oleh Pearl B.
Saya
bersama suami dan anak saya yang berumur 10 bulan berangkat meninggalkan
Jakarta menuju Singapura pada bulan Juli 1990. Kami adalah orang asing
di negara asing dan kami tidak mengenali siapa pun di sana. Tiga bulan
setelah menetap di Singapura, saya menemukan diri saya hamil, suatu hal
yang tidak kami rencanakan tetapi saya yakin itu rencana Tuhan bagi
kami.
Mendekati bulan ketujuh, saya merasa tidak enak badan dan diberitahu
doktor bahwa bayi saya akan dilahirkan lebih awal dari yang
diperkirakan. Dan itulah yang terjadi, anak saya dilahirkan prematur.
Saat dilahirkan, saya hampir tidak mendengar suara tangisannya. Doktor
kemudian memberitahu kami bahwa paru-parunya belum berkembang
sepenuhnya, dan terdapat infeksi di paru-parunya yang membuatnya tidak
dapat bernapas dengan normal. Bayi itu harus dirawat secara khusus dan
biayanya $1000 dolar per hari. Saat saya menjenguknya di ruangan
perawatan intensif, kelihatan begitu banyak selang yang dipasang melalui
hidung dan mulutnya, dan ia menangis dalam kesakitan. Saya begitu rindu
untuk meggendong bayi itu tetapi saya hanya diizinkan untuk membelai
kepalanya. Rasa takut mulai menghantui saya, dan saya mulai ragu,
"Apakah anak saya akan bertahan melewati cobaan ini?"
Siang dan malam saya berseru kepada Tuhan, memohon agar Ia menyelamatkan
bayi saya. Seminggu berlalu dan doktor akhirnya berhasil menyembuhkan
infeksi di paru-parunya dan ia diizinkan untuk dipindahkan ke inkubator.
Itulah pertama kali sejak ia dilahirkan saya dapat menggendong anak
saya. Kata-kata tidak dapat menggambarkan betapa sukacitanya hati saya
pada momen itu. Saya begitu yakin Tuhan mendengarkan seruan hati saya
dan saya begitu bersyukur kepada Dia.
Pada
waktu itu, kami masih belum menggabungkan diri dengan gereja lokal dan
sedang mencari sebuah gereja di mana kami dapat bersekutu bersama jemaat
Tuhan. Di samping itu, kami juga mencari kehendak Tuhan bagi kami di
Singapura. Kami memang sering menghadiri sebuah gereja yang agak besar,
dengan jemaat sekitar 400 orang, tetapi tidak ada yang mengenal kami di
situ. Kami tidak mendapatkan dukungan dari gereja dan yang dapat kami
lakukan hanyalah berdoa agar Tuhan akan berbelas kasihan kepada kami dan
membantu kami melewati waktu-waktu sulit itu. Sesungguhnya Allah sangat
baik kepada kami dan akhirnya setelah menunggu lama, harinya tiba di
mana kami dapat membawa bayi kami pulang ke rumah.
Pada
waktu itu ia kelihatan begitu kecil. Tubuhnya kurus sekali, yang
kelihatan hanyalah tulang-tulang yang dibaluti kulit. Hati saya begitu
terguris melihat penderitaan dan rasa sakit yang harus ia alami.
Bagaimanapun saya bersyukur kepada Tuhan karena mengizinkan dia untuk
hidup. Tuhan tahu sebanyak mana yang dapat saya tanggung dan Ia tidak
akan membiarkan saya diuji melampaui apa yang dapat saya tanggung. Bayi
itu memberikan begitu banyak sukacita kepada kami sekeluarga dan saya
bersyukur kepada Tuhan karena mengizinkan saya untuk mengalami
kasih-Nya.
Kami
menamainya "Brendon", anak yang sangat lucu, manis dan matanya sangat
besar. Kebanyakan orang yang memandangnya pasti akan mengagumi wajah
yang begitu lucu. Brendon anak yang pendiam dan jarang memberikan kami
masalah. Pada ulang tahunnya yang ketiga, sesuatu hal yang tak diduga
terjadi. Saya bersyukur kepada Tuhan untuk campurtangan-Nya di waktu
yang tepat, kami menemukan anak kami sepertinya tidak seperti anak-anak
yang lain. Seorang psikolog mengkofirmasikan kepada kami bahwa Brendon
mempunyai masalah psikologis yang disebut autisme. Sebelum itu kami
belum pernah mendengar tentang penyakit ini. Setelah menerima banyak
penjelasan kami terkejut saat mengetahui bahwa penyakit ini tidak dapat
diobati. Seorang autis hidup di dalam dunianya sendiri; ia tidak dapat
bersosialisasi dengan orang lain dan mungkin juga tidak akan dapat
berkomunikasi dengan orang lain. Kami diberitahu bahwa ia mungkin harus
mendaftar di sekolah khusus untuk mengikuti program interventif, yang
biayanya mencapai $1600 dolar per bulan.
Seolah-olah satu mimpi yang indah tiba-tiba ambruk hancur berkecai.
Pada saat itu saya langsung menangis, momen yang paling hitam
dalam hidup saya. Saya pulang dalam keadaan hancur, untuk waktu yang
lama, saya terus menatapi wajah anak saya, tidak saya temukan sedikit
pun tanda bahwa ia abnormal. Brendon anak yang sangat cakap dan roman
wajahnya tidak ada yang kelihatan tidak normal. Tidaklah mungkin anak
saya autis. Saya menangis di hadapan Tuhan. Saya tidak dapat menerima
fakta bahwa anak saya autis. Begitu banyak pertanyaan dan keraguan yang
timbul di dalam benak saya. Selama dua minggu saya resah dan tidak dapat
makan. Saya masih ingat, suami saya juga mengalami depresi. Anak
perempuan kami, Sharon, waktu itu berumur 5 tahun dan masih terlalu muda
untuk mengetahui apa yang sedang terjadi.
Bagaimanapun, saya
bersyukur kepada Tuhan bahwa saya menemukan gereja Christian Disciples
Church pada tahun itu (1994). Saya sedang mengalami pergumulan yang
sangat berat, bergulat di antara kehendak Tuhan dan kehendak saya
sendiri, dan saya tidak dapat memahami mengapa Tuhan memberikan saya
tiga tahun yang sangat indah membesarkan anak saya yang lucu, dan
kemudian menemukan bahwa ia bukan anak yang normal. Terlalu sakit bagi
saya untuk menerima hal yang sedang terjadi. Saya tidak dapat tunduk
kepada kehendak Tuhan pada waktu itu karena saya tidak memahami kehendak
Tuhan bagi saya. Saya mau meninggalkan iman Kristen
saya dan kembali ke cara hidup lama saya. Saya menyalahkan diri saya
atas apa yang terjadi kepada Brendom karena saya melahirkan dia. Di sisi
yang lain, saya tidak mengerti mengapa Allah yang Pengasih akan
mendatangkan begitu banyak penderitaan ke atas umat yang Ia kasihi.
Terlalu sulit untuk melihat bahwa Ia Tuhan yang Pengasih yang tidak akan
menelantarkan kami.
Saya
dengan sungguh-sungguh berdoa kepada Tuhan untuk menyingkapkan
kehendak-Nya kepada saya dan Ia melakukannya. Saya membaca sebuah
artikel di dalam satu buletin, yang menulis tentang satu kisah mengenai
para malaikat Tuhan berdiskusi dengan Tuhan tentang kepada siapa yang
harus diberikan bayi yang spesial ini? Jawaban Tuhan adalah bayi yang
spesial ini harus diberikan kepada orang yang dapat menghujaninya dengan
kasih dan yang kepedulian yang spesial. Pada saat itu juga, saya
mengerti bahwa Brendon adalah pemberian yang spesial dari Tuhan dan Ia
akan memampukan saya dan suami saya untuk membesarkan dia sesuai dengan
kehendak Dia. Roh Tuhan memimpin saya untuk mempelajari kisah kehidupan
Ayub. Ayub menderita bukan karena ia berbuat dosa, tetapi semua hal yang
jahat yang terjadi di atas hidupnya berada di dalam pengendalian Tuhan.
Walaupun ia menderita, tetapi ia tidak menyalahkan Tuhan. firman Tuhan
berbicara langsung ke dalam hati saya pada waktu itu dan saya diangkat
oleh kuasa kasih Tuhan. Saya begitu terharu dengan kepedulian Tuhan ke
atas keadaan saya dan saya tahu bahwa Ia begitu memedulikan saya.
Seperti kata-kata-Nya di Roma 8:28, "Kita tahu sekarang, bahwa Allah
turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi
mereka ...yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah."
Saya
bersyukur kepada Tuhan karena memberikan saya pencerahan. Saya
memutuskan untuk mengikut Tuhan tidak kira apa yang terjadi. Jauh di
dalam lubuk hati saya, saya percaya bahwa kasih karunia Tuhan, kuasa dan
kekuatan-Nya akan memampukan saya untuk terus maju. Seperti yang Paulus
katakan di Fil. 4,13, "Segala sesuatu dapat kulakukan melalui Kristus
yang menopangku." Saya bertekad untuk menjalani hidup yang berkemenangan
dengan kekuatan-Nya. Tetapi, saya belum sepenuhnya mematikan manusia
lama dan saya terus menerus bergumul dengan pemikiran bahwa penyakit
autis Brendon adalah karena saya telah berbuat dosa. Saya dengan penuh
kesungguhan berdoa untuk mendapatkan kepastian dari Tuhan. Sekali lagi
Tuhan mendengar seruan hati saya dan Ia mengutus seorang hamba-Nya ke
rumah saya pada suatu hari. Ia adalah seorang misionaris dan ia
mendoakan seluruh keluarga kami pada kunjungan itu. Lewat doa itu, saya
dan suami saya memperoleh kepastian dari Tuhan bahwa bukanlah kesalahan
kami bahwa kami diberikan anak yang autis. Seolah-olah kami sedang
mendengarkan suara Tuhan berbicara langsung ke dalam hati kami dan kami
begitu terharu saat Roh Kudus menjamah hati kami. Itulah pertama kali
saya melihat suami saya menangis. Kami bersyukur kepada Tuhan untuk
jaminan atas kasih-Nya bagi kami dan bahwa Ia akan menopang kami dan
menuntun kami melewati setiap badai dalam kehidupan kami.
Setelah doa itu saya dapat merasakan bahwa Tuhan telah mengangkat semua
beban saya. Ia telah mengubah tangisan saya menjadi sukacita; terdapat
damai di dalam batin saya, hal yang sudah lama tidak saya alami.
Saya berulang kali menaikkan pujian dan syukur kepada Dia. Ia adalah
Gembala baik yang telah menuntun saya keluar dari lembah kekelaman. Saya
dapat merasakan kasih Allah menyelubungi saya. Walaupun hati saya masih
tidak pasti bagaimana membesarkan anak ini, tetapi saya bertekad untuk
menyerahkan seluruh keluarga saya kepada Tuhan. Saya tahu Tuhan yang
sedang memegang kendali dan hanya Dia yang tahu apa yang ada di depan
kami, karena masa depan kami di tangan-Nya. Saya tahu bahwa jalan di
depan tidaklah mudah, tetapi jauh di dalam lubuk hati saya, saya yakin
bahwa kasih karunia dan kekuatan Tuhan cukup untuk membawa saya
melewatinya. Seperti yang dijanjikan di 2 Ko. 12:9, "Cukuplah kasih
karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi
sempurna."
Kami dengan segera
mendaftarkan anak kami ke sekolah khusus. Pada waktu itu, ia sama sekali
tidak dapat berbicara dan mempunyai masalah perilaku sangat parah. Di
beberapa bulan yang pertama, gurunya harus secara pribadi melatihnya
untuk duduk dan memberi perhatian pada pelajaran yang diberikan.
Brendon mempunyai rentang waktu perhatian yang sangat singkat dan ia
akan terlena dalam dunianya sendiri dan tidak dapat memahami satu pun
kata yang diajarkan guru. Ia bahkan tidak tahu namanya sendiri. Kami
berusaha dengan keras untuk mengajarkan kepadanya kata "tunggu" dan
berbulan-bulan diperlukan sebelum ia memahami arti kata itu.
Saya teringat perasaan frustrasi dan amarah saat ia
bertingkah di tempat-tempat umum. Mata dari semua arah terarah pada kami
seolah-olah kami orang tua yang sama sekali tidak tahu bagaimana
mendisplin anak kami. Setiap saat anak saya tidak dapat menunggu dan tak
terkendali, saya berseru kepada Tuhan, tetapi Tuhan kelihatannya begitu
jauh and Ia tidak datang membantu saya. Saya begitu penuh dengan amarah
karena saya merasa saya diuji melampaui kemampuan saya untuk
menanggungnya namun firman Tuhan berkata bahwa kita tidak akan diuji
melampaui kemampuan kita dan Ia akan memberikan jalan keluar. ( 1 Ko.
10:13) Tetapi di manakah pertolongan-Nya? Di manakah jalan keluarnya?
Saya sama sekali tidak dapat mengucap syukur kepada Tuhan. Setiap kali
hal itu terjadi, hati saya berdosa, saya menjadi marah dengan Tuhan.
Saya telah gagal dalam memahami apa yang sedang Tuhan ajarkan pada saya.
Dalam banyak keadaan, saya kehilangan kendali dan saya tidak dapat
menerima peri laku anak saya yang bermasalah itu. Saya hilang kesabaran
dalam berhubungan dengan dia karena ia tidak dapat memahami bahkan
sepatah pun dari perkataan saya. Disebabkan ketidak-mampuan dia dalam
memahami, ia sama sekali tidak dapat menurut perintah. Pernah sekali
saya begitu marah sehingga saya merotannya: Saya melempar kursi kecil ke
lantai sehingga kursi itu hancur berkecai. Saya masih ingat, Brendon
menangis karena kesakitan. Saya merangkulnya dan saya juga menangis
bersama-sama dengannya. Saya memberitahu Tuhan bahwa saat saya merotan
anak saya, secara fisik ia sakit tetapi rasa sakit saya bahkan jauh
lebih lagi, seolah-olah ada pisau tajam yang menusuk menembusi hati
saya. Saya tahu saya sudah gagal dan telah jatuh ke dalam pencobaan.
Saya berulang kali memohon pengampunan dari Tuhan.
Melalui pimpinan Roh Kudus, saya ikut serta dalam program pelatihan di
gereja. Saya mulai memahami apa artinya komitmen. Saya mempelajari
tentang pentingnya komitmen total dan tentang bagaimana saya harus
menjalani satu kehidupan di mana saya berdiam di dalam Kristus setiap
waktu (Yoh. 15), karena di luar Kristus kita tidak dapat berbuat apa-apa
(Yoh.15:5). Saya tahu saya sedang menelusuri satu jalan yang sangat
sukar dan saya harus berani. Dengan kekuatan saya sendiri, tidak mungkin
saya dapat melakukan apa-apa. Hanya oleh kekuatan Tuhan saya mampu
menang di atas setiap pergumulan rohani. Saya bertekad untuk mencari
Tuhan sekali pun saya telah berulang kali gagal dalam pencobaan. Ia
adalah penguasa dan kita adalah hamba-Nya. Saya berhenti menuntut bahwa
Tuhan harus seolah-olah menjadi hamba saya dan melakukan apa saja buat
saya.
Seperti yang saya katakan tadi, anak saya sama sekali tidak dapat
berbicara. Kami berkonsultasi kepada seorang ahli terapi wicara. Kami
meminta bantuan dari ahli ilmu jiwa dan banyak lagi konsultan pakar
dalam banyak bidang. Akhirnya saya menyadari bahwa saya sedang mencari
ke merata tempat di dunia untuk mendapatkan solusi bagi masalah anak
saya. Kami sudah mengeluarkan biaya yang begitu tinggi untuk mendapatkan
sedikit penghiburan bahwa kami sedang berbuat sesuatu untuk anak kami.
Saya berkonsultasi kepada begitu banyak guru tentang cara yang terbaik
untuk mengajar anak saya dan saya meluangkan hampir seluruh waktu saya
untuk menyiapkan materi untuk mengajarnya. Yang saya harapkan adalah
saya dapat membuat ia "normal". Kami mengalami begitu banyak kekecewaan
karena anak kami masih sama sekali tidak dapat berbicara dan tidak ada
perkembangan yang berarti. Pada saat itulah Tuhan menyingkapkan
Diri-Nya kepada saya sekali lagi. Tuhan bertanya kepada saya, "Mengapa
kamu mencari mukjizat penyembuhan bagi anak kamu di dalam dunia ini?
Akulah jawabannya." Saya tersentak. Sesungguhnya, saya telah ditarik ke
dalam dunia, berpikir bahwa penyelesaian kepada masalah saya dapat
ditemukan di dunia. Pada kenyataannya, jawaban itu ada di dalam
Dia, karena masa depan ada di tangan-Nya dan Ia-lah yang memegang
kendali ke atas segala sesuatu.
Sesungguhnya, Tuhan
senantiasa baik. Ia tahu keadaan rohani saya pada saat itu. Saya secara
pelahan-lahan sedang dibawa arus dunia dan semakin menjauh dari Dia,
namun pada saat yang bersamaan saya pikir saya sedang berada di jalur
yang benar. Bagaimanapun Tuhan tidak meninggalkan saya. Ia memampukan
saya melihat bahwa saya harus menyerahkan segalanya kepada Dia dan
sepenuhnya berkomitmen kepada Dia. Saya menyadari bahwa komitmen saya
kepada Dia harus 100%; tidak ada komitmen yang sebagian yang akan dapat
menyelamatkan saya. Saya menyesali segala yang telah saya lakukan dan
saya bertobat di hadapan Tuhan sekali lagi. Saya mulai mengalami
transformasi yang dihasilkan dari kuasa Tuhan. Yang saya maukan pada
waktu itu adalah semakin mengenal Dia dan memahami kehendak-Nya yang
sempurna dalam hidup saya. Saya menyerahkan anak dan keluarga saya ke
dalam tangan-Nya, saya tahu Tuhan akan menyediakan segala kebutuhan
sesuai dengan kehendak dan waktu-Nya.
Saya
telah belajar pentingnya kejujuran yang total di hadapan Tuhan. Saya
memberitahu Tuhan bahwa adalah di luar kemampuan saya untuk memahami
anak saya. Saya memohon kepada Tuhan untuk menunjukkan kepada saya
bagaimana berkomunikasi dengan dia. Secara ajaib, anak saya tiba-tiba
mengerti apa artinya kata "tunggu" dan ia mengenal namanya sendiri. Hati
saya begitu dipenuhi sukacita walaupun yang ia tahu hanya satu kata.
Bagi saya itu sudah cukup untuk menyakinkan saya bahwa Allah itu mampu.
Itu satu mukjizat! Sejak dari waktu itu, saya tidak lagi meluangkan
semua waktu saya menyediakan materi pengajaran dan saya mengakui di
hadapan Tuhan bahwa saya tidak mempunyai kemampuan untuk mengajar anak
saya. Saya meminta Tuhanlah yang mengajar anak saya.
Dengan berjalannya waktu, kami diberitahu bahwa adalah tidak mungkin
bagi dia untuk dapat berbicara, dan kami harus mengajarnya bahasa
isyarat agar kami dapat berkomunikasi dengan dia. Sejak saya
mempercayakan anak saya kepada Tuhan, saya tidak lagi mendengarkan
pendapat orang lain dan memutuskan untuk mengikuti arahan dari Tuhan.
Pada tahun 1996, Tuhan mempersiapkan anak saya untuk perawatan spesial
yang dipanggil "Tomatis Treatment" yang membantunya untuk dapat
mengucapkan kata-kata. Ada orang tua yang mendaftarkan anak
mereka untuk perawatan ini dan hasilnya nol. Sangatlah ajaib melihat
satu lagi mukjizat dalam kehidupan anak saya. Ia mulai dapat mengucapkan
kata-kata walaupun masih belum jelas. Pada bulan Mei,
1997, ia buat pertama kalinya dapat menyebut kata "Mami". Saya begitu
terharu; saya menangis di depan Tuhan karena terlalu sukacita. Itulah
hadiah Hari Bunda yang paling berharga pada tahun itu. Sekali lagi,
Tuhan telah mengubah duka saya menjadi sukacita. Tak terucapkan perasaan
saya pada waktu itu.
Buat
pertama kali pada tahun itu juga anak saya mulai makan bersama kami.
Selama bertahun-tahun ia hanya mau makan kentang. Ia hanya akan makan
kentang goreng dan itu saja, makanan yang lain ditolaknya. Tuhan sangat
bermurah hati karena Ia melindunginya. Walaupun hanya makan kentang,
Brendon sehat dan kuat. Teman-teman dan keluarga kami tertanya-tanya apa
yang dimakannya karena ia terlihat sangat sehat dan kuat. Kami tahu itu
hanya karena kasih karunia, cinta dan rahmat Tuhan ke atas anak saya,
karena sekalipun dietnya tidak seimbang ia sehat. Pada tahun itu, Tuhan
menghapuskan takutnya akan makanan baru dan ia mulai dapat duduk di meja
makan dan makan bersama kami. Saya menanti selama empat tahun untuk saat
di mana anak kami dapat duduk dan makan bersama kami. Itu satu lagi
mukjizat! Wow! Saya sesungguhnya bersyukur kepada Tuhan karena akhirnya
kami sekeluarga dapat duduk bersama dan makan bersama.
Sepanjang tahun itu, saya dapat melihat bagaimana Tuhan menyediakan
guru-guru untuk memenuhi kebutuhan anak saya. Beberapa kali kami
menemukan guru-guru yang tidak mampu mengajarnya. Di situlah iman kami
diuji. Kami harus memandang pada Tuhan untuk pertolongan-Nya dan Ia
tidak gagal menunjukkan kasih dan kesetiaan-Nya. Ia mengeluarkan
guru-guru itu dan menugaskan guru yang baru untuk mengajar dia. Kami
melihat tangan Tuhan bekerja. Ia mengerjakan segala sesuatu dengan
begitu indah. Lebih dari itu, saya melihat bahwa anak saya berkembang
dengan baik tanpa saya harus meluangkan waktu untuk mengajar dia. Itu
sesungguhnya sesuatu yang luar biasa! Lewat cara yang berbeda-beda,
Tuhan mengajarnya.
Tidak lama setelah itu kami melihat bagaimana Tuhan memampukan anak saya
untuk berkomunikasi kepada kami melalui tulisan. Pada tahun 1999, kami
menemukan bahwa Brendon memiliki karunia ingatan yang luar biasa
(photographic memory) terhadap kata-kata. Hanya dengan sekilas pandang
ia dapat mencetak kembali kata yang dilihatnya, tidak kira seberapa
panjang kata itu. Walaupun ia hanya dapat mengucapkan beberapa kata
tetapi ia dapat berkomunikasi dengan kami lewat tulisan. Kami bersyukur
kepada Tuhan untuk karunia yang diberikan kepada anak kami. Ia sangat
berbakat dalam melukis. Ia akan dengan teliti mencermati lingkungannya
dan melukiskan apa yang dilihatnya dengan jelas. Sekalipun secara mental
ia punya kekurangan tetapi Tuhan sangatlah baik kepadanya.
Satu
tahun setelah itu, Tuhan membuka pita suaranya dan ia dapat berbicara.
Ia dengan jelas dapat merangkai satu kalimat pendek. Kami mengajarnya
berdoa dan memuji Tuhan. Keinginan hati saya adalah agar anak saya akan
tahu bahwa terdapat seorang Pribadi yang telah selama ini secara terus
menerus membantunya, memampukan dia untuk melakukan hal-hal yang tidak
mungkin di mata dunia. Saya berdoa juga pada hari di mana ia dapat
menyaksikan dengan mulutnya sendiri bahwa Tuhan itu nyata.
Sudah hampir 7 tahun sejak kami menemukan masalah psikologis anak saya.
Kehidupan rumah tangga kami tidaklah mudah. Saya dan suami mengalami
kasih yang sangat unik dan khusus dari Tuhan, yang mendorong kami untuk
mengasihi anak kami. Kami telah menjadi saluran kasih Tuhan kepada anak
kami. Tanpa kasih karunia dan kekuatan dari Tuhan, kami tidak akan mampu
melewati semua kesusahan selama 7 tahun ini. Kami juga bersyukur karena
Tuhan memberikan kepada kami seorang putri yang dapat setiap waktu
bersabar dengan adiknya. Walaupun ia harus banyak berkorban dan tidak
dapat menikmati masa kecil seperti teman-temannya yang lain, namun ia
tidak pernah mengeluh dan menyalahkan adiknya. Saya kagum melihat
pekerjaan Tuhan di dalam hatinya. Sekalipun ia masih begitu muda tetapi
ia dapat memahami dan menanggung semuanya. Saya dapat melihat karya
Tuhan dalam hidupnya juga.
Setelah mengalami realitas Tuhan dalam begitu banyak kesempatan, saya
memahami mengapa Tuhan menempatkan saya dalam situasi yang sulit ini.
Saya mengalami bagaimana Tuhan menguatkan iman saya lewat setiap
pencobaan. Secara rohani saya sangat bertumbuh. Jika masalah psikologis
anak saya dapat disembuhkan melalui cara dunia, saya pasti sudah
menyelesaikan semua masalah saya dengan kekuatan saya sendiri. Sangatlah
benar firman Tuhan, seperti yang dikatakan Paulus di 2 Ko.12:9,
"karena kekuatan disempurnakan dalam kelemahan... Sebab itu terlebih suka
aku bermegah atas kelemahanku, supaya kuasa Kristus turun menaungi aku."
Di saat kita lemahlah kita menjadi saluran kuasa Tuhan, di mana
kuasa-Nya dapat dimanifestasi melalui kita agar dunia tahu bahwa Ia
adalah Tuhan yang nyata dan hidup.
Dalam menutup sharing ini, saya dan suami saya mau memberikan segala
kemuliaan, hormat dan pujian kepada Tuhan kami yang adalah Raja segala
raja dan Tuhan segala tuhan. Amin.
Sumber: Cahaya Pengharapan Ministries www.cahayapengharapan.org
0 komentar:
Posting Komentar