Home » » Warisan Seorang Ibu bagi Anaknya

Warisan Seorang Ibu bagi Anaknya

Ditulis Oleh Admin pada Minggu, 10 Maret 2013 | 19:22

Oleh Redaksi

Sadon hanya dapat duduk di dalam mobilnya memandang dari kejauhan pesta pernikahan anak perempuannya. Ia khawatir kehadirannya akan membuat para undangan merasa terganggu karena ia mantan penderita kusta. Ia sudah terbiasa dengan penolakan dan dianggap "najis" akibatnya penyakitnya. Sejak kecil ia menjadi bahan olokan anak-anak yang lain. Sadon juga tidak bebas berpergian karena pengemudi bis sering mengusirnya. Diperlakukan seperti sampah adalah hal yang lazim baginya.  

Sadon telah banyak menderita akibat dari penyakit kusta maka sangatlah mengherankan mendengarnya berkomentar, "Saya harus berkata bahwa saya bahagia karena mendapat penyakit ini." Philip Yancey penulis buku Kristen tersohor yang sedang mewawancarainya tersentak dan kembali bertanya, "Bahagia?"

"Ya, jika bukan karena penyakit kusta, saya akan menjadi seorang pria yang mempunyai keluarga yang normal, mengejar kekayaan dan status yang lebih tinggi di dalam masyarakat. Saya tidak akan pernah mengenal orang-orang mengagumkan seperti Dr Paul Brand, dan saya tidak akan pernah mengenal Tuhan yang hidup di dalam dia."

Siapakah Dr Paul Brand yang membuat seorang penderita kusta merasa bahagia mendapat kusta karena lewat penyakitnya yang mengerikan itu ia dapat mengenal dia? 

Dr Paul Brand adalah misionaris yang melayani di Sekolah Tinggi Kedoktoran dan Rumah Sakit Kristen di Vellore, India selama sekitar 18 tahun. Walaupun sudah meninggalkan India dari tahun 1965, kasih dan pelayanannya bersama istrinya, Margaret meninggalkan kesan yang begitu mendalam di hati mantan pasien kusta yang dilayaninya. Seorang lagi mantan pasien yang bernama Namo menggantung foto Paul di rumahnya dengan catatan yang berbunyi, "Kiranya semangat yang ada di dalam dirinya hidup di dalam diriku." 

Dr Paul Brand banyak dikenali melalui buku karangan Philip Yancey, In His Image (Sesuai Gambarnya) dan Wonderfully and Fearfully Made (Diciptakan dengan Dahsyat dan Ajaib). Konsep asli kedua buku tersebut diambil dari pengamatan dan pengalaman Paul sebagai ahli bedah dan ahli biologi. Brand merupakan salah satu tokoh yang hebat di dalam dunia medis karena sumbangannya dalam riset penyakit kusta dan prosedur pembedahan tangan yang disebut dengan namanya sebagai penghormatan atas jasanya. (Tulisan Philip Yancey tentang Dr Paul Brand dapat dibaca di dalam buku Soul Survivor.)

Siapa Paul Brand itu tidak dapat dipisahkan dari warisan kedua orang tuanya. Paul dilahirkan pada tahun 1914 di pergunungan Kolli Malai, di selatan India tempat orang tuanya, Evelyn dan Jessie Brand melayani sebagai misionaris di pergunungan terpencil yang disebut Pergunungan Maut. Di desa yang kumuh dan terbelakang, tanpa sekolah elit yang bagus Paul menemukan pendidikan awalnya dalam bidang medis. Ia sering harus membantu kedua orang tuanya merawat dan mengobati penduduk desa yang miskin dengan peralatan medis yang minim. Namun uniknya, pengalaman awalnya dengan darah dan nanah membuat Paul merasa mual dan takut. Selama bertahun-tahun ia mengelak untuk belajar kedokteran karena tidak berani untuk berurusan dengan darah, nanah dan penyakit.

Setelah ayahnya meninggal dunia di pergunungan itu karena berulang kali terserang penyakit malaria, ibunya coba membujuk Paul untuk menekuni bidang medis. Kata ibunya, "Ayahmu selalu berharap memiliki gelar dokter, bukannya hanya mengandalkan kursus pelatihan singkat. Jika saja ia memilikinya…siapa tahu, mungkin ia masih bersama kita. Ia akan tahu cara mengobati malaria itu." Ibunya meneruskan untuk memberitahu peraturan baru di India yang melarang semua orang kecuali dokter berijazah untuk praktek. Ibunya mengakhiri diskusi tentang masa depannya dengan berkata, "Paul, ayahmu selalu bermimpi kau akan meneruskan apa yang ia tinggalkan, dan kembali ke India sebagai dokter sungguhan." 

Dengan tegas Paul memotong percakapan ibunya, "Tidak, saya tidak mau menjadi dokter. Saya tidak suka pekerjaan medis. Saya lebih suka bekerja di bidang bangunan. Saya bisa membangun rumah, sekolah dan bahkan rumah sakit." Paul tahu ia telah mengecewakan ibu dan almarhum ayahnya, tetapi ia masih belum bisa memberitahu ibunya dan mungkin juga belum bisa mengakui pada dirinya sendiri bahwa ia bereaksi pada darah dan nanah. Jadi akhirnya selama 4 tahun, Paul menekuni bidang bangunan, ia magang sebagai tukang kayu, tukang batu, tukang cat dan penyusun bata dan ia sangat menyukainya. Paul tidak sabar untuk kembali ke India untuk mempraktekkan keahliannya. Sebelum ia berangkat badan misi yang mengutusnya menasihatinya untuk mengambil kursus tentang higiene dan penyakit tropis seperti yang pernah diambil ayahnya.

Di sinilah tangan Tuhan mulai berkarya. Suatu malam saat ia ditugaskan untuk membantu di rumah sakit seorang gadis muda korban kecelakaan didorong ke unit gawat darurat. Di bawah lampu yang terang benderang gadis itu kelihatan sangat pucat sama seperti patung lilin karena telah kehilangan banyak darah. Paul sama sekali tidak mendeteksi denyutan di pergelangan gadis itu dan tampaknya ia juga sudah tidak bernafas. Paul yakin gadis itu sudah tewas. Seorang perawat memasang sebotol darah ke tiang logam dan seorang dokter memasukkan jarum ke vena gadis itu. Paul disuruh untuk mengamati botol darah yang mulai mengalir sementara mereka bergegas untuk mengambil lebih banyak darah. Dengan tangan yang gemetaran Paul memegangi pergelangan tangan gadis itu dan tiba-tiba ia dapat merasakan denyut yang samar, satu getaran yang nyaris tidak terasa. Botol darahnya berikutnya tiba, dan setelah dipasang - sebuah bintik merah jambu muncul di pipi gadis itu. Perlahan-lahan bintik kecil itu menyebar menjadi kemerahan yang indah. Tubuhnya mulai bergetar dan kemudian kelopak matanya bergerak dan terbuka. Akhirnya gadis itu memandang ke Paul dan dengan sangat terkejut ia mendengar gadis itu berbicara, "Minta air."

Hal itu merupakan satu mukjizat bagi Paul. Orang mati dibangkitkan, darah dan kedokteran dapat melakukan ini! Tuhan pada malam itu dalam waktu satu jam sudah mengubah Paul, sesuai dengan doa dan pengharapan ibunya, dan ketika ia menyelesaikan kursus singkat hatinya sudah begitu didorong oleh keinginan batin untuk menekuni bidang medis.

Evelyn pernah menulis bahwa saat yang paling sulit baginya adalah ketika ia harus mengucapkan selamat tinggal kepada kedua anaknya yang harus ditinggalkan di  Inggris untuk meneruskan pendidikan mereka. Katanya, "sesuatu mati di dalam saya" di hari saya harus mengucapkan selamat tinggal kepada mereka. Hal itu merupakan ujian ketaatan yang paling sulit dari Tuhan untuknya. Tetapi dengan berat hati ia tahu ia harus melakukannya dan menyerahkan kesejahteraan anak-anaknya ke dalam tangan Tuhan. Dan Tuhan memang telah dengan baik merawat dan membimbing jalan hidup kedua anaknya walaupun sejak Paul berumur 9 tahun ia harus berpisah dari orang tua. Evelyn meninggal dunia di pergunungan di India di usia 95 tahun, di masa hidupnya ia berkesempatan menyaksikan bagaimana Paul bukan saja mengikuti jejak ayahnya menjadi misionaris di India tetapi berkat kejeniusannya dalam teknik bedah dan riset telah membuat banyak terobosan baru yang membuat hidup banyak penderita kusta menjadi lebih berarti. Tuhan telah melakukan jauh lebih banyak dari yang pernah didoakan Evelyn buat anaknya dan sesuai dengan janjiNya, Tuhan bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia. (Roma pasal 8, ayat 28)

Evelyn pasti akan sangat senang jika ia dapat mendengar komentar Yancey tentang anaknya di bukunya Soul Survivor. Sebagai jurnalis Yancey sudah mewawancarai banyak tokoh yang terkenal: peraih hadiah Nobel, Pulitzer, atlet Olympiade, musisi, politikus, pengusaha yang sukses tetapi saat ia bertemu dengan Paul merupakan pertama kalinya ia menemukan kerendahan hati yang tulus. Seorang yang jenius tetapi sangat rendah hati, yang dengan keahlian sebagai ahli bedah ternama mengabdikan diri bukan untuk memperkaya diri sendiri tetapi membantu kaum papa yang tidak dapat membalasnya dengan kekayaan materil. Kata Yancey di lain kesempatan, "Anda hanya perlu menemukan satu orang kudus untuk percaya. Dan saya sudah menemukannya." 

Sumber: Cahaya Pengharapan Ministries www.cahayapengharapan.org

0 komentar:

Posting Komentar

 
Support : Kidung Online | Debrian Ruhut Blog | IL Cantante Choir
Copyright © 2013. Catatan Dari Meja Pendeta - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger