berkata, "Asyik sekali berbuat dosa. Sangat menyenangkan." Lalu orang lain yang  peka dengan dosa akan meratapi dosa namun Anda berkata, "Aku tidak mengerti. Kenapa dia bereaksi begitu keras?" Itulah persoalannya, kita tidak peka dengan dosa. 

Jadi, saya tidak akan mencoba untuk memahami apa yang alami oleh Yesus di kayu salib, karena jika kita belum mencapai kepekaan rohani seperti dia, maka kita tidak akan mungkin bisa memahami hal ini. Sampai pada batas tertentu, kita masih bisa memahami arti kepedihan. Akan tetapi, tetap saja kita tidak bisa memahami penderitaan di kayu salib. Pokok yang utama bukanlah pada masalah penderitaan jasmani. Lagi pula, Yesus bukanlah satu-satunya orang yang pernah disalibkan oleh penguasa Romawi. Terdapat ribuan orang yang disalibkan oleh pihak Roma. Di dalam pemberontakan Spartakus, misalnya, di jalan yang menanjak ke arah kota Roma berjajar kayu salib. Penyaliban adalah hukuman yang dijatuhkan pada banyak orang pada zaman itu. Jadi, jika penderitaan jasmani yang dialami oleh Yesus membuat kita meneteskan air mata, lalu bagaimana dengan penderitaan orang lain yang juga disalibkan? Penderitaan jasmani bukanlah pokok yang utama.

Yang utama adalah penderitaan rohaninya, dan hal ini justru tidak kita pahami. Itu sebabnya Yesus ke taman Getsemani, ke tempat yang maha kudus dan tidak bisa kita ikuti, karena kita tidak memahaminya. Sekarang, orang tidak peka terhadap dosa. Bahkan orang Kristen juga tidak peka terhadap dosa. Sangatlah menyedihkan melihat betapa mereka mampu melukai hati orang lain, betapa orang Kristen bisa menjadi sangat tidak berperasaan, sangat tidak ramah, bejat, pesimis dan daftar dosa orang Kristen sangatlah panjang. Secara rohani, orang Kristen benar-benar sangat jauh dari Tuhan. Bagaimana bisa mereka mengerti apa yang ditanggung oleh Yesus? Bagaimana saya, yang secara rohani tidak peka ini, bisa memahaminya? Saya memang sedih melihat dosa, akan tetapi kesedihan itu masih terlalu jauh dari kesedihan yang diderita oleh Yesus. Jadi, bagaimana saya bisa kita memahami penderitaan rohani yang dialami oleh Yesus di atas kayu salib?

Karena saya tak mampu mendalami kepedihan atau penderitaannya, maka yang bisa saya lakukan hanyalah mengajukan pertanyaan yang lebih mendasar, untuk apa Yesus melakukan itu semua? Apakah yang menjadi tujuannya? Apakah yang menjadi rencana kekal Allah dalam mengutus Yesus untuk mati? Apakah Allah punya rencana kekal itu? Dan jika memang demikian, apakah itu rencana kekal itu

Dan dengan kasih karunia dan kuasanya, jika kita bisa mendapatkan gambaran tentang tujuannya maka setidaknya kita bisa berusaha agar tujuan dari kematiannya itu dapat terwujud di dalam hidup kita. Demikianlah, kita beralih dari urusan pemahaman emosional akan kematian Yesus, menuju kepada definisi aktif yang nyata tentang tujuan dari tindakan itu. Dan saya yakin bahwa hal ini akan lebih menyenangkan hati Tuhan. Jadi tujuan kita sekarang adalah untuk mengetahui untuk apa Yesus mati bagi kita? Dan bagaimana saya bisa, dengan pertolongan Allah, mewujudkan tujuan itu di dalam hidup saya?

Apa yang ingin dicapai oleh Allah lewat kematian Yesus?
Saya akan bagikan empat kutipan Alkitab dari tulisan Rasul Paulus. Jika Anda bertanya kepada rasul Paulus, "Paulus, apakah tujuan Allah di dalam kematian Yesus bagi saya? Apakah rencana kekal yang ada di balik hal ini? Hal apakah yang ingin dia capai?" Biar Paulus langsung yang berbicara pada kita lewat keempat kutipan ini

1. Titus 2:14 - Yesus mati demi suatu visi 
· Yesus mati dengan sukarela bagi kita
Pertama-tama, kita melihat di Titus 2:14. Surat Titus adalah surat Paulus yang dia tujukan kepada rekan sekerja dan murid yang dia latih di dalam pekerjaan Tuhan. Agar tetap pada konteksnya, kita akan membaca dari ayat 11.
Karena kasih karunia Allah yang menyelamatkan semua manusia sudah nyata. Ia mendidik kita supaya kita meninggalkan kefasikan dan keinginan-keinginan duniawi dan supaya kita hidup bijaksana, adil dan beribadah di dalam dunia sekarang ini  dengan menantikan penggenapan pengharapan kita yang penuh bahagia dan penyataan kemuliaan Allah yang Mahabesar dan Juruselamat kita Yesus Kristus, yang telah menyerahkan diri-Nya bagi kita (untuk apa?) untuk membebaskan kita dari segala kejahatan dan untuk menguduskan bagi diri-Nya suatu umat, kepunyaan-Nya sendiri, yang rajin berbuat baik.

Jangan hanya berhenti membaca di 'telah menyerahkan diri-Nya bagi kita untuk membebaskan kita' - kita tidak boleh berhenti di sini, karena berhenti di sini berarti tidak jujur pada keseluruhan jawaban. Yang telah menyerahkan diri-Nya bagi kita untuk membebaskan kita dari segala kejahatan dan untuk menguduskan bagi diri-Nya suatu umat, kepunyaan-Nya sendiri, yang rajin berbuat baik.
Inilah jawaban Paulus. Perhatikanlah kata-kata yang telah menyerahkan diri-Nya. Jangan pernah berpikir bahwa nyawa Yesus direnggut oleh Bapa lalu dia disalibkan. Yesus sendiri yang menyerahkan dirinya! Yesus dengan sukarela pergi ke kayu salib. Atas keputusan dan niatnya sendiri dia mengorbankan nyawanya bagi kita. Tak ada tekanan yang memaksa dia melakukan hal ini. Hal ini harus kita tegaskan, karena ada beberapa dari antara kita yang memiliki penilaian bahwa Yesus adalah korban tidak berdaya yang diserahkan untuk mati di kayu salib, dan Yesus tidak berkuasa untuk menolak hal itu. Kita tidak boleh punya kesan seperti ini. Yesus memilih untuk dengan sukacita memberikan dirinya. Dia bukanlah korban, dia sendiri yang menyerahkan dirinya.

· Yesus mati untuk membebaskan kita dari cara hidup kita yang jahat
Pokok yang berikutnya adalah, mengapa dia menyerahkan dirinya? Dia menyerahkan dirinya untuk menebus kita. Kata 'menebus (redeem) adalah kata yang dipakai dalam arti setting free (membebaskan) seorang budak, menebus seorang budak agar merdeka. Kita tidak lagi memakai kata ini secara harfiah di zaman modern. Akan tetapi, pada zaman dulu, kata ini lazim digunakan. Setiap kali Anda ingin membeli seorang budak, Anda membelinya dari orang lain. Kata ini secara harfiah berarti 'menebus' seseorang. Yaitu membebaskan dia dengan cara membayar uang pembebasannya. Dalam hal ini, harganya adalah darah Yesus.

Demikianlah kata rasul Petrus di 1 Petrus 1:18-19: Sebab kamu tahu, bahwa kamu telah ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia yang kamu warisi dari nenek moyangmu itu bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak atau emas (orang pada zaman dulu biasanya membeli budak dengan emas dan perak), melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus yang sama seperti darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat (di sini dia kembali pada istilah-istilah tentang korban persembahan).

Ayat di atas sama seperti kutipan selanjutnya (Titus 2:11-14) yang mencerminkan bahasa Perjanjian Lama. Menebus kita dari apa? Menebus kita dari segala kejahatan. Kata 'kejahatan' ini dalam bahasa aslinya berarti 'pelanggaran (lawlessness).  Mengapa kata 'pelanggaran' ini dipakai? Karena dosa, seperti yang dikatakan oleh rasul Yohanes di 1 Yoh 3:4, pada dasarnya adalah pelanggaran; suatu penolakan terhadap hukum Allah, yang berarti suatu penolakan terhadap kedaulatan Allah. Sekarang Anda bisa melihat mengapa hal ini menjadi tema utama dalam pemberitaan Tuhan sendiri - yaitu kerajaan [kedaulatan] Allah. Saat kita belum mengenal Kristus, kita mengerjakan kehendak kita sendiri, kita hidup semau kita. Kita tidak mau peduli dengan isi hati orang lain, apa lagi isi hati Allah. Karena itu, kita tidak peduli apakah Dia ada atau tidak, apa lagi dengan kedaulatan-Nya. Ini adalah penolakan terhadap pemerintahan Allah di dalam hidup kita. 

Kita tidak peduli dengan Sepuluh Perintah Tuhan atau perintah-perintah lainnya yang berkaitan dengan hal itu. Kita hanya mau melakukan apa yang kita senangi. Begitulah cara hidup kita. Yesus menebus kita dari cara hidup yang demikian. Penebusan ini tidak sekadar dalam segi hukumnya. Penebusan bukan sekadar mencabut status bersalah kita. Tidak, kita ditebus dari segenap cara hidup kita, cara hidup yang digambarkan sebagai melanggar hukum itu.
Ketika kita belum mengenal Kristus kita hidup dalam pelanggaran. Hukum Allah tidak berarti bagi kita. Allah tidak berarti bagi kita. Kita tidak peduli pada firman Allah, atau pada isi Alkitab, atau pada gereja, dan oleh karena itu, kita juga tidak peduli pada orang lain. Kita menegakkan aturan pribadi kita masing-masing. Seandainya kita bisa menghindari hukum buatan manusia, kita juga akan menolak hukum buatan manusia. Kita ingin menegakkan aturan pribadi kita sendiri. Akan tetapi Kristus menebus kita dari segala kejahatan; baik dari kejahatan yang berupa pelanggaran dalam bentuk cara hidup maupun hasil dari cara hidup yang jahat itu

· Yesus mati untuk menguduskan bagi dirinya umat kepunyaannya sendiri
Rasul Paulus melanjutkan dengan berkata bahwa Kristus menyerahkan dirinya untuk menebus kita dari cara hidup lama untuk menguduskan bagi dirinya umat kepunyaannya. Perhatikan kata menguduskan baginya. Kristus tidak menyelamatkan kita semata-mata demi kepentingan kita saja, yakni agar kita diselamatkan dan mendapatkan tempat di surga. Cara pemberitaan seperti ini sangatlah berpusat kepada manusia. Allah melalui perantara Yesus melakukan segala sesuatu demi manusia. Lalu apa yang pernah dilakukan oleh manusia demi Allah? Yesus mati untuk membebaskan kita dari segala kejahatan dan untuk menguduskan, apakah ini demi kita? Tidak, tetapi untuk suatu umat bagi dirinya. Sekarang kita mulai melihat bahwa Yesus mati untuk tujuan yang sangat khusus, dia mati demi menguduskan bagi dirinya suatu umat. Indah sekali!
Perhatikan kata 'menguduskan'. Kata ini dalam bahasa Yunaninya secara harfiah berarti membersihkan, membuat bersih. Kata yang jamak dipakai dalam pengertian membersihkan sesuatu. Menguduskan, membuat bersih - bersih dari segala yang menjijikkan, dari segala noda, dari segala kotoran. Dan dia melakukan ini karena dia menginginkan satu umat miliknya pribadi. Sekarang kita mulai mengerti lebih jauh lagi tentang kematian Yesus di dalam rencana Allah. Ayat itu berlanjut dengan: menguduskan bagi dirinya suatu umat, kepunyaan-Nya sendiri. Oh, sungguh indah, kita menjadi miliknya, kita menjadi miliknya pribadi. 

· Yesus mati agar jemaat menjadi terang di dunia ini
Pada hari Jumat siang di bukit Kalvari, saat Yesus menyerahkan nyawanya; dia bisa melihat bahwa setelah benih itu mati, dari kematiannya akan muncul panen besar, akan muncul umat yang baru (Yoh. 12:24). Umat yang bagaimana? Umat yang telah dibebaskan dari dosa, umat yang indah karena dihiasi kemurnian rohani, kekudusan dan yang akan bersinar di dunia ini demi kemuliaan Allah. Dari tengah lumpur, kotoran dan kejijikan dosa akan bertumbuh bunga yang indah yang putih murni, memancarkan bau harum, kecantikan dan kemuliaan! Oh, ini hal yang sangat layak untuk dibayangkan saat dia sedang sekarat! Ibrani 12:2 berkata, yang dengan mengabaikan kehinaan tekun memikul salib ganti sukacita yang disediakan bagi Dia. Apakah sukacita yang disediakan bagi Yesus? Bukan sukacita karena menderita. Melainkan apa yang terhampar di balik kayu salib itu. Itulah sukacita yang disediakan bagi dia. Mengapa orang-orang mau melayani Tuhan, mengorbankan pekerjaan, karir dan masa depan mereka? Apakah mereka senang menjadi orang miskin? Tentu saja tidak! Sukacita akan apa yang hendak dicapai lewat pengorbanan dan penderitaan, itulah yang memotivasi mereka untuk terus maju.

Demikianlah, saat Yesus menjelang ajal, dia bisa melihat apa yang terhampar di balik penderitaan dan kesakitan itu, yaitu umat yang akan ditebus, yang dibersihkan dari dosa, disucikan, dibersihkan dan yang akan bersinar di dunia ini bagi kemuliaan Allah. Oh, sungguh indah! Saya tidak tahu apakah Anda dapat menangkap gambaran ini. Ini adalah hal yang layak ditebus dengan nyawa. Suatu masyarakat yang baru, suatu umat baru yang telah dimerdekakan bagi Allah di tengah dunia. Dunia yang merupakan ajang peperangan dan penderitaan; dunia yang penuh dengan kebencian, kejahatan, ketidakpedulian, pelanggaran dan di mana setiap orang melakukan kehendaknya sendiri dengan menginjak sesamanya demi mengejar kemuliaannya sendiri.

Dalam dunia yang seperti ini akan muncul suatu komunitas umat baru, yang akan saling peduli, saling mengasihi, yang tidak saling menjatuhkan dalam mengejar tujuannya, tetapi mereka akan merendahkan diri di hadapan orang lain dan tidak takut dirugikan. Mentalitas semacam itu sangat terbalik dengan prinsip hidup duniawi. Suatu masyarakat yang baru - di mana tak seorang pun berusaha mengambil keuntungan dari orang lain, yang niatnya bukan untuk mendapatkan, melainkan ingin memberi. Masyarakat di mana setiap orang akan sangat peduli pada sesama - suatu masyarakat yang baru, dan hal ini sangat layak ditebus dengan nyawa

Hal ini juga merupakan alasan mengapa banyak orang menjadi pemberontak atau revolusioner, bukankah demikian? Mereka punya harapan untuk mewujudkan suatu masyarakat yang baru, masyarakat yang lebih baik. Itu sebabnya mengapa kaum komunis di China rela menyongsong maut. Mereka memperjuangkan suatu masyarakat baru bahkan dengan nyawa mereka, bukankah demikian? Mereka mempunyai visi. Tentu saja, visi mereka salah. Mereka menekankan pada perubahan ekonomi atau sosial, dan gagal memahami bahwa persoalan umat manusia bukan di bidang ekonomi atau sosial, melainkan di bidang spiritual.

Apakah alasan bagi kematian Kristus menjadi semakin jelas? Ungkapan umat kepunyaannya sendiri bersumber dari Perjanjian Lama. Ungkapan ini dipakai di dalam Perjanjian Lama dan sebenarnya mengacu kepada umat Israel. Israel dibebaskan untuk menjadi suatu umat kepunyaan Allah sendiri. Membebaskan umat-Nya sendiri bukanlah suatu ide yang baru bagi Allah. Ini memang merupakan rencana kekal-Nya. Dia menginginkan suatu umat kepunyaan-Nya sendiri, dan Dia memilih Israel. Tetapi Israel gagal secara menyedihkan. Dan jika saya mengamati gereja masa kini, saya tidak melihat bahwa gereja lebih baik dari Israel. 

Gereja tampaknya bahkan tidak mengerti apa rencana Allah, apa yang menjadi tujuan Allah dalam rencana keselamatanNya. Itulah sebabnya saya terbeban untuk menyampaikan mengapa Yesus mati. Kira ada di antara kita yang dapat menangkap visi tentang mengapa Yesus mati dan mengapa kita juga harus rela mati. Dan karena kita sudah melihat visi ini, kita lalu bersedia untuk hidup atau mati bagi tujuan ini: yakni membentuk suatu masyarakat ilahi yang baru, yang disebut sebagai gereja!
Namun jika kita cermati gereja masa kini, yang terlihat adalah masyarakat yang sibuk bertengkar; masyarakat yang berisi orang-orang berpikiran sempit yang saling mengecam satu dengan yang lainnya, dan juga yang saling menginjak. Sungguh menyedihkan hati saat kita membandingkan visi indah yang ditebus oleh nyawa Yesus, dengan kenyataan yang ada di depan mata kita. Kita harus berjuang untuk mengubah situasi ini. Kita harus bekerja keras untuk menghasilkan masyarakat baru melalui Roh Allah di dalam diri kita, masyarakat yang telah ditebus oleh nyawa Yesus.

Istilah 'umat kepunyaan-Nya' [Titus 2:14] hanya muncul satu kali di dalam Perjanjian Baru. Bagi Anda yang mengerti bahasa Yunani, kata peri-ousios, adalah kata yang sangat jarang dipakai. Hanya muncul satu kali di dalam Perjanian Baru, akan tetapi cukup sering muncul di dalam Perjanjian Lama berbahasa Yunani. Salah satu ayat yang menampilkan kata ini adalah Ulangan 7:6, yang juga merupakan rujukan dari Perjanjian Lama untuk Titus 2:14 ini. Ulangan 7:6 berbunyi sangat mirip dengan kutipan yang kita bahas hari ini termasuk adanya kata 'redeem (membebaskan, menebus)'. Ini menunjukkan bahwa pemikiran yang ada di dalam surat kepada Titus ini nyaris bersumber langsung dari kitab Ulangan. Di sini terlihat bahwa kitab Ulangan tidak berbeda jauh dengan pemikiran Paulus ketika dia menggunakan kata peri-ousios. Ini adalah hal yang sangat menarik.

Ulangan 7:6 - Sebab engkaulah umat yang kudus bagi TUHAN  (Yahweh), Allahmu; engkaulah yang dipilih oleh TUHAN, Allahmu, dari segala bangsa di atas muka bumi untuk menjadi umat kesayangan-Nya, (kata ini di dalam Perjanjian Baru diterjemahkan dengan umat kepunyaan-Nya sendiri). Perhatikan, mengapa Allah memilih umat ini? Apakah karena orang Yahudi lebih baik daripada umat lain? Lebih cerdas? Lebih ramah? Tidak sama sekali. Tak ada kelebihan umat Yahudi, tak ada sama sekali. Ayat 7: Bukan karena lebih banyak jumlahmu dari bangsa manapun juga, maka hati TUHAN terpikat olehmu dan memilih kamu bukankah kamu ini yang paling kecil dari segala bangsa? Allah berfirman kepada bangsa Israel melalui Musa, "Kalian bukanlah bangsa perkasa yang membuat Allah kagum, kalian bukan apa-apa. Kalian yang paling sedikit, paling kecil dan yang paling tidak berarti. Tetapi justru karena kalian bukan apa-apa di antara bangsa-bangsa di dunia, itulah sebabnya Aku memilih kalian." Jika Anda mengira bahwa Allah memilih Anda dan saya karena kita ini lebih baik daripada orang lain, maka kita telah keliru memahami persoalannya. Kita ini bukan apa-apa di dunia. Allah memilih kita justru karena kita sangat tidak berarti. Allah selalu senang memilih mereka yang tidak berarti apa-apa, yang bukan siapa-siapa untuk menjalankan rencana besar-Nya, supaya semua orang bisa melihat bahwa Allah yang telah mengerjakan semua itu, bukannya manusia!

Ayat 8 berkata: tetapi karena TUHAN mengasihi kamu dan memegang sumpah-Nya yang telah diikrarkan-Nya kepada nenek moyangmu, maka TUHAN telah membawa kamu keluar dengan tangan yang kuat dan menebus engkau dari rumah perbudakan, dari tangan Firaun, raja Mesir. Di Titus 2.14, Anda menemukan kata yang sama yaitu 'redeem (menebus, membebaskan)'. Dia telah menebus kita untuk menjadikan kita umat kepunyaan-Nya sendiri. Jadi kita adalah Israel yang baru. Gereja mengambil alih tempat Israel ketika Israel gagal menjalankan tugasnya.

Mengapa Allah memilih Israel? Tak ada hal yang berarti di Israel. Lalu mengapa Allah memilih Israel? Apakah Dia ingin menjadikan mereka milik yang khusus sehingga mereka boleh berbangga atas hal itu? Tidak! Dia memilih mereka untuk mengerjakan tugas khusus: menjadi terang dunia, menjadi terang bagi bangsa-bangsa. Kita baca hal ini di Yesaya 42:6, "Aku ini, TUHAN, telah memanggil engkau untuk maksud penyelamatan, telah memegang tanganmu; Aku telah membentuk engkau dan memberi engkau menjadi perjanjian bagi umat manusia, menjadi terang untuk bangsa-bangsa." Saat bangsa Israel berpikir, "Allah telah memilih aku karena Dia ingin menyelamatkan aku. Hanya itu saja!" Maka mereka telah salah paham. Allah telah memilih Israel untuk mengerjakan satu tugas di dunia ini: menjadi terang bagi dunia, menjadi terang bagi bangsa asing, yaitu bangsa-bangsa lain. 

Mengapakah Allah memilih kita menjadi kepunyaan-Nya sendiri? Surat Titus melanjutkan dengan memberitahu kita, "suatu umat, kepunyaan-Nya sendiri, yang rajin berbuat baik." Kata 'deeds (tindakan)' dan 'works (perbuatan)' memiliki makna yang sama dalam bahasa Yunani. Camkanlah hal ini baik-baik. Mengapa Tuhan ingin kita rajin berbuat baik? Mengapa? Karena jika bukan dengan cara berbuat baik, maka dengan cara apa lagi kita bisa bersinar bagi Tuhan? Dengan cara apa lagi kita bisa memuliakan Allah di bumi ini? Itu sebabnya Yesus berkata di Khotbah di Bukit, di Matius 5:16, "Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga."

Mengapa Yesus rela mati? Apakah karena dia ingin memiliki umat kepunyaannya sendiri? Ya, namun bahkan ini bukanlah suatu jawaban yang lengkap. Mengapa Yesus ingin memiliki satu umat yang khusus? Supaya dia bisa memuaskan keinginannya sendiri? Bukan demikian. Yesus menginginkan suatu umat yang bersinar di dunia ini untuk mengungkapkan kemuliaan Allah Bapa. Untuk apa? Supaya orang lain yang melihat terang itu, bisa tertarik untuk datang kepada terang itu, agar mereka juga bisa diselamatkan, dan bisa masuk ke dalam hidup yang kekal.

Dapatkah Anda melihat keseluruhan rencana keselamatan dari Allah? Apakah Anda sedang menggenapi rencana tersebut? Dapatkah Anda berkata bahwa Anda rajin berbuat baik? Apakah arti dari 'rajin berbuat baik' itu? Artinya adalah orang yang gemar mengerjakan apa yang baik. Hasrat untuk melakukan apa yang baik! Setiap kali Anda mengerjakan perbuatan baik, apakah Anda melihat hal itu sebagai beban yang berat? "Oh tidak, aku harus menjadi orang baik hari ini. Sungguh pekerjaan yang berat! Mungkin hari ini, aku harus menaruh beberapa dolar di kotak persembahan. Artinya, aku tidak bisa beli lebih banyak coklat hari ini. Sungguh berat jadi orang baik." 

Di sini dikatakan, rajin, gemar berbuat baik, sangat bersukacita karena bisa berbuat baik! Itu berarti ada suatu perubahan di dalam sikap hati Anda. Artinya Anda sudah diubah; Anda memiliki pola pikir yang sama sekali baru. Menjadi seorang Kristen berarti menjadi ciptaan baru. Bukannya berusaha mendapatkan pemikiran baru. Bukan bahwa sebelumnya, saya adalah seorang revolusioner dalam pengertian komunis, sekarang saya adalah seorang yang revolusioner dalam pengertian Kristen. Itu hanya sekadar mengganti obyek Anda saja. Tidak lebih! Bukan demikian, diperlukan sesuatu yang lebih mendalam ketimbang itu. Gemar berbuat baik berarti Allah telah masuk ke dalam hidup Anda, Anda menjadi manusia baru. Anda tidak sekadar berganti tujuan, tetapi segenap cara berpikir Anda berubah. Sekiranya pola pikir Anda tidak berubah, dan Anda tidak menjadi manusia baru, maka tidaklah mungkin bagi Anda untuk menggenapi panggilan surgawi menjadi terang Allah yang bersinar bagi Dia di dunia ini.

Apakah gereja merupakan terang di dunia? Apakah kita, sebagai jemaat, adalah terang dunia? Apakah kita sudah bersinar? Sudahkah? Adakah sinar, sekecil apa pun itu, yang memancar dari gereja ini? Kita telah gagal. Terang yang ada sangat tidak berarti. Saya tidak tahu apakah orang yang sedang berjalan di dalam kegelapan bisa melihat terang itu, supaya dia tidak tersandung dan jatuh ke dalam lubang! Jika kita tidak bersinar sebagaimana seharusnya, tidakkah Anda melihat bahwa kematian Kristus itu sia-sia? Untuk apa dia mati? Apakah untuk menghasilkan jemaat seperti kita yang nyaris tidak memancarkan sinar di tengah kegelapan ini? Untuk inikah Kristus mati?  

.....................Bersambung........................
Sumber: Cahaya Pengharapan Ministries www.cahayapengharapan.org
 
Support : Kidung Online | Debrian Ruhut Blog | IL Cantante Choir
Copyright © 2013. Catatan Dari Meja Pendeta - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger